• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Madura

Madrasah Moderasi LPTNU Sumenep Jelaskan Dua Penyebab Aksi Terorisme

Madrasah Moderasi LPTNU Sumenep Jelaskan Dua Penyebab Aksi Terorisme
Penangkapan pelaku terorisme. (Foto: NOJ/momentum)
Penangkapan pelaku terorisme. (Foto: NOJ/momentum)

Sumenep, NU Online Jatim

Damanhuri, Direktur Madrasah Moderasi Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) Sumenep mengatakan, benih-benih terorisme dan radikalisme sudah lama menggunakan dua pola yang berorientasi pada politik dan ideologi.

 

Pernyataan ini disampaikan saat mengisi program Pengarus Utamaan Gender (PUG) yang disiarkan oleh Pro 1 Radio Republik Indonesia (RRI) Sumenep.

 

"Yang orientasinya pada politik, tidak terlalu bahaya. Namun jika orientasinya pada ideologi, sudah tercium di awal era reformasi. Keterbukaan ruang publik betul-betul dinikmati. Kebebasan berkumpul, berorganisasi, bersuara, dan lainnya dirasakan oleh kita hari ini," ujarnya saat dikonfirmasi NU Online Jatim, Kamis (03/11/2022).

 

Adanya ruang publik yang terbuka, seperti paham terorisme dan radikalisme, bahkan jaringan narkoba internasional masuk ke Madura. Problem tersebut wajib menjadi perhatian semua pihak. Tidak hanya pemerintah, tetapi simpul-simpul masyarakat dan keluarga wajib merapatkan barisan.

 

"Aksi terorisme yang terjadi di beberapa daerah bermula dari sebuah keluarga yang terpapar. Kemudian mempengaruhi yang lainnya," tuturnya.

 

Wakil Rektor I Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk, Sumenep itu menyebutkan beberapa indikator yang menyebabkan adanya aksi terorisme. Pertama, ada pengaruh ideologi transnasional yang ingin mendirikan negara sendiri. Sehingga Indonesia dianggap negara thogut.

 

"Kasus wanita yang menerobos ke istana ingin bertemu Presiden RI itu sebenarnya ia hanya ingin menyampaikan pada presiden bahwa pemerintahan harus berdasarkan khilafah," ucap alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk itu.

 

Indikator kedua adalah sering menyalahkan orang lain, paling keras mengkafirkan sesama. Contoh seperti ini mudah dijumpai di lingkungan masyarakat dan di media sosial. Bahkan perbedaan dalam konteks ibadah, muamalah dalam kehidupan sosial dikatakan tidak benar. Padahal agama di Indonesia dikenal dengan cinta, kedamaian dan guyub dalam sebuah perbedaan.

 

"Biasanya orang yang terpapar menolak bergaul dengan orang-orang yang tak sepaham dengannya. Mereka menganggap orang yang tak sepaham salah," sebutnya.

 

Damanhuri mengutarakan, dua kali warga Sumenep dihebohkan dengan penangkapan beberapa orang yang terduga memiliki paham radikalisme dan tergabung dalam organisasinya oleh Detasemen Khusus (Densus) 88.

 

Menurutnya, kabar ini di luar dugaan. Sumenep dikenal masyarakat yang santun, bersahabat dan mayoritas Islam. Namun, beberapa orang kecil itu jangan dibuat enteng. Jika dibiarkan orang-orang yang sudah terpengaruh oleh pahamnya berpotensi melahirkan aksi teror.

 

Sejauh pengamatannya, model kostum dan perilaku mudah dijumpai masyarakat. Bahkan perbedaan dirundingkan, sehingga menimbulkan gesekan di beberapa lingkungan masyarakat. Padahal Indonesia dikenal bangsa yang beragam.

 

Berangkat dari fenomena ini, Damanhuri mengajak pada masyarakat untuk membangun sikap moderat dan toleran. Dimulai sejak dini, terutama di lingkungan keluarga.

 

"Model kesepakatan antarpemeluk agama mestinya didukung. Dalam konteks tokoh masyarakat, Madura yang dikenal Kota Santri harus menjadi senjata ampuh untuk menangkal paham ini. Jangan sampai lembaga pendidikan dijadikan sarangnya," pintanya 


Madura Terbaru