• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Madura

Gusdurian Sumenep Kenang 20 Tahun Pemakzulan Gus Dur

Gusdurian Sumenep Kenang 20 Tahun Pemakzulan Gus Dur
Koordinator Gusdurian Sumenep, Zaynollah. (Foto: NOJ/ Firdausi).
Koordinator Gusdurian Sumenep, Zaynollah. (Foto: NOJ/ Firdausi).

Sumenep, NU Online Jatim
Pada tanggal 23 Juli 2001 KH Abdurrahman Wahid atau dikenal Gus Dur dilengserkan dari jabatannya sebagai Presiden RI ke 4 melaui sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.

 

Menyikapi kisah 20 tahun pemkzulan Gus Dur secara politik, Koordinator Gusdurian Sumenep, Zaynollah angkat bicara. Ia mengutip kalimat putrid Gus Dur, Yenny Wahid bahwa ‘kesalahan’ cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) tersebut adalah tidak mau berkompromi dengan 'bandar' pada masa itu.

 

"Pemakzulan itu merupakan salah satu sejarah yang paling kelam dalam perjalanan demokrasi kita. Karena sampai detik ini belum ada satupun putusan hukum yang membuktikan beliau (Gus Dur) bersalah. Bahkan tudingan yang katanya terlibat dalam kasus Buloggate dan Bruneigate, nihil dibuktikan secara hukum," katanya saat dimintai keterangan di Sekretariat Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Sumenep, Sabtu (24/07/2021).

 

Menurutnya, bangsa Indonesia harus berani mengungkap kebenaran dan meluruskan sejarah yang dengan sengaja dilakukan untuk menjatuhkan Gus Dur dari kursi jabatannya.

 

"Bangsa ini tidak boleh dibayang-bayangi awan sejarah hitam. Pemerintah harus berani mengungkapnya. Gus Dur harus diberikan haknya sebagai sosok bangsawan yang rela mengorbankan jabatannya demi bangsa. Sekalipun dilakukan dengan cara yang tidak terhormat oleh beberapa pihak," tegasnya.

 

Pria yang menjabat sebagai Ketua PC IPNU Sumenep tersebut menjelaskan, Gus Dur mundur dan mengalah dari upaya para elite, karena lebih memilih kemaslahatan lebih besar yang diemban sejak dulu.

 

"Pesan beliau yang sangat familiar adalah 'tidak ada jabatan yang perlu dipertahankan mati-matian'. Beliau merasa tugasnya sebagai Presiden RI sudah selesai, bukan untuk mengejar kekuasaan," ungkap pria kelahiran Ganding itu.

 

Tak sampai di situ, pada situasi yang terhimpit, banyak orang-orang kepercayaannya menemani Gus Dur hingga keluar dari istana.

 

"Yang paling diingat oleh warga NU adalah putri kedua Gus Dur, yakni Ning Yenny Wahid selalu menemani ayahnya. Beliaulah yang banyak tahu tentang perjalanan dan perjuangan abahnya selama menjabat sebagai Presiden. Beliau pula yang sering dimintai pendapat oleh Gus Dur sebagai teman diskusi selain beberapa tokoh lainnya," imbuhnya.

 

Alumni Pondok Pesantren Nurud Dhalam Ganding itu melanjutkan, tak jarang mendapat ancaman, hinaan, hasutan.

 

"Padahal bagi saya, Gus Dur memandang manusia seutuhnya melalui kacamatanya. Lewat kursi rodanya, beliau menuntun bangsa ini menuju bangsa yang beradab. Saat ini banyak orang yang belajar banyak dari pemikiran beliau," tuturnya.

 

Berdasarkan sejarah dan saksi mata, Gus Dur termasuk orang yang mukasyafah secara batin. Beliau mampu menggerakkan batinnya untuk mengetahui hal-hal yang dianggap tidak bisa diketahui oleh orang banyak.

 

Hal ini wajar, karena beliau putra seorang tokoh yang alim, yakni Almaghfurlah KH Wahid Hasyim dan cucu dari mendiang Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari.

 

"Pemikiran beliau menurut kacamata akademik, beliau seorang ilmuwan yang memiliki pengetahuan luas dan melampaui zamannya. Wajar di masanya, Gus Dur dianggap nyeleneh dan sering mengemukakan statement kontroversial. Namun kita bisa lihat saat ini, hari ini dan
seterusnya, semua orang menerima pemikiran dan tindakannya memiliki maksud khusus serta terbukti nyata," urainya.

 

Baginya, untuk menggantikan posisi Gus Dur rasanya tidak mungkin. Oleh karenanya, ia mengajak masyarakat untuk meniru Gus Dur dengan terus merawat dan meneladani pemikiran dan segala perjuangannya.

 

 

"Sebenarnya kami tidak ingin meruncingkan kisah kelam ini. Tapi kami hanya teringat pada perkataannya sebelum wafat, 'Kita memaafkan, namun tidak bisa melupakan'. Jangan sampai bangsa ini di masa depan menanggung dosa dengan ulah pejabat yang dengan sengaja mencederai Pancasila dan kaidah demokrasi," pungkasnya.

 

Editor: Romza​​​


Editor:

Madura Terbaru