Keislaman

Dalil Kesunahan Menjaga Shalat Sunnah, Walaupun dengan Menqadha

Ahad, 13 Agustus 2023 | 09:00 WIB

Dalil Kesunahan Menjaga Shalat Sunnah, Walaupun dengan Menqadha

Kesunahan menjaga shalat sunnah. (Foto: NOJ/dream.co.id)

Di dalam mengerjakan shalat fardhu, terkadang kita lupa, tertidur bahkan disengaja meninggalkannya. Kita wajib untuk mengqadha shalat saat teringat. Hal ini didasarkan pada sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim.


Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ł†ŁŽŲ§Ł…ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł’ ŲµŁŽŁ„ŁŽŲ§Ų©Ł Ų£ŁŽŁˆŁ’ Ł†ŁŽŲ³ŁŁŠŁŽŁ‡ŁŽŲ§ ŁŁŽŁ„Ł’ŁŠŁŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŁŠŁ’Ł‡ŁŽŲ§ Ų„ŁŲ°ŁŽŲ§ Ų°ŁŽŁƒŁŽŲ±ŁŽŁ‡ŁŽŲ§ŲŒ Ł„Ų§ŁŽ ŁƒŁŽŁŁ‘ŁŽŲ§Ų±ŁŽŲ©ŁŽ Ł„ŁŽŁ‡ŁŽŲ§ Ų„ŁŁ„Ł‘ŁŽŲ§ Ų°ŁŽŲ§Ł„ŁŁƒ


Artinya: Siapa yang lupa mengerjakan shalat atau tertidur, maka ia wajib mengerjakan ketika teringat. Dan tidak ada hukuman kecuali hal itu (mengerjakan shalat saat ingat). (HR Bukhari-Muslim)


Lalu bagaimana jika yang ditinggalkan shalat sunnah? Bolehkan kita mengqadhanya agar kita tetap mendapatkan keutamaan-keutamaannya, khususnya shalat sunnah rawatib?


Menurut Aisyah, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, Rasulullah SAW selalu mengqadha shalat sunnah empat rakaat sebelum dhuhur dan melakukannya setelah shalat dhuhur.


Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų¹ŁŽŲ§Ų¦ŁŲ“ŁŽŲ©ŁŽ رضي الله عنها Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲØŁŁŠŁ‘ŁŽ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…: ŁƒŁŽŲ§Ł†ŁŽ Ų„ŁŲ°ŁŽŲ§ Ł„ŁŽŁ…Ł’ ŁŠŁŲµŁŽŁ„Ł‘Ł Ų£ŁŽŲ±Ł’ŲØŁŽŲ¹Ł‹Ų§ Ł‚ŁŽŲØŁ’Ł„ŁŽ Ų§Ł„ŲøŁ‘ŁŁ‡Ł’Ų±Ł ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŲ§Ł‡ŁŁ†Ł‘ŁŽ ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽŁ‡ŁŽŲ§


Artinya: Dari Aisyah Ra bahwa jika Rasulullah SAW tidak mengerjakan shalat sunnah empat rakaat sebelum dhuhur, Rasul mengerjakannya setelah dhuhur.


Dari hadits ini bisa disimpulkan bahwa Rasulullah tidak pernah melewatkan shalat sunnah, khususnya shalat sunnah rawatib. Walaupun beliau tidak sempat mengerjakannya, Rasul mengqadhanya di waktu yang lain.


Bahkan al-Mubarakfuri dalam kitabĀ Tuhfatul AhwadziĀ menjelaskan bahwa hadits di atas merupakan dalil kesunnahan menjaga shalat sunnah, walaupun dengan menqadhanya.


ŁˆŲ§Ł„Ų­ŲÆŁŠŲ« ŁŠŲÆŁ„ على Ł…Ų“Ų±ŁˆŲ¹ŁŠŲ© المحافظة على السنن Ų§Ł„ŲŖŁŠ قبل الفرائض ŁˆŲ¹Ł„Ł‰ Ų§Ł…ŲŖŲÆŲ§ŲÆ ŁˆŁ‚ŲŖŁ‡Ų§ ؄لىاخر ŁˆŁ‚ŲŖ Ų§Ł„ŁŲ±ŁŠŲ¶Ų© ŁˆŲ°Ł„Łƒ لأنها Ł„Łˆ ŁƒŲ§Ł†ŲŖ Ų£ŁˆŁ‚Ų§ŲŖŁ‡Ų§ ŲŖŲ®Ų±Ų¬ بفعل الفرائض Ł„ŁƒŲ§Ł† فعلها بعدها قضاؔ


