• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Jujugan

Daftar 5 Wisata Religi Terpopuler di Pacitan

Daftar 5 Wisata Religi Terpopuler di Pacitan
Sarean Gede, Semanten jadi salah satu wisata religi terpopuler di Pacitan. (Foto: Dok Tremas TV)
Sarean Gede, Semanten jadi salah satu wisata religi terpopuler di Pacitan. (Foto: Dok Tremas TV)

Pacitan, NU Online Jatim

Destinasi Wisata di Kabupaten Pacitan selama ini masih didominasi oleh wisata alam. Di antaranya wisata Pantai Klayar, Pantai Watu Karung, Pantai Srau, Goa Gong, Pantai Banyu Tibo, Pantai Soge, Pantai Kasap dan lain sebagainya.

 

Jika berkunjung ke Pacitan, tidak salah jika meluangkan waktu untuk melakukan Wisata Religi. Mengingat, di Pacitan terdapat makam ulama besar yang dikenang dan dihormati karena jasanya menyebarkan Islam serta perjuangannya bagi masyarakat.

 

Makam-makam tersebut dirawat, dijaga, serta diziarahi hingga saat ini. Beberapa di antaranya dikunjungi banyak peziarah dari dalam dan luar kota, bahkan luar Pulau Jawa. Makam-makam tersebut menjadi saksi sejarah masa lalu para ulama dan wali yang didapuk sebagai penyebar agama Islam. Berikut ini daftar wisata religi yang populer di Pacitan.

 

Sarean Gede Semanten

Sarean Gede Semanten, Desa Semanten, Kecamatan/Kabupaten Pacitan merupakan tempat dimana ulama besar Pacitan dimakamkan, yakni KH Abdul Manan Dipomenggolo. Mbah Abdul Manan Dipomenggolo merupakan murid dari KH Hasan Besari Ponorogo yang menjadi tonggak pendidikan pesantren tertua di Pulau Jawa saat itu.

 

Mbah Abdul Manan wafat sekitar tahun 1700 an silam. Sebelum pergi Al-Azhar Kairo untuk menuntut ilmu dan kemudian mendirikan pesantren yang menjadi tonggak berdirinya Perguruan Islam Pondok Tremas, Arjosari, Pacitan. Perjuangan dan peranan Mbah Abdul Manan dalam mengemban amanah menyebarkan syariat Islam diakui dunia hingga saat ini.

 

Selain menjadi jujukan para peziarah, baik lokal maupun luar daerah, di Sarean Gede Semanten setiap tahun juga digelar haul untuk memperingati wafatnya KH Abdul Manan.

 

Makam Mbah Kethok Jenggot

Makam Mbah Kethok Jenggot merupakan salah satu tempat bersejarah di Dusun Kulak, Desa Tremas, Kecamatan Arjosari. Konon ribuan tahun lalu dengan kesaktiannya ia membabat alas dan membuka tanah Desa Tremas.

 

Mbah Kethok Jenggot yang memiliki nama muda Raden Bagus Sudarmaji, merupakan punggawa Keraton Surakarta Hadiningrat. Berkat Raden Bagus Sudarmaji inilah pemberontakan Adipati Banteng Wareng berhasil ditumpas. Selain itu, Raden Bagus Sudarmaji juga memiliki pusaka tongkat yang terbuat dari Pucang Kalak di saat semedi di bawah pohon dengan memegang tongkatnya.

 

Akhirnya ia wafat dengan cara musno atau menghilang dengan raganya dan sekarang daerah tersebut dikenal dengan Dusun Kulak. Sebagai informasi, Raden Bagus Sudarmaji mempunyai jambang yaitu jenggot panjang yang tidak bisa dipotong. Akhirnya dikenal dengan sebutan Mbah Kethok Jenggot oleh masyarakat.

 

Hingga saat ini, pusara makam Mbah Kethok Jenggot pada hari-hari tertentu mengeluarkan pancaran cahaya yang hanya dapat dilihat orang-orang tertentu. Makam Mbah Kethok Jenggot ditetapkan menjadi cagar budaya oleh Keraton Surakarta Hadiningrat beberapa waktu lalu.

