• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Keislaman

Benarkah Lukisan dan Wayang Haram? Berikut Penjelasannya

Benarkah Lukisan dan Wayang Haram? Berikut Penjelasannya
Wayang memiliki konstruksi yang unik, tidak bisa disebut sebagai manusia (Foto: NOJ/Pinterest.com)
Wayang memiliki konstruksi yang unik, tidak bisa disebut sebagai manusia (Foto: NOJ/Pinterest.com)

Lukisan atau gambar penghias rumah merupakan hal yang jamak dijumpai di tengah masyarakat. Lukisan dan gambar pun bervariasi; gambar tokoh, potret diri, hewan, pemandangan, ragam gambar yang disesuaikan dengan desain interior rumah.
 

Hal ini tentu memicu pertanyaan bolehkah bagi umat Islam menyimpan, membuat berbagai gambar dan lukisan dalam rumahnya?  Berikut dua hadits yang menjadi dasar larangan menyimpan, membuat gambar atau lukisan:
 

 لا تَدْخُلُ المَلائِكَةُ بَيْتًا فيه كَلْبٌ ولا تَصاوِيرُ
 

Artinya: Malaikat tidak masuk pada rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar (HR. Bukhari).
 

Hadits lainnya berasal dari Baihaqi:


إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ 


Artinya: Sesungguhnya Malaikat tidak masuk pada rumah yang terdapat gambar di dalamnya (HR. Baihaqi).
 

Bila mengacu pada kedua teks hadits di atas, dapat dipahami bahwa menyimpan gambar atau lukisan di dalam rumah merupakan sebuah larangan agama. Namun, terdapat hadits lain yang menginformasikan bahwa menyimpan gambar di dalam rumah dapat ditolerir, seperti hadits berikut ini:
 

عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ اللهِ ، أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى أَبِي طَلْحَةَ الأَنْصَارِيِّ يَعُودُهُ فَوَجَدَ عِنْدَهُ سَهْلَ بْنَ حُنَيْفٍ فَأَمَرَ أَبُو طَلْحَةَ إِنْسَانًا يَنْزِعُ نَمَطًا تَحْتَهُ ، فَقَالَ لَهُ سَهْلٌ : لِمَ تَنْزِعُهُ ؟ قَالَ : لأَنَّ فِيهِ تَصَاوِيرَ ، وَقَدْ قَالَ فِيهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَدْ عَلِمْتَ ، قَالَ : أَلَمْ يَقُلْ إِلاَّ مَا كَانَ رَقْمًا فِي ثَوْبٍ ، قَالَ : بَلَى ، وَلَكِنَّهُ أَطْيَبُ لِنَفْسِي
 

Artinya: Diriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bahwa ia mengunjungi Abu Talhah al-Anshari untuk menjenguknya. Di sana terdapat Sahal bin Hunaif, lalu Abu Thalhah memerintahkan seseorang untuk melepaskan tikar yang ada di bawahnya, melihat hal tersebut, Sahal bertanya: Kenapa engkau melepasnya?, Abu Talhah menjawab: Sebab pada tikar itu terdapat gambar, dan Rasulullah telah mengatakan tentang larangan menyimpan gambar, seperti halnya yang engkau tahu.
 

Bukankah Rasulullah mengatakan: Kecuali gambar yang ada di pakaian? sanggah Sahal. Iya memang, tapi melepaskan (tikar bergambar) lebih menenteramkan hatiku, ungkap Abu Thalhah (HR. An-Nasa’i).
 

Bertumpu dari hadits di atas, para ulama berbeda pendapat dalam persoalan lukisan atau gambar yang dilarang oleh agama, baik membuat ataupun menyimpannya. Lantas keharaman menyimpan atau membuat gambar yang seperti apa? 
 

Para ulama sepakat atas keharaman menyimpan atau membuat suatu gambar ketika memenuhi lima kategori seperti yang dituturkan oleh Sayid Muhammad Alawi al-Makki al-Maliki dalam Fatawa wa Rasail (1328 H -1391 H). Hal. 212-213 :
 

فَعلِمَ أن المجمع عَلىَ تحريمِهِ مِنْ تَصوِيْر الأكْوانِ مَا اجتَمَعَ فيهِ خَمسة قيودٍ عندَ أولي العِرفانِ
 

Artinya: Maka dapat dipahami bahwa gambar yang disepakati keharamannya adalah gambar yang terkumpul di dalamnya lima hal. 
 

أولُها ؛ كونُ الصورَةِ للإنسانِ أو للحيوانِ
 

Pertama, gambar atau lukisan itu berupa manusia atau hewan (yang dibuat secara sempurna). 
 

ثانيها ؛ كونُها كَاملة لم يعمل فيهَا ما يمنَع الحَياةَ مِنَ النقصانِ كَقطع رَأسٍ أو نصفٍ أو بطنٍ أو صدرٍ أو خرق بطنٍ أو تفريقِ أجزاءٍ لِجِسْمانِ 
 

Kedua, gambar atau lukisan itu membentuk sempurna, tidak terdapat hal yang mencegah hidupnya gambar tersebut, seperti kepala yang terbelah, separuh badan, perut, dada, terbelahnya perut, terpisahnya bagian tubuh.
 

ثالثها ؛ كونها في محلٍ يعظمُ لاَ في محلٍّ يُسام بالوطءِ والاِمتِهان 
 

Ketiga, gambar atau lukisan tersebut berada di tempat yang dimuliakan, bukan berada di tempat yang biasa diinjak dan direndahkan.
 

رابعها ؛ وُجودُ ظِلٍّ لَها في العِيان
 

Keempat, secara kasat mata terdapat bayangan dari gambar atau lukisan tersebut
 

 خامسها ؛ أن لا تكونَ لِصغارِ البناَنِ مِن النِّسوَانِ
 

Kelima, gambar, atau lukisan itu bukan diperuntukkan anak-anak (kecil) perempuan. 
 

فإن انتفى قيد من هذه الخمسة . . كانت مما فيه اختلاف العلماء الأعيان . فتركها حينئذ أورع وأحوط للأديان 
 

Jika salah satu dari kelima hal di atas tidak ada, maka hukumnya masuk wilayah perdebatan di kalangan para ulama (ikhtilaf). Namun meninggalkan hal yang diperselisihkan (ikhtilaf) itu lebih wara' dan lebih hati-hati dalam beragama.


Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keharaman menyimpan, membuat gambar yang disepakati oleh para ulama hanya berlaku pada gambar atau lukisan makhluk hidup yang memiliki bentuk (jism) atau memiliki bayangan dan diagungkan oleh pemiliknya, seperti patung misalnya. Sedangkan selain gambar dengan kriteria tersebut, ulama berbeda pendapat dalam menghukuminya, sebagian ulama menghalalkan dan sebagian ulama yang lain mengharamkannya. 
 

Dengan melihat dari referensi di atas, gambar atau lukisan selama tidak mengandung kelima hal di atas, masuk wilayah yang masih diperdebatkan (ikhtilaf) di antara ulama, sebab umumnya lukisan dan gambar yang dipajang di rumah-rumah seperti foto, gambar, lukisan para ulama, tidak memiliki bayangan, bahkan berbentuk datar, gepeng.
 

Hal ini sama dengan wayang yang dibuat dengan konstruksi unik seperti tangan memanjang melebihi dengkul, tubuh gepeng, yang tidak bisa dikategorikan sebagai manusia maupun binatang, karena realitanya tidak ada manusia atau binatang dengan tubuh seperti itu. 


Editor:

Keislaman Terbaru