• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Keislaman

Hukum Memakai Celak bagi Orang yang Berpuasa

Hukum Memakai Celak bagi Orang yang Berpuasa
Tampak seorang perempuan berhijab menggunakan celak mata (Foto:NOJ/360moms)
Tampak seorang perempuan berhijab menggunakan celak mata (Foto:NOJ/360moms)

Oleh: Fatia Salma Fiddaroyni*


Memakai celak merupakan suatu kesunnahan yang dicontohkan Rasulullah. Di balik kesunnahan Nabi, pasti memiliki manfaat bagi siapapun yang mengikutinya. Celak sendiri bermanfaat bagi kesehatan mata, seperti mempertajam penglihatan, menjernihkan penglihatan, serta membersihkan kotoran mata. Namun dalam hal ini, celak yang dianjurkan oleh Rasulullah adalah celak itsmid, yang berkhasiat bagi kesehatan mata.


Memasuki bulan puasa ini, tidak jarang terlontarkan pertanyaan mengenai pemakaian celak saat berpuasa. Karena yang di pikiran mereka, zat yang masuk ke dalam mata, ditakutkan akan masuk ke dalam tenggorokan. Benarkah demikian? Syamsuddin Muhammad bin Ahmad asy-Syirbini dalam kitabnya, Mughni al-Muhtāj ilā Ma'rifati Ma'āni Alfāẓ al-Minhāj, disebutkan bahwa: 


وَلَا يَضُرُّ (الِاكْتِحَالُ وَإِنْ وَجَدَ طَعْمَهُ) أَيْ الْكُحْلِ (بِحَلْقِهِ) ؛ لِأَنَّ الْوَاصِلَ إلَيْهِ مِنْ الْمَسَامِّ. وَقَدْ رَوَى الْبَيْهَقِيُّ أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كَانَ يَكْتَحِلُ بِالْإِثْمِدِ وَهُوَ صَائِمٌ» فَلَا يُكْرَهُ الِاكْتِحَالُ لِلصَّائِمِ


Artinya: Tidak mengapa memakai celak meskipun dapat merasakan celaknya di dalam tenggorokan. Karena salurannya (ke tenggorokan) adalah dari pori-pori. Diriwayatkan oleh al-Bayhaqi, “Bahwa sesungguhnya Rasulullah memakai celak itsmid, dan beliau dalam kondisi berpuasa.” Maka tidak dimakruhkan memakai celak ketika dalam kondisi berpuasa. (Mughni al-Muhtāj ilā Ma'rifati Ma'āni Alfāẓ al-Minhāj Juz 2 (Lebanon: Dar Kotob al-Ilmiah, 1994), hlm. 156)


Batalnya puasa disebabkan oleh masuknya sesuatu ke dalam jauf yang memiliki saluran ke perut, seperti telinga, dubur, farji, dan mulut. Sementara al-masām (pori-pori kulit) tidak memiliki saluran ke perut. Seperti yang dikemukakan oleh Syaikh Taqiyuddin al-Hishni dalam kitabnya, Kifāyah al-Akhyār berikut.


على الْأَصَح بِخِلَاف الاكتحال وَإِن وجد طعم الْكحل لِأَن الْعين لَيست بجوف وَلَا منفذ لَهَا إِلَى الْجوف وَكَذَا لَو غرز سكيناً فِي لحم السَّاق لَا يفْطر لِأَنَّهُ لَا يعد جوفاً بِخِلَاف مَا لَو طعن فِي بَطْنه فَإِنَّهُ جَوف


Artinya: Menurut pendapat ashah mengenai perbedaan pendapat pemakaian celak mata meskipun mampu merasakan celak. Karena mata bukanlah jauf dan tidak memiliki saluran kepada jauf, sebagaimana halnya menusukkan pisau ke daging kaki, maka tidak membatalkan puasa karena bukan tergolong jauf. Sesuatu apapun yang sekiranya sampai ke dalam perut, maka disebut jauf. (Kifāyah al-Akhyār (Damaskus: Dār al-Khoir, 1994), hlm. 198)


Maka diperbolehkan menggunakan celak mata ketika dalam kondisi berpuasa. Karena mata bukanlah jauf (lubang anggota tubuh yang ketika dimasukkan sesuatu dapat membatalkan puasa). Namun dalam hukum ini, berlaku pada mazhab Syafi’i dan Hanafi. Menurut mazhab Maliki dan Ahmad, dihukumi makruh. Seperti yang dikemukakan oleh ad-Damiri dalam kitabnya an-Najmu al-Wahhāj, syarah dari kitab Minhāj aṭ-Ṭālibīn karangan an-Nawawi berikut disebutkan.


ولا يكره الاكتحال للصائم عندنا وعند أبي حنيفة، وكرهه مالك وأحمد وقالا: إن وصل إلى الحلق أفطر


Artinya: Tidak dimakruhkan memakai celak bagi orang berpuasa menurut madzhab kami (Syafi'i) dan menurut madzhab Hanafi. Namun dihukumi makruh oleh madzhab Maliki dan Ahmad. Mereka berkata: “Jika celak sampai ke tenggorokan, maka batal puasanya.”(an-Najmu al-Wahhāj fī Syarḥ al-Minhāj Juz 3 (Jeddah: Dār al-Minhāj, 2004), hlm. 299)


Menurut Imam Syafi’i dan Hanafi, meskipun dapat merasakan zat celak dalam tenggorokan, maka tidak membatalkan puasa. Karena celak masuk bukan melalui jauf. Lain halnya menurut Imam Malik dan Ahmad, memakai celak ketika berpuasa dihukumi makruh, karena sampai ke tenggorokan. Meskipun kandungan celak tidak masuk melalui jauf.


Dengan demikian, sesuai mazhab Imam Syafi’i yang kita anut dalam keseharian, memakai celak ketika berpuasa adalah boleh. Dengan alasan bahwa mata bukan termasuk jauf, yang mana jika dimasukkan sesuatu secara sengaja dapat membatalkan puasa. 

 

*PP. Al-Amien Ngasinan Kediri


Keislaman Terbaru