Matraman

Tujuh Fondasi Fiqih Peradaban Songsong 1 Abad NU

Ahad, 20 November 2022 | 10:00 WIB

Tujuh Fondasi Fiqih Peradaban Songsong 1 Abad NU

Agus H Zahro Wardi saat Halaqah Fiqih Peradaban. (Foto: NOJ/ Madchan Jazuli)

Trenggalek, NU Online Jatim
Perumus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, Agus H Zahro Wardi menjelaskan, setidaknya ada tujuh fondasi utama forum Fiqih Peradaban dalam menyongsong 1 abad NU.


Penegasan tersebut disampaikan saat Halaqah Fiqih Peradaban yang dipusatkan di Pondok Pesantren Bumi Hidayah At-Taqwa, Pogalan, Trenggalek, Sabtu (19/11/2022). Halaqah Fiqih Peradaban tersebut digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk mewadahi masukan dari pengasuh pondok pesantren untuk disampaikan dalam Muktamar Peradaban.


"Pertama, memahami Ahlussunnah wal Jamaah. Karena untuk mengkontekstualisasikan turats agar tidak keblabasan menjadi liberal, tidak meninggalkan tasawuf, pun juga akidah," ungkapnya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Kedua, adalah harus memahami NU. Sebab, bagaimana bisa memahami peradaban apabila belum sama sekali mengetahui wadah untuk berkontribusi dalam peradaban dunia, baik melalui visi dan misi, hingga Anggaran Dasar dan Aturan Tumah Tangga (AD/ART).


Ketiga, yaitu memahami Islam Nusantara. Islam Nusatara yang telah dirumuskan pada 2015 bukanlah sebuah madzhab baru, melainkan posisi umat Islam yang bertepatan di Nusantara.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


"Bukan madzhab baru. Dan islam di sini (Indonesia) tidak sama dengan Islam di luar Indonesia. Seperti mengejawantahkan cara menutup aurat bagi perempuan," papar Komisi Fatwa MUI Jatim ini.


Keempat, adalah memahami fiqih kebangsaan. Menurut alumnus Pondok Pesantren Lirboyo Kediri ini fiqhul khadoroh di atasnya merupakan fiqhul wathonan.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


"Kelima, memahami Indonesia secara geografis. Keenam, memahami dunia dan bangsa, agar peradaban ini tidak alergi dengan cara pandang dan tidak terlalu berlebihan," imbuhnya.


Ketujuh, yakni memahami dan menyesuaikan hidup di era 5.0. Hal tersebut sangat beralasan karena selama ini permasalahan-permasalahan yang terjadi pada masa para Nabi dan sekarang sangatlah berbeda.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


"Kalau di dalam turats tidak ada atau tandhir masail. Maka diputuskan untuk mengambil metode istinbat jamaah. Jadi, ketika tandir naqlul qaul tidak ditemukan, memakai istinbat bayani dan coba dikontekstualisasi yang sekiranya bisa dibuat hukum," tandasnya.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND