• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Rabu, 24 April 2024

Keislaman

3 Sikap Terpuji yang Hendaknya Dilakukan saat Ditimpa Bencana

3 Sikap Terpuji yang Hendaknya Dilakukan saat Ditimpa Bencana
Setidaknya ada 3 adab yang hendaknya dilakukan umat Islam dan Nahdliyin saat terjadi bencana. (Foto: NOJ/Madchan Jazuli)
Setidaknya ada 3 adab yang hendaknya dilakukan umat Islam dan Nahdliyin saat terjadi bencana. (Foto: NOJ/Madchan Jazuli)

Saudara kita di sejumlah kawasan tengah dilanda bencana. Di Lumajang, gunung Semeru kembali erupsi. Demikian pula gempa menimpa kawasan Jember dan Blitar. Belum lagi banjir di sejumlah kawasan yang masih terjadi. Lantas, bagaimana sikap terbaik saat ditimpa musibah tersebut?


Tidak ada yang menginginkan bencana alam seperti gempa, banjir, angin topan, dan semisalnya, akan menimpa kawasan di negeri ini. Datangnya pun secara tiba-tiba, serta di luar prediksi. Dan ketika hal tersebut terjadi, tentu saja membuat panik warga yang mengalaminya. Yang terpikir hanya menyelamatkan diri dan keluarga bagaimana pun caranya. 


Meskipun demikian, sebagai seorang muslim dalam kondisi apapun tentu hendaknya tetap dapat mengambil sikap terbaik dan penuh adab islami. Demikian pula dalam kondisi bencana yang datang mendadak. Berikut 3 adab utama yang dilakukan saat terjadi bencana menurut Islam.


1. Menyelamatkan Diri 
Bahkan orang yang dalam kondisi melaksanakan shalat fardhu pun boleh untuk membatalkan shalatnya demi menghindarkan dirinya dari ancaman bencana.  Dalam konteks ini terdapat riwayat sebagai berikut: 


 إِذَا رَجُلٌ يُصَلِّي وَإِذَا لِجَامُ دَابَّتِهِ بِيَدِهِ فَجَعَلَتْ الدَّابَّةُ تُنَازِعُهُوَجَعَلَ يَتْبَعُهَا ...(رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ


Artinya: Seketika itu ada seseorang (sahabat Abu Barzah al-Aslami RA) yang sedang shalat dan tali kendali hewan tunggangannya (dipegang) di tangannya, lalu tiba-tiba hewan itu menyeretnya dan ia pun mengikutinya ... (Riwayat Al-Bukhari) 


Dari hadits inilah kemudian para ulama memahami bahwa untuk menjaga keselamatan segala hal yang dikhawatirkan merusak, baik benda maupun lainnya, maka seseorang boleh memutus atau membatalkan shalat. (Lihat: Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘Asqallani, Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1379 H], juz III, halaman: 82). 


Bahkan menurut Syaikh Izzuddin ibn Abdissalam (577-660 H/1181-1262 M) pakar fiqih Syafii asal Damaskus, upaya penyelamatan jiwa harus diprioritaskan daripada pelaksanaan shalat, sebab menyelamatkan jiwa lebih utama daripada shalat dan sebenarnya keduanya dapat tercapai dengan menyelamatkan jiwa terlebih dahulu kemudian baru melakukan shalat meskipun qadha. Sebab tidak diragukan lagi bahwa kemaslahatan shalat tepat waktu tidak lebih unggul, bahkan tidak bisa dianggap selevel dengan kemaslahatan penyelamatan jiwa seseorang. (Lihat: ‘Izzuddin Abdul Aziz bin Abdissalam, Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, [Beirut, Darul Ma’arif: tanpa catatan tahun], juz I, halaman: 57). 


2. Merendahkan Diri kepada Allah 
Hal tersebut dapat dilakukan antaran lain dengan berdoa untuk keselamatan dan kebaikan sesuai dengan bencana yang terjadi. Hal ini berdasarkan hadits: 


 كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَصَفَتِ الرِّيحُ قَالَ:اَللهم إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ. (رَوَاهُ مُسْلِمٌ


Artinya: Nabi SAW ketika ada angin bertiup sangat kencang beliau berdoa: Ya Allah, sungguh aku memohon kepadamu kebaikan angin, kebaikan apa yang ada di dalamnya dan kebaikan apa yang dikirimkan dengannya; dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya, dari keburukan apa yang ada di dalamnya dan keburukan apa yang dikirimkan dengannya. (HR Muslim). 

 

3. Lakukanlah Shalat Sunah Mutlak
Hal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan shalat mutlak sebanyak dua rakaat secara sendirian. Karena hal ini berdasarkan hadits dan ijtihad para ulama, sebagaimana Ibn al-Muqri (755-837 H/1354-1433 M) pakar fiqih Syafi’i asal Yaman yang dikutip oleh Syekh Nawawi al-Bantani sebagai berikut: 


 يُسَنُّ لِكُلِّ أَحَدٍ أَنْ يَتَضَرَّعَ بِالدُّعَاءِ وَنَحْوِهِ عِنْدَ الزَّلَازِلِ وَنَحْوِهَا كَالصَّوَاعِقِ وَالرِّيحِ الشَّدِيدِ وَالْخُسُفِ، وَأَنْ يُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ مُنْفَرِدًا كَمَا قَالَهُ ابْنُ الْمُقْرِي لِئَلَّا يَكُونَ غَافِلًا، لِأَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَصَفَتِ الرِّيحُ قَالَ:اَللهم إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا


Artinya: Disunahkan bagi setiap orang untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan berdoa dan semisalnya, ketika terjadi gempa bumi dan semisalnya, seperti petir dan angin yang dahsyat dan gerhana; dan disunnahkan juga untuk shalat (sunah) di rumahnya secara sendirian sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Muqri, agar tidak lalai, berdasarkan hadits bahwa Nabi SAW ketika ada angin bertiup sangat kencang berdoa: Ya Allah, sungguh aku memohon kepadamu kebaikan angin... (Lihat: Muhammad bin Umar bin Ali bin Nawawi Al-Jawi, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman: 105). 

 

Artikel diambil dariTiga Adab Utama saat Bencana

 

Demikian 3 adab utama bagai seorang muslim ketika mengalami bencana yang datangnya tak disangka-sangka. Dalam kondisi apa pun idealnya seorang muslim tetap ingat terhadap Allah SWT dan berharap musibah segera sirna dan digantikan dengan aneka nikmat. Wallahu a‘lam.


Editor:

Keislaman Terbaru