Artinya: Hadits tersebut menunjukkan dalil disyariatkannya menjaga shalat-shalat sunnah sebelum shalat fardhu serta menunjukkan dalil lamanya waktu mengerjakan shalat tersebut hingga akhir shalat fardhu. Karena walaupun waktu mengerjakan shalat tersebut di luar waktu mengerjakan shalat fardhu, maka mengerjakannya dihukumi qadha’. (Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri,Ā Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’ at-Tirmidzi, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, t.t, j. 2, h. 412.)


Dalam hadits riwayat Tirmidzi yang lain juga disebutkan bahwa Nabi menganjurkan orang yang tidak mengerjakan dua rakaat sebelum subuh untuk mengqadhanya setelah matahari terbit.


Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ł„ŁŽŁ…Ł’ ŁŠŁŲµŁŽŁ„Ł‘Ł Ų±ŁŽŁƒŁ’Ų¹ŁŽŲŖŁŽŁŠ Ų§Ł„Ł’ŁŁŽŲ¬Ł’Ų±Ł ŁŁŽŁ„Ł’ŁŠŁŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŁ‡ŁŁ…ŁŽŲ§ ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽ Ł…ŁŽŲ§ ŲŖŁŽŲ·Ł’Ł„ŁŲ¹ŁŽ Ų§Ł„Ų“Ł‘ŁŽŁ…Ł’Ų³Ł


Artinya: Siapa yang tidak mengerjakan shalat dua rakaat fajar maka hendaknya ia mengerjakannya setelah matahari terbit.


Dalam riwayat lain, Nabi bahkan pernah mengqadha shalat dua rakaat ba'diyah dhuhur setelah shalat Ashar berdasarkan riwayat Ummu Salamah dalam Sahih Bukhari dan Muslim.


أن Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… قضى Ų§Ł„Ų±ŁƒŲ¹ŲŖŁŠŁ† Ų§Ł„Ł„ŲŖŁŠŁ† ŲØŲ¹ŲÆ الظهر ŲØŲ¹ŲÆ صلاة العصر لما ؓغله ناس من ŲØŁ†ŁŠ Ų¹ŲØŲÆ Ų§Ł„Ł‚ŁŠŲ³


Artinya: Sesungguhnya Nabi pernah shalat dua rakaat bakdiyah dhuhur (dan dilakukan) setelah shalat Ashar karena disibukkan oleh urusan Bani Abdil Qais.


Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah-nya juga menjelaskan bahwa diperbolehkan mengqadha shalat sunnah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Qais bin Fahd.


Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ł‚ŁŽŁŠŁ’Ų³Ł بْنِ ŁŁŽŁ‡Ł’ŲÆŁ: Ų±ŁŽŲ¢Ł†ŁŁŠ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲØŁŁŠŁ‘Ł ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ…ŁŽ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŁ†ŁŽŲ§ Ų£ŁŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŁŠ Ų±ŁŽŁƒŁ’Ų¹ŁŽŲŖŁŽŁŠŁ’Ł†Ł ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽ Ų§Ł„ŲµŁ‘ŁŲØŁ’Ų­ŁŲŒ ŁŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ: Ł…ŁŽŲ§ Ł‡ŁŽŲ§ŲŖŁŽŲ§Ł†Ł Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŁƒŁ’Ų¹ŁŽŲŖŁŽŲ§Ł†Ł ŁŠŁŽŲ§ Ł‚ŁŽŁŠŁ’Ų³ŁĀ»ŲŸ ŁŁŽŁ‚ŁŁ„Ł’ŲŖŁ: Ų„ŁŁ†Ł‘ŁŁŠ Ł„ŁŽŁ…Ł’ Ų£ŁŽŁƒŁŁ†Ł’ ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁŠŁ’ŲŖŁ Ų±ŁŽŁƒŁ’Ų¹ŁŽŲŖŁŽŁŠŁ Ų§Ł„Ł’ŁŁŽŲ¬Ł’Ų±ŁŲŒ ŁŁŽŲ³ŁŽŁƒŁŽŲŖŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł’Ł‡Ł Ų±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ„Ł Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ…ŁŽ. ŁŁŽŁŁŁŠŁ‡Ł ŲÆŁŽŁ„ŁŁŠŁ„ŁŒ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų¬ŁŽŁˆŁŽŲ§Ų²Ł Ł‚ŁŽŲ¶ŁŽŲ§Ų”Ł Ų§Ł„Ł’ŁŁŽŁˆŁŽŲ§Ų¦ŁŲŖŁŲŒ ŁŁŽŲ±Ł’Ų¶Ł‹Ų§ ŁƒŁŽŲ§Ł†ŁŽ Ų£ŁŽŁˆŁ’ ŲŖŁŽŲ·ŁŽŁˆŁ‘ŁŲ¹Ł‹Ų§ ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽ Ų§Ł„ŲµŁ‘ŁŲØŁ’Ų­ŁŲŒ ŁˆŁŽŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲµŁ’Ų±Ł.


