• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Keislaman

Muallaf di Tengah Hari Ramadhan, Apakah Wajib Qadha Puasa?

Muallaf di Tengah Hari Ramadhan, Apakah Wajib Qadha Puasa?
Tampak seorang muallaf didoakan oleh tokoh agama (Foto:NOJ/infopublik)
Tampak seorang muallaf didoakan oleh tokoh agama (Foto:NOJ/infopublik)

Oleh: Fatia Salma Fiddaroyni *)


Bulan Ramadhan merupakan bulan diwajibkannya puasa bagi setiap mukmin yang memenuhi syarat, diantaranya: Islam, baligh, berakal, dan mampu berpuasa. Adapun kategori tidak diwajibkan puasa adalah bagi wanita haid, nifas, hamil, atau menyusui; musafir yang telah memenuhi syarat; orang sakit; orang gila; dan lansia; itu semua diwajibkan bagi mereka untuk men-qadha’ puasa sebab udzur, kecuali lansia.


Adapun orang yang menyengaja berbuka sebelum waktu berbuka tanpa ada udzur syar’i, ia berdosa dan diwajibkan baginya men-qadha’ puasa sebab ghairu ma’dzur/bukan udzur. Perintah puasa dan kewajiban men-qadha’ bagi yang telah meninggalkan puasa, telah tercantum dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 185 berikut


فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَه فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ  فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّه ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ 


Artinya: Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. 


Seperti yang diketahui, bahwa salah satu syarat puasa di bulan Ramadan adalah Islam, maka orang non-muslim tidak diwajibkan berpuasa baginya. Namun, menyoal mualaf atau seorang yang baru saja masuk Islam pada bulan Ramadan di tengah hari, apakah wajib meneruskan puasa dan men-qadha’-nya? Berikut ulasan Syaikh Nawawi dalam kitabnya, Majmū Syarḥ Muhażab berikut.


فان أسلم الكافر أو افاق المجنون في أثناء يوم من رمضان استحب له امساك بقية النهار لحرمة الوقت ولا يلزمه ذلك لان المجنون افطر بعذر والكافر وان افطر بغير عذر الا أنه لما أسلم جعل كالمعذور فيما فعل في حال الكفر وَلِهَذَا لَا يُؤَاخَذُ بِقَضَاءِ مَا تَرَكَهُ وَلَا بضمان ما أتلفه ولهذا قال اللَّهِ تَعَالَى (قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ ما قد سلف) ولا يأكل عند من لا يعرف عذره لانه إذا تظاهر بالاكل عرض نفسه للتهمة وعقوبة السلطان وهل يجب عليه قضاء ذلك فيه وجهان


Artinya: Apabila seorang kafir baru saja masuk Islam, atau sembuhnya orang gila pada tengah hari pada bulan Ramadan, maka sunnah baginya ngeker/imsak (menahan diri sebagaimana orang berpuasa) pada sisa hari tersebut sebagai lihurmatil waqti (menghormati waktu). Dan tidak diwajibkan imsak baginya. Ini dikarenakan orang gila tidak berpuasa sebab udzur. Sementara orang kafir, meski tidak berpuasa bukan karena udzur, namun ketika baru saja masuk Islam, ia dianggap ma’dzur (orang yang udzur) atas apa yang dilakukannya dalam kondisi kafir. Oleh karenanya, ia tidak dimintai men-qadha’ puasa yang ditinggalkannya dan tidak dimintai menanggung apa yang ia rusak/langgar. Sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah kepada orang-orang kafir itu: Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscahya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu.” [Majmū Syarḥ Muhażab, 6/255] 


Redaksi yang sama juga disebutkan Syaikh an-Nawawi pada kitab Rauḍah at-Ṭālibīn berikut:
 

وَأَمَّا الْمَجْنُونُ إِذَا أَفَاقَ، وَالْكَافِرُ إِذَا أَسْلَمَ، فَالْمَذْهَبُ: أَنَّهُمَا كَالصَّبِيِّ الْمُفْطِرِ، فَلَا قَضَاءَ عَلَى الْأَصَحِّ


Artinya: Adapun orang gila ketika telah sembuh dan orang kafir ketika baru telah masuk Islam, maka dalam mazhab ini (syafi’iyyah) dikatakan bahwa keduanya sebagaimana halnya seorang anak yang tidak berpuasa, yakni tidak dibebankan qadha’ menurut qaul ashah. [Rauḍah at-Ṭālibīn, 2/373]


Seorang non-muslim yang baru saja masuk Islam di tengah-tengah puasa Ramadan, hukumnya dianggap ma’dzur atau orang yang berhalangan/udzur. Meski pada asalnya bukan udzur syar’i seperti gila, haid, nifas, maupun sakit.


Ini dikarenakan ketika dalam kondisi masih kafir, ia tidak dikenai hukum taklifi. Maka, hukumnya sebagaimana ma’dzur ketika telah selesai udzur-nya, yakni jika baru masuk Islam ketika siang hari di bulan Ramadan, disunnahkan baginya imsak hingga waktu berbuka. Namun, ia tidak dibebankan men-qadha’ puasa yang ditinggalkannya, baik hari-hari sebelumnya, maupun pada saat hari itu juga sebelum ia masuk Islam. Wallahu A’lam.
 

*Alumni PP. Tambakberas Jombang, Santri PP. Al-Amien, Ngasinan, Kediri


Keislaman Terbaru