• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 18 April 2024

Keislaman

Isra’ Mi’raj dan Upaya Meningkatkan Kualitas Shalat

Isra’ Mi’raj dan Upaya Meningkatkan Kualitas Shalat
Peringatan Isra' Mi'raj hendaknya dapat meningkatkan kualitas shalat. (Foto: NOJ/NU Network)
Peringatan Isra' Mi'raj hendaknya dapat meningkatkan kualitas shalat. (Foto: NOJ/NU Network)

Sebagaimana kisah yang telah masyhur, pada bulan Rajab juga terdapat peristiwa ajaib dan mengagumkan. Yakni Isra’ wal Mi’raj, perjalanan Nabi dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsha kemudian menuju Sidratul Muntaha. Dan hal tersebut telah nyata dan wajib diimani kaum muslimin lantaran dijelaskan dalam Al-Qur’an.
 

Ada beberapa kisah yang dapat dipetik dari cerita Isra’ dan Mi’raj tersebut. 
 

1. Isra’ dan Mi’raj adalah perkara yang haq karena sharih (sangat jelas dan eksplisit) disebutkan dalam Al-Qur’an, sebuah kejadian yang pasti terjadi, pasti benar, tak ada keraguan sama sekali meskipun akal manusia tidak dapat menjangkau. Semua hal aneh ini terjadi dalam rangka menguji dan mengukur ketebalan iman seseorang, sebab manusia tersesat adalah orang yang hanya mengukur sebuah kebenaran hanya bersandar pada akal semata. 
 

Umat Islam harus menghindari arus pemikir yang hanya membanggakan akal dengan mengesampingkan kekuatan Allah yang lain. Karena tidak mustahil jika pola pikir demikian dilestarikan akan menjadikan ajaran agama yang tidak cocok dengan akal akan ditolak dan diingkari, na’udzubillahi min dzalik
 

Padahal model demikian adalah cara pandang iblis. Seperti diketahui, iblis itu disifati dengan: 
 

 أَوَّلُ مَنْ قَاسَ الدِّيْنَ بِرَأْيِهِ 
 

Artinya: Makhluk yang pertama kali mengukur kebenaran agama dengan akalnya sendiri. 
 

2. Sebelum Nabi Muhammad menghadap Allah SWT (mi’raj), dadanya dibedah. Kemudian hatinya dibersihkan meskipun hati Nabi sebenarnya sudah pasti bersih karena ma’shum (suci dari dosa). Hal ini sebagaimana ditulis pengarang Simthut Durrar, Habib Ali al-Habsyi: 
 

 وَمَا أَخْرَجَ الْلأَمْلَاكُ مِنْ قَلْبِهِ أَذَى وَلَكِنَّهُمْ زَادُوْهُ طُهْرًا عَلَى طُهْرٍ 
 

Artinya: Malaikat tidak menghilangkan kotoran dari hati Nabi, tetapi agar hati yang suci semakin menjadi suci. 
 

Pembersihan hati ini dilakukan sebelum Rasulullah menerima tugas shalat lima waktu. Dan hal ini juga pelajaran bagi umat Islam yang banyak dosa bahwa saat akan menghadap Allah SWT hendaknya lebih dahulu membersihkan hati. Maksudnya, apabila shalat harus dimulai dengan hati yang suci, khusyu’ tidak memikirkan bab dunia. 
 

Sampai Allah SWT berfirman menggunakan lafadz " أَقِيْمُوْا الصَّلَاةَ " tidak " اِفْعَلُوْا الصَّلَاةَ ". Iqâmatusshalâh tidak sama dengan fi’lusshalâh. Fi’lusshalâh yang penting melakukan rukun dan syarat shalat sudah disebut fi’lusshalâh. Tetapi iqâmatusshalâh yang maknanya adalah: 
 

  اِتْيَانُ الصَّلَاةِ بِحُقُوْقِهَا الظَّاهِرَةِ وَ حُقُوْقِهَا الْبَاِطَنَة 
 

Artinya: Melaksanakan shalat dengan menjalankan syarat-rukun shalat yang dhahir dan syarat-rukun shalat yang bathin, yaitu khusyu


Shalat Khusyu
Hatim al-Asham ditanya bagaimana dapat khusyu dalam shalat? Maka ia menjawab: 
 

   أَقُوْمُ وَ أُكَبِّرُ لِلصَّلَاةِ وَ أَتَخَيَّلُ الْكَعْبَةَ أَمَامَ عَيْنِيْ 
 

Artinya: Aku berdiri membayangkan Ka’bah ada di depanku 
 

 وَالصِّرَاطَ تَحْتَ قَدَمِيْ وَالْجَنَّةَ عَنْ يَمِيْنِيْ وَالنَّارَ عَنْ شِمَالِيْ وَمَلَكَ الْمَوْتِ وَراَئِيْ 
 

Artinya: Aku membayangkan shirath di bawah telapak kakiku, surga ada di sebelah kananku, neraka ada di sebelah kiriku dan malakul maut ada di belakangku. 
 

Dengan demikian semua dapat memahami bahwa shalat yang dimaksud dalam Al-Qur’an yang تَنْهَىْ عَنِ الْفَخْشَاِء وَالمنْكَرِ itu bukan shalat biasa, tidak hanya fi’lusshalâh namun harus iqâmatussahlâh, shalat yang benar-benar khusyu’, hudlûr dan hati suci. 


Keislaman Terbaru