Artinya: Dari Qays bin Fahd: Rasulullah menyaksikan saya ketika sedang shalat dua rakaat setelah shalat subuh. Kemudian beliau bertanya, ā€œShalat apa itu wahai Qays?ā€ Kemudian saya menjawab, ā€œSesungguhnya aku belum mengerjakan shalat dua rakaat fajar.ā€ Kemudian Rasul SAWĀ diam.


Hal ini sebagai dalil kebolehan mengqadha shalat-shalat yang terlewatkan, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah setelah Subuh dan sesudah Ashar. (Abu Muhammad al-Husein bin Masud bin Muhammad bin al-Fara’ al-Baghawi,Ā Syarh Sunnah, Beirut: al-Maktab al-Islami, 1983, j.3, h. 335.)


Menguatkan pendapat al-Baghawi, Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh Muhadzzab juga menjelaskan akan kesunnahan mengqadha shalat sunnah rawatib yang terlewat.


Ų°ŁƒŲ±Ł†Ų§ أن Ų§Ł„ŲµŲ­ŁŠŲ­ عندنا Ų§Ų³ŲŖŲ­ŲØŲ§ŲØ قضاؔ Ų§Ł„Ł†ŁˆŲ§ŁŁ„ الراتبة ŁˆŲØŁ‡ قال Ł…Ų­Ł…ŲÆ ŁˆŲ§Ł„Ł…Ų²Ł†ŁŠ ŁˆŲ£Ų­Ł…ŲÆ في رواية عنه ŁˆŁ‚Ų§Ł„ أبو Ų­Ł†ŁŠŁŲ© ŁˆŁ…Ų§Ł„Łƒ وأبو يوسف في أؓهر Ų§Ł„Ų±ŁˆŲ§ŁŠŲ© عنهما لا ŁŠŁ‚Ų¶ŁŠ ŲÆŁ„ŁŠŁ„Ł†Ų§ هذه Ų§Ł„Ų§Ų­Ų§ŲÆŁŠŲ« Ų§Ł„ŲµŲ­ŁŠŲ­Ų©


Artinya: Kami menyebutkan bahwa pendapat yang sahih menurut mazhab Syafi'i adalah sunnahnya mengqadha shalat sunnah rawatib. Ini merupakan pendapat dari Imam Muhammad, Muzanidan Ahmad dalam satu riwayat. Sedangkan pendapat Abu Hanifah, Imam Malik, dan Abu Yusuf dalam riwayat yang masyhur menjelaskan bahwa tidak perlu diqadha. Adapun dalil kami (Syafiiyah, terkait kesunahan menqadha shalat sunnah) berdasarkan hadits-hadits sahih. (Abu Zakariya Muhyiddin an-Nawawi,Ā al-Majmu’ Syarh Muhadzzab, Beirut: Darul Fikr, t.t, J. 4, h. 43.)
Ā 

Artikel diambil dari: Hukum Menqadha Shalat Sunnah


Dari beberapa penjelasan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa disunnahkan untuk mengqadha shalat sunah rawatib yang terlewat. Adapun waktunya bisa dilaksanakan kapan saja, bahkan bisa dilaksanakan diĀ waktu-waktu yang dimakruhkan shalat, seperti setelah shalat Ashar.Ā Wallahu A’lam.