Keislaman

Pancasila Selaras dengan Ajaran Islam, Keadilan Sosial Jadi Bukti

Senin, 2 Juni 2025 | 20:00 WIB

Pancasila Selaras dengan Ajaran Islam, Keadilan Sosial Jadi Bukti

Ilustrasi Pancasila. (Foto: Istimewa)

ā€œKenapa harus adil? Memangnya tidak cukup jadi baik aja?ā€

 

Pertanyaan ini sering muncul, terutama di tengah kondisi sosial yang serba cepat dan penuh dinamika. Tapi dalam Islam dan nilai-nilai bangsa Indonesia, keadilan itu bukan cuma pelengkap, ia adalah fondasi. Keadilan bukan hanya tugas penguasa atau aparat hukum, tapi juga nilai hidup yang harus dipraktikkan oleh setiap orang.

 

Al-Qur’an menjelaskan keadilan (al-ā€˜adl) sebagai perintah utama dari Allah, bukan sekadar etika sosial. Salah satu ayat yang sangat kuat menegaskan hal ini adalah surat An-Nahl ayat 90:

 

Ų§ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‘Ł°Ł‡ŁŽ ŁŠŁŽŲ£Ł’Ł…ŁŲ±Ł ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲÆŁ’Ł„Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ų§ŁŲ­Ł’Ų³ŁŽŲ§Ł†Ł ŁˆŁŽŲ§ŁŁŠŁ’ŲŖŁŽŲ§Ū¤Ų¦Ł ذِى Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŲ±Ł’ŲØŁ°Ł‰ ŁˆŁŽŁŠŁŽŁ†Ł’Ł‡Ł°Ł‰ Ų¹ŁŽŁ†Ł Ų§Ł„Ł’ŁŁŽŲ­Ł’Ų“ŁŽŲ§Ū¤Ų”Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ł…ŁŁ†Ł’ŁƒŁŽŲ±Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’ŲØŁŽŲŗŁ’ŁŠŁ ŁŠŁŽŲ¹ŁŲøŁŁƒŁŁ…Ł’ Ł„ŁŽŲ¹ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ ŲŖŁŽŲ°ŁŽŁƒŁ‘ŁŽŲ±ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ

 

Artinya: ā€œSesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.ā€

 

Imam Ibnu Katsir menafsirkan bahwa ā€œadilā€ di sini bermakna seimbang dan proporsional, termasuk dalam konteks ibadah dan relasi sosial. Nilai ini menekankan keseimbangan antara lahir dan batin (antara ucapan dan tindakan). (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzmin, [Riyadh: Daar Tayyibah: 1999 M/1420 H], juz IV, halaman 595).

 

Menariknya, dalam Pancasila kita juga menemukan prinsip serupa, khususnya dalam sila kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Di sini, keadilan tidak dibatasi hanya untuk komunitas mayoritas atau kelompok tertentu, tapi berlaku merata untuk semua, tanpa kecuali. Ini sangat sejalan dengan firman Allah SWT yang berbunyi:

 

ŁŠŁ°Ł“Ų§ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ų§Ł°Ł…ŁŽŁ†ŁŁˆŁ’Ų§ ŁƒŁŁˆŁ’Ł†ŁŁˆŁ’Ų§ Ł‚ŁŽŁˆŁ‘ŁŽŲ§Ł…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ لِلّٰهِ Ų“ŁŁ‡ŁŽŲÆŁŽŲ§Ū¤Ų”ŁŽ بِالْقِسْطِۖ ŁˆŁŽŁ„ŁŽŲ§ ŁŠŁŽŲ¬Ł’Ų±ŁŁ…ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ Ų“ŁŽŁ†ŁŽŲ§Ł°Ł†Ł Ł‚ŁŽŁˆŁ’Ł…Ł Ų¹ŁŽŁ„Ł°Ł“Ł‰ Ų§ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŲ§ ŲŖŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŁ„ŁŁˆŁ’Ų§Ū— Ų§ŁŲ¹Ł’ŲÆŁŁ„ŁŁˆŁ’Ų§Ū— Ł‡ŁŁˆŁŽ Ų§ŁŽŁ‚Ł’Ų±ŁŽŲØŁ Ł„ŁŁ„ŲŖŁ‘ŁŽŁ‚Ł’ŁˆŁ°Ł‰Ū– ŁˆŁŽŲ§ŲŖŁ‘ŁŽŁ‚ŁŁˆŲ§ Ų§Ł„Ł„Ł‘Ł°Ł‡ŁŽŪ— Ų§ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‘Ł°Ł‡ŁŽ Ų®ŁŽŲØŁŁŠŁ’Ų±ŁŒŪ¢ ŲØŁŁ…ŁŽŲ§ ŲŖŁŽŲ¹Ł’Ł…ŁŽŁ„ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ

 

Artinya: ā€œWahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Maidah: 8).

