• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 19 Maret 2024

Keislaman

Bolehkah Mengamalkan Doa Rajab?

Bolehkah Mengamalkan Doa Rajab?
Bagaimana hukum mengamalkan doa Rajab? (Foto: NOJ/NU Network)
Bagaimana hukum mengamalkan doa Rajab? (Foto: NOJ/NU Network)

Lantunan pujian di beberapa masjid dan mushala menjelang shalat maktubah adalah dengan doa Rajab. Hal tersebut tentu saja membawa pesan bahwa sebentar lagi akan memasuki bulan Sya’ban dan Ramadhan. 
 

Doa khusus yakni: Allâhumma bârik lanâ fi Rajab wa Sya’bâna wa ballighnâ Ramadhân, artinya: Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan. 
 

Artikel diambil dariDoa Rajab, Apakah Boleh Diamalkan?

 

Doa ini tidak hanya dibaca secara sendiri-sendiri oleh umat Islam, tapi juga secara bersama setiap kali selesai shalat fardhu di masjid ataupun mushala. Bahkan di sebagian tempat doa ini juga dijadikan sebagai background sebuah imbauan atau pengumuman untuk acara-acara keislaman. 
 

Doa Nabi?
Pertanyaannya adalah apakah doa tersebut pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW atau itu hanya sebatas doa para ulama yang hingga saat ini terus populer dan diriwayatkan secara lisan? Kemudian pertanyaan selanjutnya, andaikata doa tersebut tidak bersumber dari Nabi SAW, maka apakah boleh kita membaca dan mengamalkannya setiap jelang masuk waktu shalat dan selesai shalat, atau tidak? 
 

Doa tersebut diriwayatkan oleh beberapa ahli hadits. Di antaranya Abdullah bin Ahmad dalam kitab Syakir, Imam Al-Bazzar dalam kitab Kasyful Astar, Ibnu Abid Dunya dalam kitab Fadhail Ramadhan, Ibnus Sinni dalam kitab Al-Yaum wal Lailah, Imam At-Thabarani dalam kitab Mu’jamul Ausath, Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Auliya’, Imam Al-Baihaqi dalam kitab Fadhailul Auqat. Bahkan Imam an-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar juga mengutip doa tersebut dan menempatkannya di bab dzikir yang berkaitan dengan ibadah puasa. 
 

Berikut cuplikan nukilan doa tersebut dalam kitab Al-Adzkar Imam An-Nawawi: 
 

وروينا في حلية الأولياء بإسناد فيه ضعفٌ، عن زياد النميري عن أنس رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل رجب قال : "اللَّهُمَّ بارِكْ لَنا في رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنا رَمَضَانَ"، ورويناه أيضاً في كتاب ابن السني بزيادة. 
 

Artinya: Kami riwayatkan dalam kitab Hilyatul Auliya dengan sanad yang dhaif (lemah), bersumber dari Ziyad An-Numairi dari Anas bin Malik RA. Ia berkata: Rasulullah SAW ketika memasuki bulan Rajab berkata: Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban. Sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan. Riwayat serupa juga kami riwayatkan dari kitab Ibnus Sinni dengan sedikit tambahan redaksi. 
 

Secara kualitas, sanad hadits tersebut agak sedikit bermasalah. Imam An-Nawawi menilainya dhaif (lemah). Imam At-Thabarani menggolongkannya sebagai hadits mungkar karena salah seorang perawinya yang bernama Zaidah bin Abir Riqad dinilai sebagai seorang rawi yang munkarul hadits. Ibn Abi Hatim juga menyebutkan bahwa Zaidah sering meriwayatkan hadits dari Ziyad An-Numairi, dari Anas bin Malik RA berupa hadits-hadits marfu’ yang munkar. Sementara itu, Imam Abu Dawud mengakui, beliau tidak mengetahui sumbernya. Kemudian Ziyad bin Abdillah An-Numairi (salah seorang perawi lain dari hadits tersebut) juga dianggap dhaif oleh Ibnu Ma’in dan Abu Dawud. Ibn Hibban menilainya sebagai seorang yang munkarul hadits juga. Abu Hatim menegaskan, haditsnya dapat ditulis tapi tidak bisa dijadikan sebagai hujah (dalil). 
 

Hukum Mengamalkan Doa
Berdasarkan takhrijan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa secara sanad hadits tersebut memang bermasalah. Lantas apakah doa yang terdapat dalam hadits tersebut boleh diamalkan? 
 

Hadits ini hanya berisi konten terkait doa dan harapan kebaikan yang tidak ada hubungannya dengan akidah ataupun ibadah mahdhah (murni), tapi masuk dalam ranah fadhail (keutamaan-keutamaan) saja. Kedhaifannya juga menurut versi Imam An-Nawawi tampaknya tidak terlalu parah dengan bukti ia tetap memasukkannya ke dalam kitabnya al-Adzkar, padahal kitab tersebut diniatkan sebagai rujukan bagi mereka yang ahli ibadah. 
 

Berikut nukilan perkataan Imam An-Nawawi dalam mukadimah kitabnya sebagai berikut: 
 

 فلهذا أرجو أن يكون هذا الكتاب أصلاً معتمداً، ثم لا أذكر في الباب من الأحاديث إلا ما كانت دلالته ظاهرة في المسألة. 
 

Artinya: Karena ini, saya berharap agar kitab ini (Al-Adzkar) menjadi sumber rujukan yang mu’tamad (diakui). Lalu, tidak saya sebutkan pada bab-babnya kecuali hadits-hadits yang memunyai hubungan makna yang jelas dengan tema yang sedang dibahas. 
 

Berdasarkan data ini, kita menyimpulkan bahwa hadits tersebut berstatus dhaif (lemah), namun tetap bisa diamalkan karena tingkat kedhaifannya yang tidak terlalu parah (berpatokan kepada pendapat Imam An-Nawawi) dan tidak berkaitan dengan masalah akidah dan ibadah mahdhah. Selain itu mengamalkan doa tersebut juga boleh selama tidak diyakini bahwa ia bersumber dari Nabi Muhammad SAW. Allahu a‘lam. 
 


Keislaman Terbaru