• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Opini

Catatan Muktamar NU, Pandangan Jamiyah terhadap Wawasan Kebangsaan dan Kenegaraan

Catatan Muktamar NU, Pandangan Jamiyah terhadap Wawasan Kebangsaan dan Kenegaraan
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Oleh: Habib Wakidatul Ihtiar*

Sejak awal penyelanggaraannya, pada tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H / 21 Oktober 1926 M, Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) memang dimaksudkan untuk membangun kemaslahatan umat. Setiap keputusan dalam muktamar tidak hanya berorientasi untuk kepentingan internal NU, tetapi lebih ditujukan kepada upaya mewujudkan kebaikan bagi masyarakat luas.
 

Muktamar adalah forum permusyawaratan tertinggi bagi Nahdliyin. Dalam forum muktamar ditetapkan berbagai kebijakan penting dan strategis jamiyah. Meskipun kerap diwarnai dinamika, namun penyelenggaraan muktamar diyakini sebagai momentum penting untuk membawa NU menuju organisasi yang lebih matang, mandiri dan dewasa dalam berkhidmah bagi agama, bangsa dan negara.
 

Dalam catatan, telah banyak rumusan  penting yang ditetapkan oleh para kiai dan muktamirin di forum paling akbar bagi Nahdliyin ini. Ada yang berbentuk keputusan, maupun rekomendasi. Mulai dari prinsip-prinsip moderasi beragama (wasathiyah), pembangunan sosial, peneguhan Pancasila sebagai dasar negara, hingga persoalan-persoalan berskala global.
 

Salah satu keputusan terpenting dalam catatan sejarah muktamar ialah keputusan Muktamar ke-29 NU di Cipasung Tasikmalaya pada 1 Rajab 1415 H/ 4 Desember 1994 M. Dalam keputusan tersebut termaktub tiga poin substansial, yang salah satunya ialah pandangan dan tanggung jawab NU terhadap kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
 

NU meyakini bahwa hubungan antara agama dan negara harus dibangun dengan harmonis. Memposisikan tanggung jawab warganya secara seimbang dan proporsional. Baik tanggung jawab dalam beragama maupun tanggung jawab dalam berbangsa dan bernegara.
 

Hal ini tertuang dalam konsep tri ukhuwah yang terdiri dari: ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama warga negara), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia).
 

Secara lebih spesifik, keputusan Muktamar ke-29 NU tersebut juga meneguhkan sikap dan pandangan NU terhadap wawasan kebangsaan dan kenegaraan. Terdapat empat poin penting dalam sikap dan pandangan NU tersebut, yaitu:
 

1.         Nahdlatul Ulama menyadari bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara, di mana sekelompok orang yang oleh karena berada di wilayah geografis tertentu dan memiliki kesamaan, kemudian mengikatkan diri dalam satu sistem dan tatanan kehidupan merupakan "realitas kehidupan" yang diyakini merupakan bagian dari kecenderungan dan kebutuhan yang fitri dan manusiawi. Kehidupan berbangsa dan bernegara adalah perwujudan universalitas Islam yang akan menjadi sarana bagi upaya memakmurkan bumi Allah dan melaksanakan amanat-Nya sejalan dengan tabiat atau budaya yang dimiliki bangsa dan wilayah itu.
 

2.         Kehidupan berbangsa dan bernegara seyogyanya merupakan langkah menuju pengembangan tanggung jawab kekhilafahan yang lebih besar, yang menyangkut "kehidupan bersama" seluruh manusia dalam rangka melaksanakan amanat Allah, mengupayakan keadilan dan kesejahteraan manusia, lahir dan batin, di dunia dan di akhirat.
 

3.         Dalam kaitan itu, kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah dibangun atas dasar prinsip ketuhanan, kedaulatan, keadilan, persamaan dan musyawarah. Dengan demikian maka pemerintah (umara) dan ulama -sebagai pengemban amanat kekhilafahan- serta rakyat adalah satu kesatuan yang secara bersama-sama bertanggung jawab dalam mewujudkan tata kehidupan bersama atas dasar prinsip-prinsip tersebut.
 

4.         Umara dan ulama dalam konteks di atas, merupakan pengemban tugas khalifah dalam arti menjadi pengemban amanat Allah dalam memelihara dan melaksanakan amanat-Nya dan dalam membimbing masyarakat sebagai upaya memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang hakiki. Dalam kedudukan seperti itu, pemerintah dan ulama merupakan ulil amri yang harus ditaati dan diikuti oleh segenap warga masyarakat.
 

(Baca : Tim LTN PBNU, Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-2015 M, [Surabaya : Khalista, 2019], hal. 889).
 

Keempat poin tersebut telah disepakati oleh para ulama dan Nahdliyin sebagai pilar penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia harus dijaga secara sungguh-sungguh, sehingga tanggung jawab sebagai warga negara dapat tertunaikan dengan sebaik-baiknya.
 

Inilah komitmen luhur Nahdlatul Ulama dalam meneguhkan wawasan kebangsaan dan kenegaraan, dalam diri Nahdliyin khususnya dan seluruh masyarakat pada umumnya. Dan sesuai dengan khittahnya, Nahdlatul Ulama tak akan pernah lelah untuk senantiasa berkontribusi dalam mewujudkan tatanan kehidupan yang maslahah dan diridhai Allah SWT.
 

*Penulis adalah pengajar di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan Pengurus PC LDNU Kabupaten Trenggalek


Editor:

Opini Terbaru