• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Keislaman

Peristiwa Dua Kiblat di Pertengahan Bulan Sya'ban

Peristiwa Dua Kiblat di Pertengahan Bulan Sya'ban
Masjid qiblatain di Madinah menjadi saksi sejarah dilaksanakannya dua kiblat. (Foto: NOJ/pinterest)
Masjid qiblatain di Madinah menjadi saksi sejarah dilaksanakannya dua kiblat. (Foto: NOJ/pinterest)

Seperti diketahui, Bulan Sya’ban merupakan satu dari empat bulan mulia bagi umat Islam. Selain sebagai bulan diangkatnya amal kebaikan, ada beberapa peristiwa penting yang terjadi di Bulan Syaban. Salah satunya pemindahan kiblat menghadap arah Ka’bah di Makkah yang sebelumnya menghadap Baitul Maqdis atau Masjid Al-Aqsa di Palestina. Peristiwa itu terjadi di pertengahan Bulan Sya’ban atau Nisfu Sya’ban.
 

Dalam buku ‘Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad’ Karya H. Munawar Chalil 1960 halaman 201, terkait sejarah perpindahan kiblat, bahwa ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, beliau mengerjakan shalat selalu menghadap ke arah Baitul Maqdis (Palestina) sampai kurang lebih 16 bulan lamanya, kemudian mendapat perintah supaya menghadap ke arah Baitul Haram (Ka’bah), Makkah. 
 

Pada saat itu, kondisi kota Makkah sedang berada dalam zaman kegelapan, yang mana para penduduknya menganut kepercayaan paganisme (menyembah berhala). Bahkan, Ka’bah dijadikan pusat peribadatan dengan diisi banyak berhala, diantaranya berhala paling besar yang bernama Hubal. Sebaliknya, kota Yatsrib (Madinah), dihuni penduduk yang sudah mengenal agama seperti kabilah Bani Najran yang beragama Nasrani dan kabilah Bani Quraidzah yang beragama Yahudi.
 

Dalam kondisi seperti itu, Nabi Muhammad yang baru saja menginjakkan kakinya di tanah Madinah, menunaikan shalat menghadap ke Baitul Maqdis, Palestina. Meskipun sebelumnya, ketika di Makkah, beliau shalat menghadap Ka’bah yang berlokasi di Makkah. Alasan Rasulullah shalat menghadap Baitul Maqdis saat di Madinah, adalah untuk menghargai, menghormati kaum Nasrani dan Yahudi yang ibadahnya menghadap  Baitul Maqdis (Palestina).
 

Akan tetapi niat mulia Rasulullah ternyata dimanfaatkan kaum Yahudi dengan ragam tipu daya. Mereka berusaha meyakinkan Rasulullah agar terus beribadah menghadap Baitul Maqdis dan hanya terfokus kepada Baitul Maqdis sehingga dapat melupakan Masjidil Haram, Makkah.
 

Hal ini dijelaskan dalam sebuah riwayat, bahwa terjadi sebuah peristiwa; Rasulullah SAW selalu dibujuk oleh segolongan kaum Yahudi agar hanya menyukai Baitul Maqdis sebagai satu-satunya tanah suci yang telah disediakan oleh Allah SWT untuk kediaman para RasulNya. Mereka (Yahudi) berkata: “Maka jika engkau itu benar benar Rasul Tuhan, wahai Muhammad, hendaklah engkau berdiam di tanah suci itu (Baitul Maqdis) menurut jejak para Rasul Tuhan yang terdahulu daripada engkau.”
 

Namun Rasulullah SAW tidak terperdaya oleh bujuk rayu Yahudi. Sebaliknya, beliau selalu merasakan kerinduan menunaikan shalat menghadap Ka’bah (Masjidil Haram). Beliau kemudian berharap petunjuk dari Allah SWT dengan menengadah ke arah langit mengharapkan turunnya wahyu terkait hal tersebut. Kejadian ini pun terekam dalam surat Al-Baqarah ayat 142
 

سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا ۚ قُل لِّلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ


Artinya: Orang-orang yang kurang akalnya akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblat yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? (Baitul Maqdis) " Katakanlah (Muhammad): "Allah pemilik timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus
 

Ayat tersebut sebagai bentuk ketegasan bahwa hanya Allah yang berhak memberikan petunjuk dan pemilik segala arah, sekaligus menjelaskan betapa sombong dan licik tipu daya Yahudi. Kemudian pada ayat 144 diterangkan jawaban atas kerinduan Rasulullah SAW kepada Masjidil Haram
 

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
 

Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arah Masjid Haram. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
 

Sedangkan pada ayat 145, diterangkan identitas Islam sebagai agama yang tidak meniru agama lainnya, melainkan agama yang secara lugas menjelaskan perbedaan keyakinan (iman) antar umat manusia. Dan atas perbedaan itu, Islam sangat mengedepankan toleransi, yaitu tidak memaksakan umat agama lain untuk beribadah sesuai aturan Islam.
 

وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ ۚ وَمَا أَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ ۚ وَمَا بَعْضُهُمْ بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ ۚ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ
 

Artinya: Dan jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) semua ayat (keterangan), maka mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebagian mereka tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka padahal kamu mengetahui, sesungguhnya kamu termasuk golongan orang-orang yang zalim


Dari ayat tersebut pula, dapat kita pahami bahwa Allah telah memberikan petunjuk kepada Rasulullah tentang golongan mana yang akan setia, loyal, militan setelah mendapatkan ilmu (pengetahuan) tentang agama, dan sebaliknya, jika menuruti keinginan mereka, termasuk golongan zalim. 
 

Dalam perkembangan selanjutnya, kiblat yang tetap digunakan oleh umat Islam adalah menghadap Masjid Haram, Makkah. Meski demikian, bagi umat Islam yang ingin melihat guratan sejarah peristiwa tentang dua kiblat ini dapat berkunjung langsung ke masjid qiblatain yang bertempat di Madinah.


Keislaman Terbaru