• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 3 Mei 2024

Rehat

UMRAH RAMADHAN 2023

Pesan Ritual Sai; Di Dunia Ini, Tak Ada yang Mustahil

Pesan Ritual Sai; Di Dunia Ini, Tak Ada yang Mustahil
Banyak hikmah yang dapat dipetik dari rangkaian ibadah umrah, termasuk sai. (Foto: NOJ/Syaifullah)
Banyak hikmah yang dapat dipetik dari rangkaian ibadah umrah, termasuk sai. (Foto: NOJ/Syaifullah)

Makkah, NU Online Jatim

Usai melaksanakan tawaf dan shalat sunah, kemudian meminta maaf kepada orang sekitar, maka tahapan umrah berikutnya adalah mengerjakan ritual sai. Penulis yang melakukan ibadah umrah selama Ramadhan, hanya bisa melakukan dua kali miqat, dan tentu saja dua kali sai.

 

Disebutkan dalam banyak literatur bahwa sai dalam bahasa artinya berjalan. Yakni berjalan kaki dan berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali (bolak-balik) dan sebaliknya. Sedangkan perintah melaksanakan sai dalam ibadah haji dan umrah tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 158: 


اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ
 

Artinya: Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka, siapa beribadah haji ke baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.
 

Pesan dari Ibadah Sai

Ritual sai dalam ibadah haji maupun umrah menyimpan pelajaran atau prinsip kerja persisten,  terus menerus dan berkesinambungan. Sai adalah ritual lari-lari kecil antara bukit Shofa dan bukit Marwah yang dilakukan jamaah haji maupuan umrah.


Jika dilihat dari sisi filosofinya, sai sebenarnya merupakan representasi dari suatu keteguhan serta kesabaran dalam meraih suatu cita-cita yang kelihatannya tidak mungkin berhasil untuk dikerjakan berdasarkan logika manusia. Tetapi hal ini berhasil dikerjakan dengan seizin Allah.

 

Dikisahkan bahwa ibu Hajar, istri Nabi Ibrahim suatu hari berusaha mencari seteguk air di sekitar bukit Shofa, yaitu di gurun pasir yang kering-kerontang serta tanahnya tandus dan gersang. Berdasarkan logika manusia biasa, usaha untuk mendapatkan air di gurun pasir yang kering kerontang kemungkinan besar akan sia-sia belaka. Namun, berkat usaha yang luar biasa yang disertai tawakal, doa, dan usaha keras yang dilakukan berkali-kali, akhirnya usaha ini membuahkan hasil yang menggembirakan.


Hal ini menegaskan bahwa usaha keras dan diulangi berkali-kali menjadi kata kuncinya. Dengan izin Allah, ditemukan sumber air zamzam di tengah gurun pasir yang tandus dan sumber air tersebut hingga kini tidak pernah kering.


Kisah di atas menggambarkan bahwa jika seseorang mempunyai impian atau cita-cita, maka harus diraih dengan kerja keras sambil berdoa. Namun, jika usaha belum berhasil, janganlah cepat menyerah dan putus asa sebelum mencobanya lagi dengan usaha yang lebih keras lagi.


Dalam konteks itu, sering terdengar keberhasilan seseorang yang tidak diraih pada kali pertama melainkan setelah mencoba beberapa kali. Maka pesan dari ibadah sai adalah agar umat Islam harus bekerja keras yang persisten dan pantang menyerah dalam menggapai impian. Pesan ini sejalan dengan ilmu manajemen modern yang menyatakan bahwa salah satu kunci kesuksesan adalah kerja keras yang persisten, yaitu kerja gigih dengan daya tahan yang kuat dalam melakukan suatu usaha secara terus-menerus meskipun ada tantangan atau kesulitan.

 

Napak Tilas Perjuangan

Dalam ibadah haji dan umrah terdapat beberapa kegiatan yang erat hubungannya dengan mengenang kembali dan memerankan apa yang pernah dilakukan para nabi dan orang-orang shalih di masa lalu. Sai misalnya, yaitu berjalan kaki antara bukit Shafa dan Marwah pulang pergi sebanyak tujuh kali, menurut sebagian riwayat, hal seperti itu pernah dilakukan oleh Siti Hajar, ketika ia berusaha mencari air untuk anaknya, Ismail, yang hampir mati karena kehausan.


Hajar dan putranya Ismail yang masih bayi itu, ditempatkan oleh Nabi Ibrahim di suatu daerah, yang sekarang di seputar Masjidil Haram, Makkah. Nabi Ibrahim kemudian kembali ke Palestina setelah menempatkan istri dan anak tunggalnya di daerah itu. Tempat tersebut dulunya berupa dataran rendah atau lembah gersang yang dikelilingi bukit-bukit berbatu yang disebut “Bakkah”. Di sana tidak ada sumber air, tumbuh-tumbuhan, tidak ada tempat untuk bernaung dan tidak berpenghuni.


