• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Metropolis

Aktivis Perempuan NU Jelaskan Pola Asuh untuk Cegah Anak Jadi Pelaku Bullying

Aktivis Perempuan NU Jelaskan Pola Asuh untuk Cegah Anak Jadi Pelaku Bullying
Ilustrasi. (Foto: NOJ/katadata)
Ilustrasi. (Foto: NOJ/katadata)

Surabaya, NU Online Jatim

Kasus perundungan kembali menjadi sorotan berbagai pihal. Aktivis Perempuan Nahdlatul Ulama (NU) Iim Fahima Jachja memberikan 8 tips parenting atau pola asuh untuk mencegah anak agar tidak menjadi pelaku bullying (perundungan).

 

Berikut ini adalah 8 tips tersebut yang dapat diterapkan orang tua di rumah.
 

1. Pererat hubungan dengan anak
Iim mengajak orang tua untuk mempererat hubungan dengan anaknya. Caranya, dengan membangun komunikasi intens, dan menciptakan waktu bersama anak menjadi berkualitas.

 

"Pastikan orang tua jangan kalah dekat dibanding teman-teman dan sosial media (sosmed). Banyakin ngobrol, bangun situasi di mana si remaja mau berbagi cerita dari hal kecil hingga besar,” kata Iim diwawancarai NU Online, Kamis (22/2/2024).

 

2. Menjadikan diri sebagai role model bagi anak-anak
Iim mengatakan orang tua mesti memiliki karakter yang bisa menjadikan anak menghormatinya.


"⁠Pastikan orang tua memiliki karakter yang dihormati oleh anak sehingga mereka mau mendengar apa kata orang tua. Jangan cuman bisa nasehatin tapi kelakuan bertentangan," jelasnya.

 

3. Perbanyak evaluasi
Iim mengatakan, semakin banyak evaluasi dalam keluarga semakin kecil peluang masalah yang akan timbul. Evaluasi yang dimaksud adalah jika ada sikap/pandangan anak-anak yang tidak sesuai value (nilai) keluarga, maka segera dicari akarnya, lalu mengoreksi.

 

"Jangan nanti-nanti, nanti keburu basi dan ketumpuk isu lain,” ucap dia.

 

4.⁠ ⁠Rajin upgrade diri
Ia menjelaskan bahwa orang tua harus rajin mengupgrade diri dengan memperbanyak ilmu dan pengetahuan terkini, supaya bisa mengimbangi obrolan anak.


"Jika ilmunya kurang, bantu si anak ketemu ahlinya yang kita percaya. Misal: anak mau diet ketat, dikasih tahu orang tua tentang gizi kok ndak nurut. Ketemukan dia dengan ahli nutrisi untuk memberi tahu yang benar," jelas Iim.

 

5.⁠ ⁠Bangun dialog
Iim mengungkapkan bahwa tanggung jawab mengajarkan suri tauladan yang baik kepada anak, dalam teori children see children do (anak-anak melihat anak-anak akan melakukan/meniru), tidak berlaku bila tidak dibarengi dengan dialog aktif dengan anak.


"Sayangnya, di era somed ini, jadi contoh saja tidak cukup, orang tua harus aktif membangun dialog,” ungkapnya.

 

Penyebabnya, kata Iim, di era sosmed kini anak-anak perlu dibimbing untuk mengaktifkan kognitif mereka agar bisa memilah informasi yang diterima dengan benar.

 

"Meluruskan cara pandang yang salah dan mengaktifkan kognitif anak supaya ke depan mereka bisa mikir dengan bener. Kenapa jadi contoh saja ga cukup? Kenapa harus intens membangun dialog? Karena lawan kita adalah sosmed, WA, dan lainnya, yang berkomunikasi intens dengan anak-anak hampir 24 jam," sambung dia.

 

6. Bentuk dan carikan lingkungan yang baik
Mencari lingkungan yang baik dan memperhatikan betul lingkungan tempat anak-anak berkumpul juga menjadi kunci lainnya. Lingkungan yang dimaksud bukan sekadar lingkungan yang tampak dari luar


"Hanya karena lingkungannya elit, bukan jaminan manusianya pasti terdidik," terangnya.


7.⁠ ⁠Perbanyak tirakat
Jika merasa belum cukup dengan 6 ikhtiar di atas, orang tua agar jangan lupa menyerahkan kepada Allah.


"Allah yang maha memelihara semua makhluk dan yang membolak-balikkan semua hati. Doakan saja semoga Allah selalu menjaga mereka,” pesan dia.

 

8.⁠ ⁠Tetap bersikap lembut
Iim juga mengingatkan agar tetap bersikap lembut dan bertingah baik ketika berinteraksi dalam proses mendidik anak. Apa yang orang tua persembahkan kepada anak di masa kecil tentu akan menjadi kenangan indah di benak mereka.

 

“Last but not least, di tengah dunia yang keras, tetaplah lembut. Karena anak-anak butuh rumah untuk mereka pulang, merasa aman dan tenang. Rumah itu adalah orang tuanya sendiri,” tuturnya.


Metropolis Terbaru