 

Ayat ini bukan hanya menunjukkan pentingnya sikap adil dalam berbagai interaksi sosial, akan tetapu juga mengingatkan kita bahwa adil itu sulit —apalagi kalau sedang emosi atau tidak suka terhadap seseorang. Tapi justru di saat itulah keadilan diuji.

 

Maka dari itu keadilan adalah hak yang harus dijaga, karena jika terjadi ketidakadilan dalam suatu masyarakat, hal tersebut akan menimbulkan berbagai kerusakan di tengah-tengah mereka. Sebagaimana penjelasan Syekh Wahbah Zuhaili berikut:

 

ŁŠŁŽŲ§ Ų£ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠŁ†ŁŽ Ų¢Ł…ŁŽŁ†ŁŁˆŲ§ ŁƒŁŁˆŁ†ŁŁˆŲ§ Ł‚ŁŽŁˆŁ‘ŁŽŲ§Ł…ŁŁŠŁ†ŁŽ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁ‚Ł‘Ł Ł„ŁŁ„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŲ²Ł‘ŁŽ ŁˆŁŽŲ¬ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŲŒ Ł„ŁŽŲ§ Ł„ŁŲ£ŁŽŲ¬Ł’Ł„Ł Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲ§Ų³Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų³Ł‘ŁŁ…Ł’Ų¹ŁŽŲ©ŁŲŒ Ų£ŁŽŁŠŁ’ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ų„ŁŲ®Ł’Ł„ŁŽŲ§ŲµŁ Ł„ŁŁ„Ł‘ŁŽŁ‡Ł فِي ŁƒŁŁ„Ł‘Ł Ł…ŁŽŲ§ ŲŖŁŽŲ¹Ł’Ł…ŁŽŁ„ŁŁˆŁ†ŁŽ مِنْ Ų£ŁŽŁ…Ł’Ų±Ł ŲÆŁŁŠŁ†ŁŁƒŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŲÆŁŁ†Ł’ŁŠŁŽŲ§ŁƒŁŁ…Ł’. Ų“ŁŁ‡ŁŽŲÆŁŽŲ§Ų”ŁŽ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁ‚Ł‘Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲÆŁ’Ł„Ł ŲØŁŁ„ŁŽŲ§ Ł…ŁŲ­ŁŽŲ§ŲØŁŽŲ§Ų©Ł ŁˆŁŽŁ„ŁŽŲ§ Ų¬ŁŽŁˆŁ’Ų±ŁŲŒ Ų³ŁŽŁˆŁŽŲ§Ų”Ł‹ Ł„ŁŁ„Ł’Ł…ŁŽŲ“Ł’Ł‡ŁŁˆŲÆŁ Ł„ŁŽŁ‡Ł Ų£ŁŽŁˆŁ’ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡ŁŲŒ Ų£ŁŽŁŠŁ’ Ų£ŁŽŲÆŁ‘ŁŁˆŲ§ Ų§Ł„Ų“Ł‘ŁŽŁ‡ŁŽŲ§ŲÆŁŽŲ©ŁŽ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲÆŁ’Ł„ŁŲ› Ł„ŁŲ£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲÆŁ’Ł„ŁŽ Ł‡ŁŁˆŁŽ Ł…ŁŁŠŲ²ŁŽŲ§Ł†Ł Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŁ‚ŁŁˆŁ‚ŁŲŒ ؄ِذْ Ł…ŁŽŲŖŁŽŁ‰ ŁˆŁŽŁ‚ŁŽŲ¹ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų¬ŁŽŁˆŁ’Ų±Ł فِي Ų£ŁŁ…Ł‘ŁŽŲ©Ł Ų§Ł†Ł’ŲŖŁŽŲ“ŁŽŲ±ŁŽŲŖŁ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁŁŽŲ§Ų³ŁŲÆŁ ŁŁŁŠŁ…ŁŽŲ§ ŲØŁŽŁŠŁ’Ł†ŁŽŁ‡ŁŽŲ§

 

Artinya: ā€œWahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sekalian orang-orang yang menegakkan kebenaran karena Allah SWT bukan karena manusia dan bukan pula karena menginginkan sum'ah (popularitas, ketenaran, ingin dipuji orang). Yaitu, dengan penuh keikhlasan hanya karena Allah SWTĀ dalam segala apa yang kamu perbuat dari urusan agama dan dunia kalian.ā€