Nabi Ibrahim merasa sedih meninggalkan istri dan putra tunggal yang amat dicintainya di daerah yang amat gersang itu sehingga beliau mengadu kepada Allah Tuhan Yang Maha-Pengasih dan Maha-Penyayang, yang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya. Ia berkata: Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati, wahai Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur. (QS Ibrahim [14]:37).


Tidak berapa lama setelah Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya Hajar dan anak tunggalnya Ismail, persediaan air yang mereka bawa telah habis. Namun Hajar masih dapat membahagiakan anaknya yang masih bayi itu dengan air susunya yang murni, tetapi karena ia sendiri tidak minum, lama-kelamaan air susunya tidak keluar lagi. Kini ia menatap anak bayinya yang amat dicintainya itu, anak bayi itu berkedip berkali-kali dan mengatupkan matanya hampir mati kehausan.


Sebagai seorang ibu, ia merasakan kesedihan yang luar biasa, hatinya merasa tersayat-sayat dengan sembilu, ia tidak tahan, tidak kuat dan tidak rela melihat anak bayinya yang masih suci itu mengalami kehausan yang amat sangat. Ia kemudian berikhtiar mencari air, berlari antara bukit Shafa dan Marwah sampai 7 kali. Ketika di bukit Marwah dan ia tidak berhasil memperoleh air, ia kembali kepada anaknya, baru kemudian ia mendapati air bening mengalir dekat kaki anaknya. Air itu kemudian ia bendung dengan pasir dan segera diambilnya sebagian untuk anaknya.


Dengan kasih sayang Allah, selamatlah ia dan anaknya dari kehausan. Sumber air tersebut menurut salah satu riwayat kemudian menjadi sumber air zamzam. Air itu amat terkenal, sampai saat ini sumber air Zamzam itu dapat memasok puluhan ribu liter air setiap jam, untuk memenuhi kebutuhan para jamaah haji dan umrah. Air zamzam itu pula merupakan oleh-oleh yang paling penting bagi para jamaah. Setiap kali jamaah haji dan umrah tiba di Tanah Airnya, selalu ditanya oleh penduduk di kampungnya tentang oleh-oleh, berupa air zamzam itu.


Mereka yang melakukan ibadah sai dengan mengibaratkan melakukan napak tilas perjalanan yang dilakukan Siti Hajar, akan dapat menghayati ibadah itu dengan baik. Ia akan merasa terharu, sedih, bahagia, ikhlas dan terbayang padanya keagungan Allah yang senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya bagi semua makhluk-Nya. Nikmat dan karunia-Nya sungguh amat luas tidak terbatas dan tidak terhenti.


Dengan demikian, setiap jamaah haji atau umrah yang memerankan dirinya seperti Hajar, Ismail, Ibrahim dan sebagainya, ibadahnya menjadi bermakna dan berisi. Sebaliknya mereka yang tidak memahami hal itu dengan baik, tidak akan mampu menghayati keagungan ibadah itu sehingga apa yang dilakukannya menjadi kurang bermakna.

 

Menangkap Hikmah

Hikmah di balik peristiwa tersebut, pertama  bahwa kepatuhan Nabiyullah Ibrahim mengalahkan kecintaan apa pun di dunia ini, termasuk kepada keluarga bahkan nyawa. Ini pernah dicontohkan dalam kisah kurban Nabi Ismail.  Sayang, masih banyak hamba Allah yang lebih mengedepankan kecintaan terhadap dunia daripada kecintaan kepada Allah SWT.


Hikmah kedua, bisa diambil pelajaran bahwa dukungan istri yang salihah sangat dibutuhkan, untuk kesuksesan seorang suami dalam memperjuangkan agama dan kebaikan. Maka Siti Hajar ketika ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim tidak melakukan protes, tetapi sangat menerima. Allah tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan tersebut.


Hikmah ketiga, adalah kasih sayang Nabi Ibrahim terhadap keluarganya. Dengan bukti sewaktu meninggalkan keluarga, masih berdoa. Cara memberikan kasih sayang, tidak dengan memanjakan keluarga, tetapi dengan membimbing agar keluarganya patuh perintah Allah SWT.


Yang terakhir, hikmah yang diambil dari kisah keluarga Nabi Ibrahim, akhirnya diabadikan oleh Allah SWT di dalam sai yang sampai sekarang dilakukan oleh seluruh umat Islam di dunia. Ini semua di antara hikmah yang bisa diambil dari kisah dan peristiwa adanya sai yang diawali oleh perintah Allah kepada Nabi Ibrahim dan Siti Hajar beserta Ismail.


Kemampuan setiap hamba untuk dapat menangkap pesan dari ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT sangat bergantung kepada kemampuan masing-masing. Dan hal tersebut tentu saja akan sangat bergantung antara lain dari asupan pengetahuan yang diperoleh. Karenanya, saat melakukan ibadah apa pun, sebaiknya memperkaya diri dengan aneka referensi agar wawasan semakin terbuka dan lengkap. Termasuk ketika akan melakukan umrah saat Ramadhan.


Rehat Terbaru