• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Keislaman

Berikut Penjelasan Lengkap soal Ketentuan Kurban

Berikut Penjelasan Lengkap soal Ketentuan Kurban
Hewan kurban harus memenuhi ketentuan. (Foto: NOJ/LKh)
Hewan kurban harus memenuhi ketentuan. (Foto: NOJ/LKh)

Umat Islam akan menghadapi hari raya Idul Adha. Dan yang melekat dari hari tersebut adalah shalat id dan juga penyembelihan hewan kurban.

 

Karena itu sangat mendesak kaum muslimin memiliki pengetahuan seputar kurban tersebut. Dari mulai pengertian, tata cara dan ketentuan lain.

 

Pengertian Kurban  

Kata kurban menurut etimologi berasal dari bahasa Arab qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat (Ibn Manzhur: 1992:1:662; Munawir:1984:1185). Maksudnya yaitu mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya.

 

Yang dimaksud dari kata kurban yang digunakan bahasa sehari-hari, dalam istilah agama disebut ‘udlhiyah’ bentuk jamak dari kata ‘dlahiyyah’ yang berasal dari kata ‘dlaha’ (waktu dluha), yaitu sembelihan di waktu dluha pada tanggal 10 sampai dengan tanggal 13 bulan Dzulhijjah. Dari sini muncul istilah Idul Adha.  

 

Dari uraian tersebut, dapat dipahami yang dimaksud dari kata qurban atau udlhiyah dalam pengertian syara, ialah menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada hari raya haji atau Idul Adha dan tiga hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah.   

 

Hukum Kurban  

Ibadah kurban hukumnya adalah sunah muakkad, atau sunah yang dikuatkan. Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak disyariatkannya sampai beliau wafat.

 

Ketentuan kurban sebagai sunnah muakkad dikukuhkan oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah kurban bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar (bepergian), hukumnya adalah wajib. (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: 1/314).  

 

Keutamaan Kurban  

Menyembelih kurban adalah suatu sunah Rasul yang sarat dengan hikmah dan keutamaan. Hal ini didasarkan atas informasi dari beberapa hadits Nabi, antara lain:

 

    عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

 

Artinya: Aisyah menuturkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya. (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)  

 

Menurut Zain al-Arab, ibadah yang paling utama pada hari raya Idul Adha adalah menyembelih hewan untuk kurban karena Allah. Sebab pada hari kiamat nanti, hewan itu akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam keadaan utuh seperti di dunia, setiap anggotanya tidak ada yang kurang sedikit pun dan semuanya akan menjadi nilai pahala baginya. Kemudian hewan itu digambarkan secara metaforis akan menjadi kendaraanya untuk berjalan melewati shirath. Demikian ini merupakan balasan dan bukti keridlaan Allah kepada orang yang melakukan ibadah kurban tersebut. (Abul Ala al-Mubarakfuri: tt: V/62)  

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Siapa yang memiliki kemampuan untuk berkurban, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat shalat kami. (HR Ahmad dan Ibnu Majah).  

 

Masih banyak lagi sabda Nabi yang lain, menjelaskan tentang keutamaan berkurban. Bahkan pada haditst terakhir, disebutkan bahwa orang yang sudah mampu berkorban, tetapi tidak mau melaksanakanya, maka ia dilarang mendekati tempat shalat Rasulullah atau tempat (majelis) kebaikan lainya.  

 

Ibadah kurban yang dilaksanakan pada hari raya Idul Adha sampai hari tasyrik, tiada lain bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, kurban juga berarti menghilangkan sikap egoisme, nafsu serakah, dan sifat individual dalam diri seorang muslim. Dengan berkurban, diharapkan seseorang akan memaknai hidupnya untuk mencapai ridla Allah semata. Ia ‘korbankan’ segalanya (jiwa, harta, dan keluarga) hanya untuk-Nya. Oleh karena itu, pada hakikatnya, yang diterima Allah dari ibadah kurban itu bukanlah daging atau darah hewan yang dikurbakan, melainkan ketakwaan dan ketulusan dari orang yang berkurban, itulah yang sampai kepada-Nya.    

 

Hakikat Kurban  

Kurban dalam dimensi vertikal adalah bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah supaya mendapatkan keridlaan-Nya. Sedangkan dalam dimensi sosial, kurban bertujuan untuk menggembirakan kaum fakir pada hari raya Adha, sebagaimana pada hari raya Fitri mereka digembirakan dengan zakat fitrah.

 

Karena itu, daging kurban hendaklah diberikan kepada mereka yang membutuhkan, boleh menyisakan secukupnya untuk dikonsumsi keluarga yang berkurban, dengan tetap mengutamakan kaum fakir dan miskin. Allah berfirman:

 

   فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ  

 

Artinya: Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (QS. al-Hajj, 22:28)  

 

Dengan demikian kurban merupakan salah satu ibadah yang dapat menjalin hubungan vertikal dan horizontal.   