 

Jadilah kamu sekalian para saksi yang memberikan kesaksian dengan benar, jujur, objektif, adil, dan apa adanya, tanpa memihak dan tidak pula menzalimi, baik terhadap al-Masyhuud lahu (pihak yang diringankan oleh kesaksian) maupun terhadap al-Masyhuud 'alaihi (pihak yang diberatkan oleh kesaksian). Yaitu, berikanlah kesaksian dengan adil, jujur, benar dan objektif, karena adil merupakan neraca hak. Sebab, kapan sikap-sikap korup dan zalim terjadi di suatu umat, berbagai kerusakan akan tersebar di tengah-tengah mereka. (Syekh Wahbah Zuhaili, Tafsir Munir, [Beirut: Darul Fikr Mu'ashirah, 1991 M], jilid VI, halaman 118).

 

Nilai keadilan dalam Al-Qur’an juga akan melahirkan perdamaian, karena tidak ada yang namanya perdamaian tanpa keadilan, dan tidak ada keadilan tanpa kejujuran yang disertai ketegasan dalam menegakkan kebenaran.

 

Lebih jauh lagi, dalil tentang ash-shulh (perdamaian) terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 9, yang menggambarkan perdamaian sebagai solusi untuk menyelesaikan konflik. Allah SWT berfirman:

 

ŁˆŁŽŲ§ŁŁ†Ł’ Ų·ŁŽŲ§Ū¤Ų¦ŁŁŽŲŖŁ°Ł†Ł Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲ¤Ł’Ł…ŁŁ†ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ų§Ł‚Ł’ŲŖŁŽŲŖŁŽŁ„ŁŁˆŁ’Ų§ ŁŁŽŲ§ŁŽŲµŁ’Ł„ŁŲ­ŁŁˆŁ’Ų§ ŲØŁŽŁŠŁ’Ł†ŁŽŁ‡ŁŁ…ŁŽŲ§Ūš ŁŁŽŲ§ŁŁ†Ł’Ū¢ ŲØŁŽŲŗŁŽŲŖŁ’ اِحْدٰى Ł‡ŁŁ…ŁŽŲ§ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł’Ų§ŁŲ®Ł’Ų±Ł°Ł‰ ŁŁŽŁ‚ŁŽŲ§ŲŖŁŁ„ŁŁˆŲ§ Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲŖŁŁŠŁ’ ŲŖŁŽŲØŁ’ŲŗŁŁŠŁ’ Ų­ŁŽŲŖŁ‘Ł°Ł‰ ŲŖŁŽŁŁŁŠŁ’Ū¤Ų”ŁŽ اِلٰٓى Ų§ŁŽŁ…Ł’Ų±Ł اللّٰهِ Ū–ŁŁŽŲ§ŁŁ†Ł’ ŁŁŽŲ§Ū¤Ų”ŁŽŲŖŁ’ ŁŁŽŲ§ŁŽŲµŁ’Ł„ŁŲ­ŁŁˆŁ’Ų§ ŲØŁŽŁŠŁ’Ł†ŁŽŁ‡ŁŁ…ŁŽŲ§ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲÆŁ’Ł„Ł ŁˆŁŽŲ§ŁŽŁ‚Ł’Ų³ŁŲ·ŁŁˆŁ’Ų§ Ū—Ų§ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‘Ł°Ł‡ŁŽ ŁŠŁŲ­ŁŲØŁ‘Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŁ‚Ł’Ų³ŁŲ·ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ

 

Artinya: "Jika ada dua golongan orang-orang mukmin bertikai, damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap (golongan) yang lain, perangilah (golongan) yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), damaikanlah keduanya dengan adil. Bersikaplah adil! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersikap adil.ā€

 

Pada ayat di atas, Allah SWT memberi panduan konkret bagi umat Muslim ketika menghadapi pertikaian. Jika dua kelompok bertikai, perintahnya jelas: damaikan dengan adil. Bahkan jika salah satu melampaui batas, intervensi dibenarkan untuk mengembalikan keadaan sesuai kehendak Allah.

