Opini

Menjaga Marwah Ulama: Seruan Kembali ke Khittah Perjuangan Kader

Sabtu, 17 Mei 2025 | 14:00 WIB

Menjaga Marwah Ulama: Seruan Kembali ke Khittah Perjuangan Kader

Ketua PW GP Ansor Jawa Timur, H Musaffa Safril. (Foto: NOJ/ Istimewa)

Oleh: Musaffa Safril *)

 

Dalam dinamika kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara, menjaga kehormatan (baca: marwah) ulama merupakan bagian integral dari upaya menjaga stabilitas sosial. Nahdlatul Ulama (NU) berikut organ-organ di dalamnya seperti Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser), memegang teguh mandat historis untuk menjaga keutuhan bangsa dan martabat ulama, terutama para kiai NU yang menjadi panutan umat.

 

GP Ansor dan Banser bukanlah sekadar “pasukan” pengamanan. Ia adalah penjaga warisan, pemelihara tradisi, dan pengawal para ulama pewaris nabi. Namun, belakangan ini muncul fenomena yang memprihatinkan: eskalasi konflik di tengah masyarakat, terutama di akar rumput, semakin meningkat. Ironisnya, eskalasi tersebut turut “menyasar” wibawa para ulama. Infiltrasi ideologi dan loyalitas terhadap organisasi di luar NU mencederai adab dan tradisi ulama.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

 

Baru-baru ini, Pimpinan Cabang GP Ansor Kota Surabaya melayangkan surat permohonan tabayun (klarifikasi) kepada salah satu tokoh/pendakwah sebagai bagian dari upaya menjaga marwah tersebut. Permohonan tabayun ini karena dalam video ceramahnya yang beredar dianggap menyinggung Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar. Dalam video tersebut, tokoh/pendakwah tersebut menuduh Rais Aam PBNU telah menabrak syariat Islam dan menggiring opini untuk memprovokasi publik.

 

Hujatan terhadap sesepuh NU tidak hanya menyalahi etika, tapi juga keluar dari akhlak keulamaan yang selama ini menjadi standar moral dan tradisi yang dijunjung tinggi oleh para Nahdliyin. Tentu, hujatan yang demikian tidak dapat dibenarkan, sebab hujatan atau kritik tanpa adab bukan jalan para ulama. Mencintai ulama dan ahlul bait (habaib, syarif, sayyid) merupakan tradisi NU (Nahdliyin) meski ada perbedaan pendapat. Ikhtilaf al-aimmah rahmah adalah ungkapan yang sering digunakan. Perbedaan pendapat dalam hal-hal yang bersifat furu’ adalah sesuatu yang wajar dan bahkan bisa jadi memberikan manfaat lebih bagi umat Islam. 

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 

Dalam tradisi ilmiah dan keorganisasian, perbedaan menjadi hal yang biasa. Namun mencaci maki sesepuh, apalagi tokoh sekelas Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, tidak dapat dibenarkan dan bukan bagian dari tradisi NU.

 

Kembali ke Khittah Perjuangan Kader
GP Ansor dan Banser didirikan bukan semata-mata sebagai organisasi paramiliter, tetapi sebagai manifestasi dari semangat keislaman yang berpijak pada prinsip-prinsip nasionalisme dan tradisi keulamaan. GP Ansor dan Banser bukan milik individu atau kelompok tertentu. Ia adalah alat perjuangan NU untuk menjaga stabilitas umat, keamanan pesantren, dan ketertiban masyarakat dari berbagai ancaman, baik fisik maupun ideologis.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

 

Loyalitas GP Ansor dan Banser sejak awal adalah kepada ulama NU, khususnya kepada Rais Aam sebagai pemimpin tertinggi dalam struktur keulamaan. Ketika loyalitas itu mulai goyah, maka arah perjuangan GP Ansor dan Banser pun terancam menyimpang.

