• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Keislaman

Mengapa Nabi Muhammad Tak Rela Putrinya Dimadu?

Mengapa Nabi Muhammad Tak Rela Putrinya Dimadu?
Dalam sejarahnya, poligami kerap menimbulkan masalah. (Foto: NOJ/LKw)
Dalam sejarahnya, poligami kerap menimbulkan masalah. (Foto: NOJ/LKw)

Masalah memiliki istri lebih satu, terus menjadi pembicaraan publik. Ada yang dengan santai menerima, namun pada saat yang sama tidak sedikit yang rela bersitegang dan perang argumen menolak poligami.

 

Dalam hadits Bukhari, Abu Daud dan Al-Wadhihah sebuah cerita menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib telah melamar seorang putri Abu Jahal bin Hisyam, lalu Bani Hisyam bin al-Mughirah meminta restu kepada Rasulullah SAW tentang hal itu tetapi beliau tidak memberikan restu kepada mereka.

 

 

Maka keluarlah Rasulullah SAW dalam keadaan marah ke atas mimbar sehingga orang-orang pun berkumpul di sekelilingnya.

 

Setelah mengucapkan puji-pujian kepada Allah SWT, Nabi bersabda: Bani Hisyam bin al-Mughirah telah meminta restu kepadaku untuk menikahkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib tapi aku tidak mengizinkannya, kemudian aku tidak akan mengizinkannya kecuali jika putra Abu Thalib mau menceraikan putriku dan menikahi putri mereka. Karena sesungguhnya putriku itu adalah bagian dariku, akan menggelisahkanku apa yang menggelisahkannya dan menyakitiku apa yang menyakitinya. Sekali-kali tidak akan berkumpul putri nabi Allah bersama putri musuh Allah. Sesungguhnya aku khawatir Fatimah akan mendapatkan fitnah dalam agamanya, namun sesungguhnya tidaklah aku mengharamkan yang halal dan juga tidak menghalalkan yang haram. Tetapi demi Allah, tidak berkumpul putri Rasulullah bersama putri musuh Allah di satu tempat selama-lamanya.

 

 

Ini adalah kasus spesial yang tidak dapat ditiru oleh siapapun mengingat sejarah kelam Abu Jahal dan hubungannya dengan Rasulullah SAW pada masa awal Islam. Juga posisi Abu Jahal dalam surat  al-Lahab seolah merupakan kutukan tiada akhir.  

 

Bentangan sejarah ini menunjukkan betapa poligami dalam Islam semenjak zaman Rasulullah SAW selalu mengandung ‘masalah’. Kalimat Rasulullah SAW: ‘Sesungguhnya tidaklah aku mengharamkan yang halal dan juga tidak menghalalkan yang haram’ seolah merupakan konfirmasi kepada umatnya, bahwa Islam memperbolehkan seorang lelaki memiliki istri lebih daru dua, tetapi harus dengan pertimbangan yang matang. Tidak sekadar pertimbangan rasa keadilan (seperti yang dituntut dalam al-Qur’an), tetapi juga estimasi ketersinggungan keluarga istri pertama.​​


Editor:

Keislaman Terbaru