• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Keislaman

Perhatikan Beberapa Larangan saat Menunaikan Ibadah Haji

Perhatikan Beberapa Larangan saat Menunaikan Ibadah Haji
Tampak jamaah haji sedang melaksanakan tawaf (Foto:NOJ/nuonlinejabar)
Tampak jamaah haji sedang melaksanakan tawaf (Foto:NOJ/nuonlinejabar)

Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi umat Islam yang mampu secara finansial, fisik dan mental. Mengingat saat ini akan memasuki bulan Dzulhijjah para calon jamaah haji disibukkan untuk bersiap berangkat menuju tanah suci.
 

Perihal ibadah haji disebutkan dalam Al Quran surat Ali Imron ayat 97
 

‎ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا
 

Artinya: Dan semata-mata karena Alloh, menjadi kewajiban manusia untuk melaksanakan ibadah haji ke Baitulloh bagi yang mampu dalam perjalanannya.


Begitu pula dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim:
 

بني الإسلام على خمس : شهادة أن لإ إله إلا الله و أن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان (متفق عليه)
 

Artinya: Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu (1) persaksian bahwa tiada tuhan selain Alloh dan Muhammad SAW. adalah utusan Alloh, (2) mendirikan sholat, (3) mengeluarkan zakat, (4) berkunjung ke Baitulloh, (5) berpuasa di bulan Ramadan (H.R. Bukhari dan Muslim)
 

Terdapat beberapa larangan saat menunaikan ibadah haji yang harus diperhatikan. Syekh Abu Syuja dalam kitab Taqrib menyebutkan sepuluh larangan saat menunaikan ibadah haji di tanah suci.
 

‎فصل ويحرم على المحرم عشرة أشياء لبس المخيط وتغطية الرأس من الرجل والوجه من المرأة  وترجيل الشعر وحلقه وتقليم الأظفار والطيب وقتل الصيد وعقد النكاح والوطء والمباشرة بشهوة
 

Artinya: Pasal. Jamaah haji yang sedang ihram haram melakukan sepuluh hal: mengenakan pakaian berjahit, menutup kepala bagi laki-laki, menutup wajah bagi perempuan, mengurai rambut, mencukur rambut, memotong kuku, mengenakan wewangian, membunuh binatang buruan, melangsungkan akad nikah, bersenggama dan bercumbu penuh nafsu.
 

Meskipun demikian, oleh  beberapa ulama Nusantara seperti KH. Afifuddin Muhajir berpendapat bahwa tidak semua larangan di atas memiliki konsekuensi sanksi. Misalnya terkait tarjil al-sya'ri atau mengurai rambut:
 

 أي تسريح (الشعر) وهذا ضعيف والمعتمد أنه مكروه
 

Artinya: (Mengurai) melepas (rambut). Pendapat ini lemah. Pendapat yang muktamad menyatakan bahwa hukum mengurai rambut adalah makruh bagi jamaah haji yang sedang ihram (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H]
 

Sedangkan Syekh Nawawi Banten mengecualikan perihal larangan potong kuku, rambut atau bulu  itu jikalau keberadaannya cukup “mengganggu”. Ia menerangkan bahwa potong kuku atau potong sedikit rambut yang menghalangi mata dibolehkan tanpa konsekuensi sanksi.
 

‎والخامس  تقليم الأظفار أي إزالتها من يد أو رجل بتقليم أو غيره إلا إذا انكسر بعض ظفر المحرم وتأذى به فله إزالة المنكسر فقط) ولا فدية عليه وكذلك إذا طلع الشعر في العين وتأذى به فله إزالته
 

Artinya: Kelima memotong kuku. Maksudnya, menghilangkan kuku tangan dan kuku kaki dengan cara memotong atau cara lainnya. Akan tetapi , jika sebagian kuku jamaah haji yang sedang ihram tersebut terbelah dan ia menjadi sakit (terganggu) karenanya, maka ia boleh memotongnya) dan tidak perlu membayar fidyah. Demikian halnya dengan kemunculan rambut atau bulu di mata, dan ia menjadi terganggu karenanya, maka ia boleh mengguntingnya, (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Tausyih ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, halaman 125).
 

Meskipun terdapat beberapa pengecualian dalam sebagian larangan, namun pada umumnya  larangan ini mengandung konsekuensi yang mengharuskan jamaah haji untuk membayar fidyah baik berupa kambing, puasa. Pelanggaran terberat adalah hubungan seksual yang berdampak pada kerusakan ibadah haji seseorang dengan tetap  berkewajiban meneruskan rangkaian ibadah hajinya hingga selesai, dan mengqadhanya pada tahun selanjutnya.
 

Walhasil, sebagai bentuk hati-hati dan waspada, sebaiknya jamaah haji memahami dengan baik dan menghindari larangan-larangan di atas agar tidak merusak ibadah haji. Sangat disayangkan bila terjadi pelanggaran sampai ibadah hajinya rusak, tentu mengqadhanya butuh biaya yang sangat besar dan menunggu waktu yang lama untuk menunaikan ibadah haji lagi.


Editor:

Keislaman Terbaru