• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 2 Mei 2024

Keislaman

Kajian Tafsir Surat Al-Qashash Ayat 34: Pendelegasian Wewenang

Kajian Tafsir Surat Al-Qashash Ayat 34: Pendelegasian Wewenang
Ilustrasi Al-Quran (Foto:NOJ/nuonline)
Ilustrasi Al-Quran (Foto:NOJ/nuonline)

Oleh:  M. Fahmi Ashari*


Dalam Al-Qur’an disebutkan mengenai contoh pendelegasian wewenang oleh Nabi  Musa kepada Nabi Harun. Sejumlah ahli tafsir berbeda pendapat tentang penyebab Nabi  Musa kurang fasih dalam berbicara. Kisah ini terabadikan dalam (Q.S. Al. Qashash [28] : 34)


وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي ۖ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ


Artinya: Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia  bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku  khawatir mereka akan mendustakanku. (Q.S. Al. Qashash [28] : 34) 


Dalam tafsir Al-Misbah menyebutkan Nabi Musa sama sekali tidak menolak  kehormatan yang dianugerahi Allah untuk menyampaikannya kepada Fir’aun. Namun di sisi  lain, beliau menyadari dirinya sebagai seorang yang sangat tegas sehingga beliau khawatir  jangan sampai amarahnya memuncak sehingga tidak dapat menyampaikan penjelesan sebaik  mungkin.


Berbeda dengan Nabi Harun yang dikenal dengan berbudi bahasa yang baik. Oleh  karena itu, penjelasan dari Harunlah yang diharapkan oleh Nabi Musa untuk dapat  memperjelas dalil-dalil yang disampaikan kepada Fir’aun dan rezimnya. Sehingga melalui  penjelasan Nabi Harun mereka dapat mempercayai dan membenarkan Nabi Musa. (Quraish  Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an [Jakarta, Lentera Hati:  1426 H], Volume X, halaman, 344-345) 


Sedangkan dalam Tafsir Al-Munir dijelaskan Nabi Musa memohon kepada Allah  untuk menjadikan Harun sebagai pendamping dan pembantunya yang dapat membenarkan  apa yang ia katakan. Karena pada saat kecil Nabi Musa ketika disuruh memilih antara kurma  dan bara, ia kemudian memilih bara dan meletakkan di lidahnya yang kemudian membuatnya  cedal dan kaku pada lisannya.


Dalam keterangan kitab yang sama sebagian ulama salaf mengenai permintaan Nabi  Musa agar mengutus saudaranya Harun, mengatakan tidak ada seorang pun yang mempunyai pemberian yang lebih besar terhadap saudaranya dibandingkan Nabi Musa kepada Nabi Harun.


Nabi Musa memberinya syafaat sampai Allah menjadikannya sebagai nabi dan rasul bersamanya untuk mengadapi fir’aun dan pembesar-pembesarnya. (Syekh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Al-Munir Fii Aqidah Was Syari’ah Wal Manhaj [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], Volume X, halaman 381-382).


Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya berkata: 


“Suruhlah saudaraku bersamaku agar dia dapat membantuku dalam  memberikan bukti. Barangkali apa yang dimaksud dengan beriman kepada Fir'aun dan apa  yang dimaksud dengan beriman kepada Harun, akan tercapai dengan bahasa yang fasih  dalam menyampaikan dalil, jawaban atas keragu-raguan, dan perdebatannya dengan orang  kafir. Karena lidah Nabi Musa tidak dapat menyampaikan dengan baik karena penyakit  glossitis.” (Muhammad bin Umar al-Nawawi al-Jawi, Marah Labid Li Kasyfi Ma’ani Al-Qur’an Al-Majid, [Beirut: Darul Kitab al-Ilmiyah: 1316 H], Volume 2, halaman 196)


Sementara itu, menurut Imam Abu Abdillah Syamsuddin Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya  mengatakan


“Kalau saya tidak punya menteri atau orang yang ditunjuk, maka mereka sulit  memahami saya”. (Abu Abdilah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr Al-Qurthubi, Al-Jami’u  Li Ahkami Al-Qur’an Wa Al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Mina Al-Sunnah Wa Ayi Al Furqan, [Beirut, Mu’assasah Ar-Risalah: 1427 H], Juz 16, halaman 281) 


Penafsiran ini dapat diartikan bahwa Nabi Musa membutuhkan orang lain untuk membantu  dakwahnya kepada Raja Fir’aun, dengan izin Allah ditunjuklah Nabi Harun sebagai  pendamping Nabi Musa sekaligus yang menyampaikan risalah agama kepada Fir’aun.


Hal ini diminta oleh Nabi Musa karena Nabi Harun mempunyai tutur kata yang lebih baik daripada  dirinya. Beliau mendelegasikan tanggungjawabnya kepada Nabi Harun karena untuk  menyesuaikan dengan mitra dakwah yang dihadapi pada saaat itu yaitu Raja Fir’aun dan  pengikutnya yang dikenal sombong dan dzolim.


Oleh karena itu, dalam perspektif manajemen, seorang pemimpin perlu mendelegasikan  sebagian tugasnya kepada anggotanya apabila pemimpin tidak dapat melaksanakan tugasnya  dengan baik. Hal ini menjadi keharusan bagi pemimpin agar tujuan yang ditentukan dapat  tercapai. 


Di sisi lain pemimpin juga perlu memperhatikan kemampuan anggotanya dalam menjalankan tugas tersebut, apakah sesuai dengan wewenang yang akan didelegasikan atau tidak. Sehingga ini menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam pendelegasian  wewenang, karena pendelegasian wewenang kepada yang bukan ahlinya akan mengakibatkan  tidak tercapainya visi dan misi dari suatu kegiatan yang diinginkan, Rasulullah bersabda :


إذا ضُيِّعَتِ الأمانَةُ فانْتَظِرِ السَّاعَةَ قالَ: كيفَ إضاعَتُها يا رَسولَ اللَّهِ؟ قالَ: إذا أُسْنِدَ الأمْرُ إلى غيرِ أهْلِهِ فانْتَظِرِ السَّاعَةَ


Artinya: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya, “bagaimana maksud amanat disia-siakan?” Nabi menjawab;  "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (HR.  Bukhari–6015)


Dari penjelasan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa dalam proses pendelegasian wewenang  
perlu melihat secara seksama wewenang yang didelegasikan dan pihak yang akan menerima delegasi, sehingga perlu menyesuaikan antara kemampuan penerima delegasi  dengan objek. Begitu juga sebaliknya delegator perlu menyadari batas kemampuannya  sendiri sehingga tidak memikul beban dan tanggung jawab melebihi kapasitas dirinya. 


*Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Dakwah  UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Keislaman Terbaru