 

Makam Kanjeng Jimat

Makam Kanjeng Jimat ini berada di Dusun Kebonredi, Desa Tanjungsari, Kecamatan/Kabupaten Pacitan. Situs bersejarah ini juga menjadi jujugan wisatawan religi dari mancanegara. Paling ramai adalah saat menjelang Ramadhan. Selanjutnya hari-hari usai Idul Fitri. Sedangkan kunjungan rutin yang kerap dilakukan peziarah biasanya pada malam Jumat.

 

Tak hanya bagi mereka yang hendak berziarah, makam yang berada di Giri Sampurno ini juga menjadi pilihan saat seseorang ingin menjauhkan diri dari hiruk pikuk kehidupan modern. Suasana sepi serta hawa yang sejuk membuat pikiran tenang. Belum lagi kadar oksigen di puncak bukit melimpah membuat tubuh terasa lebih bugar, sehingga menjadikan suasana rohani semakin fokus kepada Tuhan.

 

Seperti diketahui, Kanjeng Jimat merupakan Bupati Pacitan ketiga yang dilantik menggantikan Setroketipo, bupati sebelumnya. Gelar Jogokaryo pun melekat selama sang tokoh memangku jabatan tertinggi di belahan pesisir selatan Pulau Jawa.

 

Kanjeng Jimat juga dikenal sebagai penyebar agama Islam yang berasal dari daerah Arjowinangun. Sebuah perkampungan di timur Sungai Grindulu yang belakangan berdiri Pondok Pesantren Nahdlatus Suban.

 

Makam dan Menara NU Mbah Umar Tumbu

KH Umar Tumbu dikenal sebagai ulama kharismatik pendakwah tersohor dengan nama asli Umar Sahid di Desa Jajar, Kecamatan Donorojo. Rupanya, ia memiliki warisan penting berupa mercusuar atau menara NU yang layak untuk dikunjungi wisatawan religi.

 

Masyarakat pasti sudah tahu tentang perjalanan KH Umar Tumbu yang wafat pada 4 Januari 2017 silam. Semangat perjuangannya diabadikan dalam bangunan mercusuar. Mercusuar tersebut memiliki makna filosofis kokohnya ideologi NU seperti karang.

 

Perlu diketahui, KH Umar Tumbu wafat dalam usia 114 tahun. Pada masa remajanya, ia menjadi murid KH Dimyathi Abdullah di Pesantren Tremas Arjosari Pacitan. Selain menara NU warisan Mbah Umar Tumbu, makamnya yang berada di belakang asrama Pondok Pesantren Nurrohman yang ia asuh kini menjadi jujukan wisatawan dari berbagai daerah, terlebih saat bulan Ramadhan.

 

Makam Kiai Santri

Makam Kiai Santri terletak di Dusun Mojo, Desa/Kecamatan Punung, kurang lebih 1,5 kilometer ke arah utara dari terminal angkutan umum.

 

Disarikan dari buku Babad Mojo karya R Ganda Wardaya, 1935, Kiai Santri merupakan orang saleh yang dikenal sebagai salah satu penyebar agama Islam dan penguasa wilayah Maling Mati era Kerajaan Majapahit. Konon, Raja Majapahit memiliki 135 putra yang tersebar ke beberapa penjuru.

 

Kesucian Kiai Santri teruji saat ia dituduh berbuat serong dengan Dewi Ratri istri Ki Ageng Mojo. Tanda kesuciannya adalah darah yang keluar berbau wangi dan berwarna putih setelah ditusuk menggunakan sebuah keris lantaran tak berdosa.

 

Situs makam ini pertama direnovasi tahun 2020 lalu oleh para tokoh setempat. Selain menjadi jujukan peziarah, kini setiap malam tertentu area makam Kiai Santri kerap dimanfaatkan warga melakukan rutinitas keagamaan. Untuk mengenang Kiai Santri, warga melakukan upacara adat Nyadran yang masih dilestarikan sampai sekarang.


Jujugan Terbaru