Keislaman

Dalil Kesunahan Selamatan Pulang Haji, Tak Sekadar Tradisi Lokal

Ahad, 15 Juni 2025 | 16:00 WIB

Dalil Kesunahan Selamatan Pulang Haji, Tak Sekadar Tradisi Lokal

Ilustrasi selamatan pulang haji. (Foto: NOJ/ Istimewa)

Saat ini jamaah haji sudah mulai pulang ke Tanah Air setelah menjalankan ibadah haji di Tanah Suci. Telah menjadi tradisi di Indonesia, saat kepulangan dari ibadah haji pihak keluarga jamaah mengadakan selamatan pulang haji.

 

Diketahui, bahwa tradisi ini merupakan acara penyambutan jamaah haji ketika sampai di kampung halamannya. Biasanya diisi layaknya acara walimah, pembacaan doa, serta menghidangkan makan sebagai bentuk rasa syukur. Lantas bagaimana pandangan Islam terkait selamatan pulang haji ini?  

 

Mengutip Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Hasyiyah Ibnu Hajar alal Idhah, jamaah haji yang baru saja pulang dianjurkan untuk berbagi makanan dengan tetangga dan orang-orang miskin. Selamatan dengan berbagi rezeki untuk menyambut kedatangan orang dari perjalanan jauh ini dinamakan naqi‘ah

 

(فَرْعٌ) يُسَنُّ لِنَحْوِ أَهْلِ الْقَادِمِ أَنْ يَصْنَعَ لَهُ مَا تَيَسَّرَ مِنْ طَعَامٍ، وَيُسَنُّ لَهُ نَفْسُهُ إِطْعَامُ الطَّعَامِ عِنْدَ قُدُومِهِ لِلاتِّبَاعِ فِيهِمَا. وَكِلَاهُمَا، كَمَا يُفِيدُهُ كَلَامُ الْفَرَّاءِ وَابْنِ سِيدَه، سُمِّيَ نَقِيعَةً بِفَتْحِ النُّونِ، وَكَسْرِ الْقَافِ، وَفَتْحِ الْعَيْنِ الْمُهْمَلَةِ.

 

Artinya: "Disunnahkan bagi keluarga atau semisalnya dari orang yang datang (bepergian) untuk membuatkan makanan semampunya bagi tamu tersebut. Dan disunnahkan pula bagi orang yang datang itu sendiri untuk memberikan makanan saat kedatangannya, sebagai bentuk mengikuti sunnah dalam kedua hal tersebut. Kedua hal tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Farra dan Ibnu Sayyidih. (Walimah sederhana) ini dinamai ‘naqi‘ah’ dengan nun fathah, qaf kasrah, dan ‘ain fathah dibiarkan,” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Hasyiyah Ibnu Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 248).

 

Jadi, dalam Islam sendiri memang disunnahkan untuk menyambut dan memberi makan untuk undangan yang ikut menyambut. Pihak yang menyediakan hidangan dalam selamatan ini adalah jamaah haji sendiri atau orang lain sebagaimana disebutkan oleh Syekh Abu Zakariya Al-Anshari.

 

(وَلِلْقُدُومِ) مِنْ السَّفَرِ (نَقِيعَةٌ) مِنْ النَّقْعِ وَهُوَ الْغُبَارُ أَوْ النَّحْرُ أَوْ الْقَتْلُ (وَهِيَ مَا) أَيْ طَعَامٌ (يُصْنَعُ لَهُ) أَيْ لِلْقُدُومِ سَوَاءٌ أَصَنَعَهُ الْقَادِمُ أَمْ صَنَعَهُ غَيْرُهُ لَهُ كَمَا أَفَادَهُ كَلَامُ الْمَجْمُوعِ فِي آخِرِ صَلَاةِ الْمُسَافِرِ

 

Artinya: “(Untuk kenduri sambutan kedatangan) dari perjalanan (disebut naqi‘ah) berasal dari naqa’ yang artinya debu, penyembelihan, atau pemotongan. (Naqi‘ah itu suatu) makanan (yang dihidangkan dalam jamuan upacara penyambutan) terlepas dari jamuan itu disediakan oleh pihak yang datang atau orang lain. Hal ini disebutkan An-Nawawi dalam Al-Majmu’ di akhir bab shalat musafir,” (Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarhi Raudhatit Thalib, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz XV, halaman 407).

 

Memang tradisi penyambutan atau selamatan sepulang perjalanan (lebih-lebih perjalanan haji) ini berlandaskan hadits Nabi Muhammad SAW, sebagaimana penjelasan Imam An-Nawawi berikut:

 

يُسْتَحَبُّ النَّقِيعَةُ وَهِيَ طَعَامٌ يُعْمَلُ لِقُدُومِ الْمُسَافِرِ وَيُطْلَقُ عَلَى مَا يَعْمَلُهُ الْمُسَافِرُ الْقَادِمُ وَعَلَى مَا يَعْمَلُهُ غَيْرُهُ لَهُ وَسَنُوَضِّحُهَا إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى فِي بَابِ الْوَلِيمَةِ حَيْثُ ذَكَرَهَا الْمُصَنِّفُ وَمِمَّا يستدل به لها حديث جَابِرٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ " أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ مِنْ سَفَرِهِ نَحَرَ جَزُورًا أَوْ بَقَرَةً " رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.

 

Artinya: "Disunnahkan menghidangkan naqi'ah, yaitu makanan yang disediakan untuk menyambut kedatangan seorang musafir. Istilah ini juga digunakan untuk makanan yang disiapkan oleh musafir yang baru datang, atau yang disiapkan oleh orang lain untuknya. Kami akan menjelaskan lebih lanjut insyaallah Ta‘ala dalam bab walimah (pesta pernikahan), sebagaimana disebutkan oleh penyusun kitab ini".

 

Dan di antara dalil yang dijadikan landasan untuk disyariatkannya naqi'ah adalah hadits dari Jabir Ra: “Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika tiba di Madinah dari safarnya, beliau menyembelih unta atau sapi.” (Hadits riwayat Al-Bukhori). (An-Nawawi, Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, [Al-Maktabah Al-Islamiyah, tt], juz 4 halaman 287).

 

Maka dari itu, tradisi selamatan pulang haji yang umum dilakukan di Indonesia dengan mengadakan jamuan (naqi'ah) dan pembacaan doa merupakan amalan yang disunnahkan dalam Islam.

 

Dengan demikian, selamatan pulang haji bukan hanya tradisi lokal, tetapi juga memiliki dasar syariat yang kuat dan termasuk amalan sunnah sebagai bentuk syukur dan penghormatan atas perjalanan ibadah yang telah dilalui. Wallahu a'lam.