• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 2 Mei 2024

Pendidikan

Kiai Marzuki Tekankan Pentingnya Penguasaan Ilmu Bahasa dan Alat

Kiai Marzuki Tekankan Pentingnya Penguasaan Ilmu Bahasa dan Alat
KH Marzuki Mustamar, Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Kota Malang, yang sekaligus dosen FH UIN Malang. (Foto: NOJ/humas)
KH Marzuki Mustamar, Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Kota Malang, yang sekaligus dosen FH UIN Malang. (Foto: NOJ/humas)

Malang, NU Online Jatim

Dalam menentukan hukum, ada satu kaidah yang harus difahami oleh umat Islam, khususnya para ulama dan pemuka agama yakni dalalat al- iqtiron, dalil-dalil yang menunjukkan kesamaan hukum terhadap sesuatu yang disebutkan bersama dengan sesuatu yang lain.


Hal tersebut disampaikan Dr. KH. Marzuki Mustamar dalam pengajian Ramadhan yang digelar oleh Fakultas Humaniora (FH) Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, Selasa (11/04/2023).


Dalam kegiatan yang digelar di ruang teater FH tersebut, Kiai Marzuki menekankan kembali pentingnya penguasaan ilmu bahasa dan alat untuk membedah makna Al-Qur’an dan al-Hadits dengan benar.


“Harus memperhatikan qorinah kalimat sebelumnya dan selanjutnya, agar makna yang didapat utuh,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Kota Malang, yang sekaligus dosen FH tersebut.


Kiai Marzuki dalam kesempatan tersebut menyinggung fatwa haramnya ziarah, dengan mengacu pada hadits Dan jangan mengencangkan pelana (melakukan perjalanan jauh) kecuali untuk mengunjungi tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, dan Masjidku (Masjid Nabawi). (HR Bukhari).


Kiai kharismatik asal Blitar tersebut menekankan bahwa makna yang masuk dalam konteks, harus lebih dipilih daripada yang keluar dari konteks. Tanpa pengetahuan itu, maka orang akan mudah mengklaim wahm sebagai sebuah kebenaran tunggal.


Dalam konteks hadits di atas terdapat kata pengecualian (istitsna') yang harus difahami bentuk dan fungsinya. Ia menjelaskan bahwa antara mustatsna dan mustatsna minhu harus sejenis (muttasil).


Tidak dianjurkannya kegiatan ziarah dalam hadits di atas, menurut konteksnya adalah masjid, bukan semua tempat yang jauh dilarang sebagai tujuan perjalanan.


“Kalimat di atas dalam konteks masjid, bukan semua tempat yang jauh. Hukum tersebut konteksnya sangat ma'qul. Nabi jihad juga kemana-mana, muridnya Nabi dakwah sampai keluar Arab, berdagang ke Syam pun jaraknya juga ratusan kilo. Ndak apa-apa,” tegasnya.


Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan dapat membuka wawasan dan pengetahuan bagi para peserta mengenai pentingnya ilmu alat dalam bahasa Arab, yakni nahwu dan shorof dalam memahami agama Islam.


Pendidikan Terbaru