 

Saya tadi menyebut, GP Ansor dan Banser bukanlah sekadar pasukan pengamanan. Tugas utamanya adalah menjaga warisan, tradisi, dan pengawal para ulama sebagai warasatul anbiya’. Sebab, dalam tradisi Ahlussunnah wal Jamaah yang dipegang teguh oleh NU, ulama memiliki kedudukan istimewa. Mereka bukan hanya pengajar agama, tetapi penjaga moralitas umat, penuntun arah hidup masyarakat, dan pengawal spiritual bangsa. Maka menjaga ulama adalah bagian dari menjaga agama dan peradaban.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 

Rais Aam PBNU bukan sekadar jabatan struktural, tetapi posisi moral dan spiritual tertinggi dalam struktural jamiyah NU. Menyerang Rais Aam berarti merusak kesatuan umat dan memecah wibawa ulama. GP Ansor dan Banser harus berdiri paling depan dalam menghadapi kelompok-kelompok yang ingin meruntuhkan otoritas keulamaan NU, baik secara fisik, wacana, maupun simbolik.

 

Keterlibatan kader-kader GP Ansor dan Banser dengan organisasi apapun yang menyerang otoritas keulamaan NU merupakan bentuk pengkhianatan terhadap khittah perjuangan. Kader GP Ansor dan Banser harus senantiasa waspada terhadap infiltrasi dan tidak tergoda oleh narasi-narasi keras serta upaya mobilisasi emosi umat yang hanya berujung pada menebar kebencian terutama kepada para ulama.

 

Oleh sebab itu, saya selaku Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur menyerukan kepada seluruh kader. Pertama, kembali ke khittah perjuangan. Kita harus selalu ingat sumpah dan niat awal saat menjadi bagian dari kader GP Ansor dan Banser. Bahwa, setiap langkahmu adalah untuk membela ulama, menjaga pesantren, dan merawat NKRI.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 

Kedua, jauhi kelompok yang memecah belah umat. Kader GP Ansor dan Banser tidak perlu terlibat, apalagi fanatik terhadap kelompok yang mencaci maki Rais Aam PBNU. Tak ada perjuangan suci yang lahir dari kedurhakaan terhadap ulama.

 

Ketiga, rawat tradisi, jaga adab. Kader GP Ansor dan Banser harus menjadi garda terdepan dalam menjaga adab kepada ulama. Kita tidak boleh tergoda oleh narasi keras dan ajakan konfrontatif yang hanya menebar kebencian.

 

Keempat, bangun kembali loyalitas kepada NU. Perkuat kembali ikatan batin dan struktural dengan NU. Ikutlah pengajian-pengajian kiai NU, hadiri forum-forum resmi GP Ansor dan Banser, serta ikuti arahan organisasi.

 

Kelima, tegakkan komando dan disiplin organisasi. Jangan bergerak di luar garis instruksi dan komando organisasi. GP Ansor dan Banser adalah entitas disiplin. Menjunjung tinggi arahan dari pimpinan organisasi serta selalu menjaga kesatuan barisan.

 

Akhirnya, kader GP Ansor dan Banser adalah penjaga warisan para kiai. Jangan biarkan warisan itu direbut atau dihancurkan oleh kelompok yang tak memahami nilai-nilainya. Jalan kita adalah jalan pengabdian, bukan jalan kekuasaan atau ambisi pribadi. Jalan kita adalah jalan para santri, jalan pengikut ulama, bukan jalan para pembangkang yang merasa lebih tahu dari guru-gurunya.

 

Saat ini adalah waktu yang tepat untuk kembali meneguhkan barisan. Jangan biarkan GP Ansor dan Banser dipecah belah. Jangan biarkan kiai dikhianati oleh anak-anak didiknya sendiri. Mari kita bersatu kembali, menegakkan komando, dan menjaga marwah ulama NU dengan sepenuh hati.

 

Laa hawla wa laa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim.

 

*) H Musaffa Safril, Ketua PW GP Ansor Jawa Timur.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND