Pendidikan

Buka Seminar Pemikiran Pesantren, Ini Harapan Rektor UIN KHAS Jember

Ahad, 15 September 2024 | 13:00 WIB

Buka Seminar Pemikiran Pesantren, Ini Harapan Rektor UIN KHAS Jember

Rektor UIN KHAS Jember, Prof Hepni Zain (dua dari kiri), saat seminar nasional Pemikiran Pesantren di Lantai 3 Gedung Kuliah Terpadu (GKT), UIN KHAS Jember, Sabtu (14/09/2024). (Foto: NOJ/ Aryudi AR)

Jember, NU Online Jatim

Pusat Studi Pesantren LP2M Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember menggelar Seminar Nasional Pemikiran Pesantren. Acara bertajuk “Penguatan dan Pengembangan Budaya Literasi di Pesantren” ini dipusatkan di Lantai 3 Gedung Kuliah Terpadu (GKT), UIN KHAS Jember, Sabtu (14/09/2024).

 

Seminar hasil kerja sama dengan Ikatan alumni Annuqayah (IAA) Cabang Jember itu menghadirkan dua narasumber, yaitu anggota Majelis Masyayikh Kemenag RI Prof Dr KH Abd A’la dan Wakil Rektor Universitas Annuqayah Sumenep KH M Mushthafa. Sedangkan Rektor UIN KHAS Jember Prof Hepni Zain bertindak sebagai Opening Speech.

 

“Pesantren adalah lembaga pendidikan dan sosial yang terus memberikan kesejukan dalam kondisi apapun, dan memancarkan cahaya di tengah kegelapan,” ujar Prof Hepni.

 

Ia mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir pesantren mengalami euforia yang luar biasa. Pesantren tak lagi dipandang sebelah mata terkait dengan sistem pengajarannya dan kualitas lulusannya.

 

“Alumni pesantren menyebar kemana-mana dan bisa menempati segala posisi, apalagi menjadi tokoh Islam karena fungsi pesantren memang mencetak ulama,” katanya.

 

Walaupun demikian, euforia tersebut perlu diwaspadai agar nilai-nilai budaya pesantren tak hanyut dalam pusaran kemajuan yang dialami pesantren. Menurut Prof Hepni, setidaknya ada hal yang menjadi ciri khas pesantren.

 

Pertama, keagungan akhlak. Ini tidak didapatkan di lembaga lain selain pesantren. Justru dengan keagungan akhlak yang terus terjaga di pesantren, sesungguhnya lembaga ini telah mempertahankan substansi nilai-nilai kemanusiaan.

 

“Jadi pesantren adalah pusat budaya yang menelorkan insan-insan berakhlaq mulia,” tambahnya.

 

Kedua, kedalaman dan keluasan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang ada di pesantren dalam dan luas. Hal ini bisa dilihat dari refensi kitab-kitabnya yang cukup beragam dan berjilid-jilid, yang itu menyangkut ilmu agama maupun ilmu umum dengan referensi kitab kuning pula.

 

“Makanya kemudian muncul tagline: dari pesantren untuk bangsa, dari pesantren untuk dunia,” pungkasnya.

 

Sementara itu, Prof KH Abd A’la menyampaikan pemikirannya berjudul: Urgensi Penguatan Budaya Literasi bagi Masyarakat Pesantren. Menurutnya, yang dimaksud dengan literasi adalah kemampuan membaca dan menulis, serta kemampuan memahami, menganalisis, dan menerapkan informasi secara bijak.

 

“Sedangkan budaya literasi adalah menjadikan literasi sebagai kebiasaan, bagian melekat kehidupan kelompok atau masyarakat,” terangnya.

 

Kiai A’la memaparkan signifikansi budaya literasi bagi santri dan pesantren. Bagi santri, kecintaan kepada literasi di antara manfaatnya adalah dapat memahami agama lebih mendalam, dapat mengembangkan pemikiran yang kritis dan arif.

 

“Bersikap dan berperilaku yang merepresentasikan nilai-nilai etika moralitas luhur,” urainya.

 

Sedangkan bagi pesantren, tutur Kiai A’la, budaya literasi dapat mendorong pesantren berperan lebih besar dalam menjaga jati diri bangsa, pesantren mampu menyebarkan dan membumikan nilai-nilai al-akhlaq al-karimah

 

“Dan ke depan pesantren mampu menjadi simpul dan pusat peradaban bangsa,” tandasnya.