• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Keislaman

Ketentuan dan Waktu Pelaksanaan Kurban

Ketentuan dan Waktu Pelaksanaan Kurban
Di artikel ini dijelaskan ketentuan dan waktu pelaksanaan kurban. (Foto: NOJ/NU Network)
Di artikel ini dijelaskan ketentuan dan waktu pelaksanaan kurban. (Foto: NOJ/NU Network)

Saat melaksanakan ibadah kurban, ada beberapa hal yang hendaknya diperhatikan. Baik dari ketentuan jenis hewan dan waktu pelaksanaannya. Berikut ini sejumlah hal yang hendaknya diperhatikan.


Berkurban dengan seekor kambing atau domba diperuntukkan untuk satu orang, sedangkan unta, sapi dan kerbau diperuntukkan untuk berkurban tujuh orang. Ketentuan ini dapat disimpulkan dari hadits berikut: 


    عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ   


Artinya: Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah: Kami telah menyembelih kurban bersama Rasulullah Shallallâhu Alaihi Wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang. (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, Al-Tirmidzi: 1422 dan Ibn Majah: 3123).    


Hadits selanjutnya menjelaskan tentang berkurban dengan seekor domba yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Shallallâhu Alaihi Wasallam: 


   عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ (يعني السكين) ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.


Artinya: Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ, menginformasikan sesungguhnya Rasulullah Shallallâhu Alaihi Wasallam menyuruh untuk mendatangkan satu ekor domba (kibas) yang bertanduk . Kemudian domba itu didatangkan kepadanya untuk melaksanakan kurban. Beliau berkata kepada Aisyah: Wahai Aisyah, ambilkan untukku pisau (golok). Nabi selanjutnya memerintahkan Aisyah: Asahlah golok itu pada batu (asah). Aisyah kemudian melakukan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Kemudian Nabi mengambil golok itu dan mengambil domba (kibasy), kemudian membaringkannya, dan menyembelihnya sambil berdoa: Dengan nama Allah, wahai Allah terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad, beliau berkurban dengan domba itu. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 1967).   


Doa Nabi dalam hadits di atas, ketika beliau melaksanakan kurban “Wahai Allah, terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad” tidak bisa dipahami bahwa kurban dengan satu domba cukup untuk keluarga dan untuk semua umat Nabi. Penyebutan itu hanya dalam rangka menyertakan dalam memperoleh pahala dari kurban tersebut. Apabila dipahami bahwa berkurban dengan satu kambing cukup untuk satu keluarga dan seluruh umat Nabi Muhammad, maka tidak ada lagi orang yang berkurban. 


Dengan demikian, pemahaman bahwa satu domba bisa untuk berkurban satu keluarga dan seluruh umat, harus diluruskan dan dibetulkan sesuai dengan ketentuan satu domba untuk satu orang, sedangkan onta, sapi, dan kerbau untuk tujuh orang sebagaimana dijelaskan hadits di atas.    


Waktu Pelaksanaan Kurban   


Waktu menyembelih kurban dimulai setelah matahari setinggi tombak atau seusai shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Sedangkan distribusi (pembagian) daging kurban dibagi menjadi tiga bagian dan tidak mesti harus sama rata. Ketiga bagian itu adalah: 


1. Untuk fakir miskin 


2. Untuk dihadiahkan, dan 


3. Untuk dirinya sendiri dan keluarga secukupnya. 


Dengan catatan, porsi untuk dihadiahkan dan untuk dikonsumsi sendiri tidak lebih dari sepertiga daging kurban. Meskipun demikian memperbanyak pemberian kepada fakir miskin lebih utama. (Dhib al-Bigha:1978:245).    

  

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawâb.


Editor:

Keislaman Terbaru