Pesantren Manbaul Hikam di Sidoarjo Bangun Pemahaman Gender untuk Santri
Kamis, 28 November 2024 | 21:00 WIB
Risma Savhira
Kontributor
Sidoarjo, NU Online Jatim
Pondok Pesantren Manbaul Hikam di Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, kini tengah menginisiasi gerakan yang dapat mengubah cara pandang para santri tentang peran gender dalam kehidupan sehari-hari. Dalam program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang digagas oleh tim dosen dari Program Studi Sosiologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), kesadaran akan kesetaraan gender mulai dibangun di kalangan para santri dengan pendekatan yang partisipatif dan edukatif.
Program yang berbentuk Focus Group Discussion (FGD) ini melibatkan santriwan dan santriwati tingkat akhir di Pondok Pesantren Manbaul Hikam. Dengan tujuan membangun pemahaman yang mendalam tentang kesetaraan gender. Para peserta diajak untuk melihat peran penting perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam konteks keluarga, pendidikan, maupun masyarakat luas.
Ketua tim peneliti, Farid Pribadi mengatakan, kesetaraan gender sering kali dianggap sebagai isu yang jauh dari budaya tradisional pesantren. Namun, penelitian yang dilakukan oleh tim Unesa menunjukkan bahwa pesantren juga memiliki peran strategis dalam mendorong pemahaman baru tentang peran sosial antara laki-laki dan perempuan. Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa kesetaraan gender adalah konsep Barat yang tidak relevan dengan nilai-nilai Islam.
“Namun, melalui diskusi ini, kami ingin menunjukkan bahwa Islam juga mendukung keadilan sosial dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu tantangan utama dalam membangun kesadaran gender di lingkungan pesantren adalah norma-norma sosial yang sudah terpatri kuat dalam budaya patriarki. Pondok pesantren tradisional sering kali memiliki struktur hierarkis yang memusatkan kekuasaan pada kyai. Dalam lingkungan seperti ini, peran gender sering kali tidak setara, dan perempuan cenderung dipinggirkan dalam pengambilan keputusan. Namun, melalui pendekatan yang dialogis dan inklusif, perubahan ini mulai terlihat di Pondok Pesantren Manbaul Hikam.
Kegiatan FGD yang dilaksanakan oleh Unesa di Pondok Pesantren Manbaul Hikam bukan hanya satu kali, tetapi diharapkan menjadi awal dari perubahan yang lebih besar di lingkungan pesantren dan masyarakat sekitar. Dengan partisipasi aktif dari para santri, pengasuh, dan orang tua, kesetaraan gender dapat menjadi bagian integral dari proses pendidikan dan kehidupan sosial di pesantren. Para santri adalah generasi masa depan yang akan memimpin masyarakat. Jika mereka memiliki pemahaman yang baik tentang kesetaraan gender, mereka akan membawa perubahan yang signifikan dalam mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan inklusif.
“Dengan adanya dukungan dari pondok pesantren dan berbagai pihak terkait, diharapkan pesantren lainnya di Indonesia juga dapat mengadopsi inisiatif serupa dalam rangka mendorong kesetaraan gender sebagai bagian dari pembangunan nasional yang berkelanjutan,” terangnya.
Salah satu keluaran penting dari kegiatan FGD ini adalah bagaimana para santri dapat menerapkan nilai-nilai kesetaraan gender di rumah selama masa libur sekolah. Orang tua diajak untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan kesempatan yang setara kepada anak-anak mereka dalam melakukan pekerjaan rumah. Kegiatan seperti memasak, mencuci, dan mengurus rumah tangga bukan lagi dianggap sebagai tugas eksklusif perempuan.
"Di rumah, para orang tua juga bisa mengajarkan pentingnya kolaborasi dalam pekerjaan rumah tangga. Dengan cara ini, anak-anak belajar bahwa tanggung jawab keluarga adalah milik bersama, bukan hanya tugas salah satu gender,” ungkapnya.
Selain itu, santri juga diajak untuk mengunjungi pameran dan acara-acara yang mendukung kesetaraan gender selama libur sekolah. Hal ini dilakukan untuk memperluas wawasan mereka tentang bagaimana konsep kesetaraan gender diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan budaya.
Sementara Pengasuh Pondok Pesantren Manbaul Hikam, KH Muh Salim Imron menjelaskan, FGD yang berlangsung selama sehari ini melibatkan 35 santri. Dalam diskusi tersebut, santri diajak untuk membagikan pengalaman mereka terkait peran gender di rumah dan di pesantren. Kegiatan ini tidak hanya berdampak pada para santri, tetapi juga pada para pengasuh dan guru di pesantren tersebut.
“Isu kesetaraan gender sebenarnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan kita untuk adil dalam segala hal, termasuk dalam membagi peran antara laki-laki dan perempuan. Kegiatan ini membantu kami menyadari bahwa adil bukan berarti memberikan peran yang sama, tetapi memberikan kesempatan yang setara bagi semua," jelasnya.
Senada, anggota tim peneliti, Kholida Ulfi Mubaroka menambahkan, tim peneliti Unesa juga menghadirkan tokoh-tokoh perempuan inspiratif sebagai contoh bagi para santri. Pihaknya memperkenalkan tokoh-tokoh seperti Cut Nyak Dien dan Kartini, serta pemimpin perempuan masa kini seperti Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
“Dengan memberikan contoh konkret, kami berharap para santri bisa melihat bahwa perempuan juga memiliki peran besar dalam masyarakat," tambahnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat Singkat: 3 Amalan Meraih Pintu Surga
2
Khutbah Jumat: Ciri Orang Merugi dalam Beragama ala Rasulullah
3
Ustadz Untung, Guru Madrasah dengan Keterbatasan Fisik Terima Penghargaan Tingkat Nasional
4
Menimbang Legalisasi Kasino di Indonesia: Pelajaran dari Negara-Negara Muslim
5
Tingkatkan Kualitas, MI Bilingual Ma’arif Ketegan Kunjungan ke Singapura-Malaysia
6
Ning Farida Ulfi Jelaskan Tugas Seorang Istri dalam Pekerjaan Rumah
Terkini
Lihat Semua