A Habiburrahman
Kontributor
Kematian tidak bisa diprediksi kapan akan datang, tidak ada yang tahu kapan ajal akan tiba. Sebagaimana dinyatakan oleh-Nya, kematian tidak bisa dipercepat atau ditunda. Manusia bertugas untuk mempersiapkan bekal sebanyak mungkin untuk kehidupan setelah kematian.
Banyak orang yang berlomba-lomba untuk berangkat ke Tanah Suci dan berharap meninggal di sana. Karena mengharapkan kematian hukumnya bisa menjadi sunnah apabila karena tujuan yang baik, misalkan berharap mati syahid di jalan Allah, berharap mati di tiga kota suci (Mekah, Madinah dan Baitul Maqdis) atau karena khawatir terfitnah agamanya.
Disamakan dengan anjuran berharap mati di tiga kota suci, berharap mati di tempatnya orang-orang saleh. Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami menegaskan:
وفي المجموع يسن تمنيه ببلد شريف أي مكة أو المدينة أو بيت المقدس وينبغي أن يلحق بها محال الصالحين
Artinya: “Di dalam Kitab Al-Majmu’, sunnah mengharapkan kematian di tempat mulia, yaitu Mekah, Madinah dan Baitul Maqdis, seyogianya disamakan juga dengan tiga tempat tersebut, tempatnya orang-orang saleh.” (Lihat Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, juz III, halaman 182).
Jenazah Orang yang Berihram
Ada perlakuan khusus bagi jenazah orang yang ihram, terutama dalam mengafani. Ketentuannya, jika jenazahnya laki-laki maka kepalanya tidak boleh ditutup, sedangkan jika jenazahnya perempuan maka wajahnya yang tidak ditutup. Lagi pula, pada saat mengafani atau memandikan tidak boleh menggunakan wewangian. Tujuannya agar tetap mempertahankan bekas ihram, sebab manasik tidak batal karena kematian.
Walhasil, kewajiban atas jenazah orang yang ihram adalah memandikan, membungkus, dan menyalatkan dan menguburkan. Hanya saja, ketika dibungkus, bagian kepala pada jenazah laki-laki dan wajah pada jenazah perempuan tidak ditutup. Ditambah, jenazah mereka tidak diberi wewangian apa pun. Demikian seperti yang difatwakan oleh Syekh Nawawi.
Artikel diambil dari: Ketentuan Khusus dalam Mengurus Jenazah Janin, Kecelakaan, Ihram, dan Mati Syahid
أما المحرم الذكر فلا يلبس محيطا ولا يستر رأسه والمرأة والخنثى لا يستر وجههما ولا كفاهما بقفازين ويحرم أيضا أن يقرب لهم طيب ككفور وحنوط في أبدانهم وأكفانهم و ماء غسلهم إبقاء لأثر الإحرام لأن النسك لا يبطل بالموت
Artinya: “Adapun jenazah orang ihram laki-laki tidak boleh memakai kain yang dijahit. Tidak boleh pula ditutupi kepalanya. Sementara jika jenazahnya perempuan atau banci maka yang tidak ditutupi adalah wajahnya. Hanya hanya tidak cukup untuk keduanya hanya menggunakan kain sarung. Pun haram hukumnya mendekatkan wewangian kepada jenazah mereka, seperti kapur dan kamper pada badan, kain kafan, dan air mandi mereka. Tujuannya untuk mempertahankan bekas ihram. Sebab, manasik tidak batal dengan kematian.” (Lihat: Kasyifatus Saja Syarh Safinatun-Naja, halaman 94).
Terpopuler
1
Innalillahi, KH M Syafi’ Misbah Pengasuh Pesantren Al Hidayah Tanggulangin Sidoarjo Wafat di Makkah
2
Amalan-amalan Sunnah Hari Tasyrik, di Antaranya Makan dan Minum
3
MI Aswaja Besole Tulungagung Juara Favorit Festival Balon Udara
4
Hukum Shalat Makmum di Depan Imam, Sahkah?
5
PCINU Rusia dan Lazawa Darul Hikam Sinergi Adakan Kurban di Moskow-Kazan
6
LAZISNU Nganjuk Tebar Manfaat Kurban pada 1.100 Penerima
Terkini
Lihat Semua