• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Rabu, 24 April 2024

Nusiana

Saat Kiai Miftah 'Dikasari' Khadam NU

Saat Kiai Miftah 'Dikasari' Khadam NU
KH Miftachul Akhyar (tengah) dalam suatu acara. (Foto: NOJ/ASm)
KH Miftachul Akhyar (tengah) dalam suatu acara. (Foto: NOJ/ASm)

Sebelum diamanahi sebagai Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Miftachul Akhyar adalah Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur.

 

Yang melekat dari sosoknya adalah pribadi nan santun, lembut dalam bertutur kata, serta tidak membedakan siapa yang diajak bicara.

 

Meskipun memiliki kuasa yang demikian tinggi, namun tidak menjadikan Kiai Miftah, sapaan kesehariannya sok memerintah. Minta dilayani dan sejenisnya.

 

Bergaul dan melayani siapa saja selagi longgar dan tidak menjaga jarak. Termasuk dengan para khadam atau pelayan di kantor PWNU Jawa Timur. Seperti kisah berikut yang ditulis A Afif Amrullah, Ketua PW Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Jawa Timur.

 

Suatu ketika, nada suara telepon Cak Bakar, khadam kantor PWNU Jatim di Raya Masjid Al-Akbar Timur 9 Surabaya berdering.

 

Kriinnnggg.

 

Cak Bakar yang asli Lamongan melihat bahwa nomor penelpon tidak dikenal. Maklum saja, kala itu dia baru beberapa hari mengabdi sebagai khadam. Sehingga belum banyak menyimpan nomor telepon para pengurus.

 

"Halo, assalamu'alakum," jawab Cak Bakar dengan nada tegas.

 

"Wa'alaikumussalam. Sampean masih di kantor PWNU, Cak?" Suara lembut menyaut.

 

"Yo, masih di PW ini. Sebentar lagi pulang,"

 

"Oh, nggih. Kiai Badruddin tadi ke kantor ya? Sekarang sudah pulang apa belum?"

 

"Oalah, yo sudah pulang Pak. Jam segini kok baru tanya. Ini sudah sepi," jawab Cak Bakar, masih dengan suara lantangnya.

 

"Oh, nggih sampun. Maturnuwun. Assalamu'alaikum,"

 

"Yo, wa'alaikumsalam," Cak Bakar mengakhiri pembicaraan tanpa tahu siapa yang menelpon.

 

Keesokan harinya, saat santai di ruang lobby kantor, seseorang mencoleknya dari belakang.

 

"Cek galak'e rek nek ditelpon,"

 

"Nnnggg... nnnggg... nganu Kiai. Ngapunten. Ternyata kemarin panjengan yang telepon. Saestu ngapunten sanget Kiai," jawab Bakar gelagapan sambil mencium tangan kanan pemilik suara itu.

 

Gimana tidak gelagapan. Ternyata yang menelpon kemarin adalah Kiai Miftah, Rais PWNU Jatim.

 

Mendapat perlakuan seperti itu, Kiai Miftah santai-santai aja. Dasarnya memang santun dan rendah hati. Bahkan di lain kesempatan peristiwa serupa kejadian lagi.

 

Itulah hebatnya Cak Bakar. Hanya dia yang berani begitu kepada Kiai Miftah.


Editor:

Nusiana Terbaru