• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Keislaman

Berikut Niat Puasa Tarwiyah 8 Dzulhijjah, Wajib Dibaca Malam Hari?

Berikut Niat Puasa Tarwiyah 8 Dzulhijjah, Wajib Dibaca Malam Hari?
Ilustrasi puasa sunnah Tarwiyah. (Foto: NU Online)
Ilustrasi puasa sunnah Tarwiyah. (Foto: NU Online)

Hari Tarwiyah merupakan hari kedelapan (tanggal 8) bulan Dzulhijjah. Tarwiyah merupakan hari besar di mana umat Islam yang bukan jamaah haji dianjurkan untuk berpuasa sunnah Tarwiyah. Lantas, bagaimana lafal niat puasa Tarwiyah yang akan dilaksanakan pada Selasa 8 Dzulhijjah 1444 H besok?

 

Dijelaskan, bahwa pada puasa sunnah seperti puasa Tarwiyah 8 Dzulhijjah tidak diwajibkan memasang atau membaca niat puasa pada malam hari. Namun, boleh juga memasang atau membaca niat puasa Tarwiyah di siang hari, selama belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, atau hubungan suami istri.

 

Niat puasa sunnah pada siang hari termasuk puasa Tarwiyah memberikan kesempatan puasa kepada mereka yang ingin mengamalkan puasa Tarwiyah dan belum sempat berniat serta melafalkan niatnya di malam hari.Mereka dapat berniat dan melafalkan niat puasa Tarwiyah pada siang harinya.

 

Adapun lafal niat puasa Tarwiyah pada siang hari adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adā’i sunnati yaumit Tarwiyah lillâhi ta‘ālā.

Artinya: “Aku berniat puasa sunnah Tarwiyah hari ini karena Allah SWT.”

 

Bagi mazhab Syafi’i, seseorang boleh berpuasa sunnah Tarwiyah atau puasa sunnah apa saja dengan memasang niat pada siang hari. Pandangan mazhab syafi’i ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dari ummul mukminin Sayyidah Aisyah RA sebagai berikut:

 

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ فَقُلْنَا لَا قَالَ فَإِنِّي إِذَنْ صَائِمٌ ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ فَقَالَ أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا فَأَكَلَ

 

Artinya: “Dari Aisyah, ummul mukminin RA, ia bercerita, ‘Suatu hari Nabi Muhammad SAW menemuiku. Ia berkata, ‘Apakah kamu memiliki sesuatu (yang dapat kumakan)?’ Kami jawab, ‘Tidak.’ ‘Kalau begitu aku puasa saja,’ kata Nabi. Tetapi pada hari lain, Rasul pernah menemui kami. Kami katakan kepadanya, ‘Ya rasul, kami memiliki hais, makanan terbuat dari kurma dan tepung, yang dihadiahkan oleh orang.’ ‘Perlihatkan kepadaku meski aku sejak pagi berpuasa,’ kata Nabi. Ia lalu memakannya,’” (HR Muslim).

 

Dari keterangan riwayat hadits ini, kita mendapatkan keterangan bahwa awalnya Nabi Muhammad SAW tidak berniat untuk puasa sunnah. Tetapi karena dihadapkan pada kondisi keterbatasan di hari itu, Nabi Muhammad SAW kemudian memilih berpuasa.

 

Keputusan untuk berpuasa sunnah itu diambil pada siang hari, bukan sejak malam hari sebagaimana keharusan niat puasa wajib pada malam hari.
 

 

Tetapi sekali lagi, niat puasa sunnah pada siang dibolehkan dengan syarat ia sejak subuh belum melakukan hal-hal yang umumnya membatalkan puasa seperti makan, minum, hubungan suami istri, atau merokok, dan lain sebagainya. Wallahu a'lam.


Keislaman Terbaru