Mojokerto, NU Online Jatim
Desa Tempuran, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto sudah beberapa hari ini terendam air luapan Sungai Afvour Watu Dakon. Banjir kali ini dikatakan sebagai banjir terparah sepanjang sejarah dalam kejadian bencana di Desa Tempuran. Sedikitnya 1847 warga dari 470 KK terdampak rumah warga terendam antara 50 sampai 100 cm, Senin (09/12/2024).
Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) Kabupaten Mojokerto, Saiful Anam mengatakan, diduga banjir ini disebabkan oleh debit air sungai afvour watu dakon yang melebihi kapasitas.
Menurutnya, hujan di wilayah hilir yakni di daerah Curahmalang, Sumobito dan Kesamben, Kabupaten Jombang dengan intensitas tinggi. Di samping itu, fasilitas kelep di tanggul sungai watu dakon diduga kurang maksimal berfungsi.
“Selain itu, tumbuhan eceng gondok dan kangkung yang memenuhi permukaan air di sungai watu dakon menjadi sebab banjir ini,” ujarnya.
Dalam hal ini, relawan PC LPBINU Kabupaten Mojokerto turut membantu tenaga untuk evakuasi warga menuju tempat pengungsian. Warga yang mengungsi lebih memilih tinggal di rumah saudara mereka di sekitar desa yang tidak terdampak banjir.
“Setelah evakuasi, petugas bersama relawan menata keperluan pemenuhan air bersih warga,” ungkapnya.
Sementara Wakil Bupati Mojokerto, Muhammad Al Barra atau Gus Barra menerangkan, banjir di Desa Tempuran ini terjadi akibat kiriman dari Jombang dari luapan Sungai Watu Dakon dan luapan dari Afvour Balong Krai, karena curah hujan tinggi 154 mm sehingga sungai over kapasitas, serta beberapa titik yang potensial terdampak karena memang daerahnya tergolong lebih rendah.
“Selain itu banjir juga terjadi karena banyaknya enceng gondok dan sampah, sehingga aliran air terhambat untuk masuk ke Siphon Watu Dakon,” terangnya yang dikutip dari Instagram @gusbarra_.
Sebagai langkah darurat, Pemerintah Kabupaten Mojokerto sudah membuat posko pengungsian, posko kesehatan, dapur umum, pembagian makanan dan juga menyediakan MCK portabel. Untuk saat ini yang butuh dikebut adalah pembersihan eceng gondok supaya genangan banjir bisa dialirkan segera ke sungai. Dengan adanya pemompaan maka diharapkan genangan di lokasi perkampungan warga bisa segera turun.
“Ini menjadi PR kita ke depan agar permasalahan yang sama tidak terulang lagi. Kedepannya untuk mewaspadai, sebelum musin hujan turun kita lakukan normalisasi insya Allah tidak akan seperti ini. Dan kita akan berkolaborasi dengan pemerintah provinsi terkait wewenang normalisasi,” jelasnya.
Gus Barra juga mengimbau kepada masyarakat agar selalu waspada dan berhati-hati, mengingat intensitas curah hujan yang cukup deras, dikhawatirkan akan terjadi debit air naik. Warga harus saling tolong-menolong dalam menjaga kondisi Kamtibmas agar tetap berjalan dengan kondusif.