• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 23 Juni 2024

Keislaman

Tafsir Surah al-Hujurat Ayat 12: Menjaga Lisan dan Hati dari Dosa

Tafsir Surah al-Hujurat Ayat 12: Menjaga Lisan dan Hati dari Dosa
Gambaran menggunjing dalam surat Hujurat ayat 12 (Foto:NOJ/mawdo')
Gambaran menggunjing dalam surat Hujurat ayat 12 (Foto:NOJ/mawdo')

Shofiatul Jannah


Ghibah sering dianggap hal biasa oleh sebagian orang, padahal ghibah merupakan perbuatan dosa yang harus dihindari. Islam mengibaratkan pelaku ghibah seperti memakan bangkai saudara sendiri. Bisa dikatakan bahwa orang yang suka menggunjing orang lain sebagai seseorang yang tidak mampu mengendalikan amarahnya. Mereka memilih melampiaskan kebenciannya dengan cara ghibah.
 

Surah al-Hujarat ayat 12 secara khusus menyoroti urgensi menjaga lisan dan hati dari dosa seperti berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain dan menggunjing. Berikut adalah tafsiran dari ayat tersebut. Allah berfirman dalam Surah al-Hujurat ayat 12: 


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang”.


Menggunjing orang lain atau ghibah hukumnya adalah haram dan termasuk dalam kategori dosa besar. Melalui ayat ini, Allah Swt melarang hamba-hambanya untuk manjauhi prasangka buruk. Al-Alusi dalam Tafsir Ruhul al-Ma’ani menjelaskan bahwa lafadz اجْتَنِبُوا merupakan kata perintah yang diambil dari lafadz جانب yang berarti jauhilah sesuatu itu.


Di dalam ayat ini, al-Alusi juga meyebutkan bahwa Allah melarang seorang Muslim untuk berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain, membongkar apa yang tersembunyi dari orang lain dan menggunjingnya. al-Alusi juga menyebutkan bahwa larangan ayat ini tertuju kepada umat Islam, baik secara berkelompok ataupun personal.


Husain Thaba’thabai dalam Tafsir al-Mizan menekankan bahwa yang dimaksud prasangka dalam ayat ini adalah prasangka buruk. Karena Islam justru menganjurkan untuk berprasangka baik sebagaimana dalam Surah al-Nur ayat 12: 


لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ


Artinya: Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata".


Surah al-Hujurat ayat 12 diatas juga memberikan larangan pada perilaku tajassus (memata-matai) yaitu mencari petunjuk yang bisa memperjelas suatu masalah. Imam al-Qurthuby dalam kitab tafsirnya menyebutkan bahwa tajassus adalah sebuah upaya mengungkap hal-hal yang disembunyikan dari seseorang. Al-Qurthuby juga menyebutkan bahwa prasangka dalam ayat tersebut merupakan sebuah tuduhan. Rasulullah Saw bersabda:


إذا كان أحدكم مادحا أخاه فليقل أحسب كذا ولا أزكي على الله أحدا . وقال: إذا ظننت فلا تحقق وإذا حسدت فلا تبغ وإذا تطيرت فامض


Artinya. “Jika salah seorang di antara kalian memuji saudaranya, hendaklah ia berkata, "Aku berpendapat begini dan begitu, dan aku tidak merekomendasikan siapa pun kepada Allah." Beliau bersabda, "Jika kalian berpikir, janganlah kalian berpikir, jika kalian iri, janganlah kalian iri, jika kalian khawatir, janganlah kalian khawatir”. (HR. Abu Daud).


Al-Quran dan hadis telah memberikan pedoman kepada umat Islam untuk menjauhi perilaku ghibah ini. Ghihab merupakan penyakit sosial yang harus dihindari. Perilaku ini memberikan dampak negatif di tengah-tengah masyarakat terutama bagi korban ghibah.
 

Selain itu, ghibah juga bisa mempengaruhi kesehatan mentalnya. Orang yang digunjing akan merasa terdzalimi bahkan tersakiti atas tuduhan yang diarahkan kepadanya apalagi jika aibnya diumbar kepada orang lain. Selain itu pula, orang yang terlibat dalam perilaku ghibah ini biasanya juga akan terbawa emosi negatif dan akan berpandangan buruk juga kepada orang lain. hal ini yang akan menciptkan lingkungan yang tidak sehat karena akan menimbulkan ketidakharmonisan di tengah-tengah masyarakat. Itulah kenapa Allah Swt melarang keras perilaku ini. 


Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menjelaskan munasabah ayat ini dengan ayat sebelumnya yaitu Surah al-Hujarat ayat 11:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ


Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.


Menurut Shihab, ayat 11-12 Surah al-Hujurat sama-sama memberi peringatan tentang larangan untuk menjauhkan diri dari sifat-sifat buruk yang bisa merusak persaudaraan seperti mengolok-ngolok orang lain, dan prasangka buruk atau mencari-cari kesalahan orang lain.
 

Senada dengan al-Alusi, Shihab menyebutkan bahwa lafadz الظَّنِّ dalam Surah al-Hujurat ayat 12 tersebut merujuk pada prasangka buruk yang sifatnya tersembunyi. Seseorang yang berprasangka masih memperkirakan yang sifatnya belum tentu benar atau sebaliknya.


Berdasarkan hal ini, ayat tersebut memberikan panduan yang sangat jelas tentang pentingnya menjaga lidah dan hati dari prasangka buruk. Menjaga lisan sesungguhnya juga merupakan upaya menjaga hati dari sifat-sifat buruk. Karena apa yang diucapkan merupakan representasi dari apa yang ada di dalam hati dan pikiran.
 

Dengan mengikuti apa yang Allah perintahkan dan menjauhi larangan-Nya ini, seseorang akan menciptakan kehidupan dan keharmonisan serta penuh kedamaian dalam hidup baik di lingkungan pribadi dan sosial. Untuk menjauhi perilaku ini, hendaknya seseorang menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif. Mengisi waktunya dengan kegiatan-kegiatan yang baik, berkumpul dan berinteraksi dengan orang-orang yang suka melakukan kebaikan. 


Keislaman Terbaru