 

Imam Thabari menegaskan bahwa keadilan dalam mendamaikan konflik tidak boleh berdasarkan kepentingan pribadi, melainkan dengan mengikuti hukum Allah serta harus dilakukan berdasarkan keadilan, bukan atas dasar kepentingan pribadi atau golongan, untuk menjamin keutuhan dan keadilan sosial. Simak penjelasan Imam Thabari berikut:

 

ŁŠŁŽŁ‚ŁŁˆŁ„Ł ŲŖŁŽŲ¹ŁŽŲ§Ł„ŁŽŁ‰ Ų°ŁŁƒŁ’Ų±ŁŁ‡Ł: ŁˆŁŽŲ„ŁŁ†Ł’ Ų·ŁŽŲ§Ų¦ŁŁŁŽŲŖŁŽŲ§Ł†Ł مِنْ Ų£ŁŽŁ‡Ł’Ł„Ł Ų§Ł„Ł’Ų„ŁŁŠŁ…ŁŽŲ§Ł†Ł Ų§Ł‚Ł’ŲŖŁŽŲŖŁŽŁ„ŁŁˆŲ§ŲŒ ŁŁŽŲ£ŁŽŲµŁ’Ł„ŁŲ­ŁŁˆŲ§ Ų£ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲ¤Ł’Ł…ŁŁ†ŁŁˆŁ†ŁŽ ŲØŁŽŁŠŁ’Ł†ŁŽŁ‡ŁŁ…ŁŽŲ§ ŲØŁŲ§Ł„ŲÆŁ‘ŁŲ¹ŁŽŲ§Ų”Ł Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ų­ŁŁƒŁ’Ł…Ł ŁƒŁŲŖŁŽŲ§ŲØŁ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡ŁŲŒ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų±Ł‘ŁŲ¶ŁŽŲ§ ŲØŁŁ…ŁŽŲ§ ŁŁŁŠŁ‡Ł Ł„ŁŽŁ‡ŁŁ…ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡ŁŁ…ŁŽŲ§ŲŒ ŁˆŁŽŲ°ŁŽŁ°Ł„ŁŁƒŁŽ Ł‡ŁŁˆŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų„ŁŲµŁ’Ł„ŁŽŲ§Ų­Ł ŲØŁŽŁŠŁ’Ł†ŁŽŁ‡ŁŁ…ŁŽŲ§ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲÆŁ’Ł„Ł.

 

Artinya: Allah Ta’ala berfirman: ā€œDan jika ada dua kelompok dari kaum Mukminin yang berperang, maka damaikanlah antara keduanya wahai orang-orang yang beriman,ā€ yaitu dengan menyeru keduanya untuk tunduk kepada hukum Kitab Allah, dan menerima isi kandungannya, baik yang menguntungkan mereka maupun yang membebani mereka. Itulah yang disebut dengan mendamaikan keduanya secara adil. (Imam Thabari, Tafsir Jami'ul Bayan, [Makkah: Darul Tarbiyah wa Turats,tt] Jilid XXII, halamanĀ 292).

 

Kesimpulannya, apa yang diajarkan Al-Qur’an tentang keadilan ini ternyata juga relevan dalam konteks Pancasila sebagai dasar negara. Keadilan sosial tidak hanya berarti pembagian kekayaan negara, tapi juga mencakup bagaimana masyarakat menyelesaikan perbedaan, menjalankan hukum, dan memastikan semua orang mendapatkan haknya. Keadilan menjadi instrumen untuk menjaga harmoni dalam keberagaman.

 

Seringkali kita mengira bahwa keadilan hanya berlaku dalam konteks besar seperti pengadilan atau parlemen. Padahal, ajaran Islam dan nilai-nilai Pancasila mengajarkan bahwa adil itu dimulai dari hal kecil seperti tidak pilih kasih kepada teman, tidak menyebarkan hoaks, hingga berani menyampaikan kebenaran walau pahit. Dalam kehidupan digital hari ini, keadilan bahkan bisa berarti tidak langsung menghakimi di media sosial dan memberi ruang untuk dialog sehat.

 

Dengan pendekatan tafsir tematik, kita bisa melihat bahwa Al-Qur’an menyusun gambaran utuh tentang pentingnya keadilan sebagai pondasi hidup yang diridhoi Allah. Begitu pula Pancasila meletakkan keadilan sebagai arah hidup berbangsa dan bernegara. Keduanya sama-sama mengajak kita, sebagai umat Islam, untuk tidak hanya menuntut keadilan dari luar, tapi juga menjadikannya karakter dari dalam diri.

 

Tentu, keadilan bukan cuma slogan, tapi jalan panjang menuju keberkahan dan kedamaian. Dan bila kalian ingin jadi pribadi bertakwa sesuai ajaran Islam sekaligus warga negara yang berintegritas, mulailah dari satu hal sederhana: berlaku adil setiap hari, kepada siapa saja dan dalam hal apa saja. Wallahu a'lam.