 

Kriteria Hewan Kurban  

Para ulama sepakat bahwa semua hewan ternak boleh dijadikan untuk kurban. Hanya saja ada perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih utama dari jenis-jenis hewan tersebut.

 

Imam Malik berpendapat bahwa yang paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi, lalu unta. Sedangkan Imam al-Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah unta, disusul kemudian sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd: tt: I:315).  

 

Agar ibadah kurbannya sah menurut syariat, seorang yang hendak berkurban harus memperhatikan kriteria dari hewan yang akan disembelihnya. Kriteria tersebut diklasifisikasikan sesuai dengan usia dan jenis hewan kurban, yaitu:  

 

Domba (dla’n) harus mencapai minimal usia satu tahun lebih, atau sudah berganti giginya (al-jadza’). Rasulullah SAW bersabda: Sembelilhlah domba yang jadza’, karena itu diperbolehkan. (Hadits Shahih, riwayat Ibn Majah: 3130 Ahmad: 25826)  

 

Kambing kacang (ma’z) harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.  

 

Sapi dan kerbau harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.  

 

Unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih. (Musthafa Dib al-Bigha: 1978: halaman 241).  

 

Selain kriteria di atas, hewan-hewan tersebut harus dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari al-Barra bin Azib radliyallâhu ‘anh:

 

   أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تَنْقَى  

Artinya: Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, dan (4) yang (badannya) kurus lagi tak berlemak. (Hadits Hasan Shahih, riwayat al-Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420)  

 

Akan tetapi, ada beberapa cacat hewan yang tidak menghalangi sahnya ibadah kurban, yaitu hewan yang dikebiri dan hewan yang pecah tanduknya. Adapun cacat hewan yang putus telinga atau ekornya, tetap tidak sah untuk dijadikan kurban. (Dr Musthafa, Dib al-Bigha: 1978: halaman 243). Hal ini dikarenakan cacat yang pertama tidak mengakibatkan dagingnya berkurang (cacat bathin), sedangkan cacat yang kedua mengakibatkan dagingnya berkurang (cacat fisik).  

 

Ketentuan Kurban 

Berkurban dengan seekor kambing atau domba diperuntukkan untuk satu orang, sedangkan unta, sapi dan kerbau diperuntukkan untuk berkurban tujuh orang.

 

Ketentuan ini dapat disimpulkan dari hadits berikut:

 

    عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ  

 

Artinya: Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah: Kami telah menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang. (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi: 1422 dan Ibn Majah: 3123).   

 

Hadits selanjutnya menjelaskan tentang berkurban dengan seekor domba yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Shallallâhu Alaihi Wasallam:

 

   عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ (يعني السكين) ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.  

 

Artinya: Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ, menginformasikan sesungguhnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam menyuruh untuk mendatangkan satu ekor domba (kibas) yang bertanduk . Kemudian domba itu didatangkan kepadanya untuk melaksanakan kurban. Beliau berkata kepada Aisyah: Wahai Aisyah, ambilkan untukku pisau (golok). Nabi selanjutnya memerintahkan Aisyah: Asahlah golok itu pada batu (asah). Aisyah kemudian melakukan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Kemudian Nabi mengambil golok itu dan mengambil domba (kibasy), kemudian membaringkannya, dan menyembelihnya sambil berdoa: Dengan nama Allah, wahai Allah terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad, beliau berkurban dengan domba itu. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 1967).  

 

Doa Nabi dalam hadits di atas, ketika beliau melaksanakan kurban: ‘Wahai Allah, terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad’ tidak bisa dipahami bahwa kurban dengan satu domba cukup untuk keluarga dan untuk semua umat Nabi. Penyebutan itu hanya dalam rangka menyertakan dalam memperoleh pahala dari kurban tersebut.

 

Apabila dipahami bahwa berkurban dengan satu kambing cukup untuk satu keluarga dan seluruh umat Nabi Muhammad, maka tidak ada lagi orang yang berkurban. Dengan demikian, pemahaman bahwa satu domba bisa untuk berkurban satu keluarga dan seluruh umat, harus diluruskan dan dibetulkan sesuai dengan ketentuan satu domba untuk satu orang, sedangkan onta, sapi, dan kerbau untuk tujuh orang sebagaimana dijelaskan hadits di atas.   

 

Waktu Pelaksanaan

Waktu menyembelih kurban dimulai setelah matahari setinggi tombak atau seusai shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijjah.

 

Sedangkan distribusi (pembagian) daging kurban dibagi menjadi tiga bagian dan tidak mesti harus sama rata. Ketiga bagian itu, (1) untuk fakir miskin, (2) untuk dihadiahkan, dan (3) untuk dirinya sendiri dan keluarga secukupnya.

 

Dengan catatan, porsi untuk dihadiahkan dan untuk dikonsumsi sendiri tidak lebih dari sepertiga daging kurban. Meskipun demikian memperbanyak pemberian kepada fakir miskin lebih utama. (Dhib al-Bigha:1978:245).   

 

KH Zakky Mubarak adalah Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
 


Editor:

Keislaman Terbaru