• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 2 Mei 2024

Matraman

Hal-hal yang Perlu Dihindari saat Momen 1 Muharram

Hal-hal yang Perlu Dihindari saat Momen 1 Muharram
Ilustrasi bulan Muharram. (Foto: NU Online)
Ilustrasi bulan Muharram. (Foto: NU Online)

Trenggalek, NU Online Jatim

Pergantian tahun baru hijriyah tinggal menghitung jam. Tak sedikit masyarakat Jawa mensakralkan malam 1 Muharram atau 1 Suro dengan amalan dan tradisi tertentu. Namun demikian, ada hal yang perlu dihindari supaya tidak terjerumus dalam praktik yang menyalahi akidah.

 

Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur (Jatim), Agus H Zahro Wardi mengatakan, hidup di Indonesia itu multi budaya dan tradisi. Dapat dilihat di bulan Muharram atau Suro masyarakat Jawa yang kental dengan tradisi menjadikannya sebagai momen sakral.

 

"Terkadang, sakralitas bulan Suro itu dibuat yang aneh-aneh, seperti memandikan pusaka di tempat-tempat keramat," ungkap Gus Zahro saat dihubungi NU Online Jatim, Selasa (17/07/2023).

 

Ia menyebutkan, sesungguhnya tradisi-tradisi ini tidak harus dihilangkan. Biarlah tetap berjalan tapi dengan batasan tidak menyalahi akidah. Menurutnya, keyakinan orang Jawa dalam memandikan pusaka di bulan Suro berkaitan dengan hubungan sebab dan akibat.

 

Oleh karena itu, agar tidak terjebak dalam kesalahan akidah maka maka harus menghindari tiga hal. Pertama, jangan sampai mempunyai kemungkinan sebab-akibat dalam menjalani tradisi itu, seperti jika memandikan benda pusaka maka akan membawa kebaikan dan bila tidak akan membawa petaka.

 

"Maka ini tidak boleh diyakini sebagai satu hal yang pasti. Yang benar adalah anggap saja itu adalah kebiasaan yang diturunkan oleh Allah," ulasnya.

 

Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUl) Jatim itu juga mencontohkan, seperti orang makan biasanya kenyang, akan tetapi ada yang orang tidak makan kuat dan tetap merasa tidak lapar. Lalu, karakteristik api biasanya membakar, namun tidak bagi Nabi Ibrahim yang pernah diberikan mu'jizat.

 

"Jadi tidak boleh diyakini sebagai akibat yang tanazul dan mengikat. Sama juga seperti kita minum obat Bodrex biasanya saja menyembuhkan sakit kepala, tapi bisa saja tidak," paparnya.

 

Kedua, jangan sampai sebab-akibat tersebut berasal dari selain Allah. Umpama keris dimandikan di bulan Muharram maka kehidupan akan berjalan baik. Jangan sampai hidup baik itu karena telah memandikan benda pusaka, tapi karena karunia Allah.

 

"Sebaliknya apabila di bulan Muharram ini pusakanya lupa tidak dimandikan kemudian celaka sakit atau ada bencana. Itu salah," tegasnya.

 

Gus Zahro menyimpulkan berkaitan dengan sebab-akibat yang berkaitan dengan keyakinan. Haram, bila keduanya diyakini talazum atau pasti terjadi dan muatsir atau yang menjadikan adalah Allah.

 

“Bisa kufur apabila muatsirnya bukan Allah, tapi meyakini karena sebab-akibat tersebut (dilakukan atau tidak dilakukan ritual). Maka, tradisi itu boleh dilakukan apabila meyakini bahwa sebab-akibat tersebut tidak talazum,” tandasnya.


Matraman Terbaru