• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Tapal Kuda

Gus Aab Pertanyakan Perusahaan yang Halangi Karyawan Shalat Jumat

Gus Aab Pertanyakan Perusahaan yang Halangi Karyawan Shalat Jumat
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Jember, KH Abdullah Syamsul Arifin
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Jember, KH Abdullah Syamsul Arifin

Jember, NU Online Jatim

Sejumlah perlakuan terhadap kalangan beragama kerap terjadi di negeri ini. Perbedaan dalam menafsirkan aturan juga kadang menjadi alasan.

 

Hal tersebut seperti kejadian pelarangan salah satu perusahaan kepada buruh lokal muslim untuk beribadah Jumat. Alasan perusahaan setempat karena melaksanakan kebijakan lockdown.

 

Terhadap hal ini, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jember, KH Abdullah Syamsul Arifin memberikan tanggapan. Dalam pandangannya, apa yang dilakukan perusahaan telah melanggar aturan yang ada di negeri ini.

 

Gus Aab, sapaan akrabnya mengatakan bahwa keyakinan dalam beragama sudah diatur dalam undang-undang negara Indonesia. Sehingga, perusahaan dilarang keras menghalangi umat Islam dalam menjalankan ibadah.

 

”Itu adalah hak dasar yang dilindungi undang-undang dan tidak boleh diganggu siapa pun. Termasuk umat Islam untuk melaksanakan shalat lima waktu dan shalat Jumat, serta melaksanakan ibadah haji itu adalah hak dasar,” kata Gus Aab, Selasa (16/02/2021).

 

Dosen pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember tersebut mengatakan, seperti ketika seseorang hendak melaksanakan ibadah haji, maka perusahaan mana pun tidak boleh melarangnya. Termasuk di dalamnya PNS, ASN atau pun kerja di perusahaan lain.

 

”Termasuk umat Katolik ketika hendak ke gereja maupun ke Roma,” jelasnya.

 

Lebih lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Darul Arifin ini menjelaskan permasalahan yang sering muncul di Indonesia adalah perbedaan waktu ibadah antar umat beragama. Sehingga yang perlu dilakukan perusahaan ialah menyesuaikannya.

 

”Sering muncul umat Islam kenapa, sebab umat Katolik maupun kristiani, mereka pergi ke gereja di hari Sabtu dan Minggu dan itu hari libur kerja. Sementara ibadahnya umat Islam berada pada hari kerja termasuk ibadah shalat Jumat, jadi yang sering bermasalah umat Islam,” jelasnya.

 

Gus Aab menerangkan, pihaknya tidak membedakan antara umat muslim dan non-muslim. Semua perusahaan selama menghargai hak dasar orang lain, maka akan menghargai cara beribadah pekerjanya.

 

“Kita tidak akan mempersoalkan seandainya non-muslim. Tapi, itu bukan alasan justru non-muslim pun harus mendapatkan hak-hak dasar para pekerjanya,” terangnya.

 

Seharusnya kata Gus Aab, perusahaan mendorong pekerjanya rajin beribadah. Sehingga, hal tersebut secara tidak langsung akan menjadi pribadi yang terpercaya dan jujur.

 

“Sebab ketika seseorang rajin beribadah, untuk melakukan kebohongan peluangnya kecil. Karena mereka memiliki kesadaran transendental, apapun agamanya dan ibadahnya,” ujarnya.

 

Gus Aab menyebut, NU memiliki lembaga Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi). Organisasi sayap NU ini khusus menangani buruh yang nantinya akan menangani dan mendampingi masalah serta melakukan pendampingan sampai tuntas agar hak-haknya terpenuhi.

 

“Kalau nanti di sana tidak segera dilakukan perbaikan dan permintaan maaf terhadap yang mereka lakukan tentu kita akan melakukan tuntutan secara aspek hukum dengan bukti-bukti yang sudah ada,” tegas dia.

 

Gus Aab mengimbau bahwa perusahaan dan pekerja terikat hak dan kewajiban. Karena itu hendaknya masing-masing melaksanakan kewajiban, yakni pekerja melaksanakan kewajiban dengan baik, maka perusahaan wajib memberikan hak pekerja.

 

“Seharusnya antara perusahaan dan pekerja harus saling memahami dan pekerja bekerja sesuai dengan kewajibannya serta perusahaan tidak mengebiri hak-hak pekerjanya,” pungkas dia.


Editor:

Tapal Kuda Terbaru