• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Ketentuan Memilih Istri Idaman dalam Tafsir Al-Ibriz

Ketentuan Memilih Istri Idaman dalam Tafsir Al-Ibriz
KH Bisri Mustofa dalam kitab Tafsir Al-Ibriz menjelaskan kriteria istri idaman. (Foto: NOJ/Syaifullah)
KH Bisri Mustofa dalam kitab Tafsir Al-Ibriz menjelaskan kriteria istri idaman. (Foto: NOJ/Syaifullah)

Jadwal akad dan walimah nikah di bulan ini cukup padat. Anggota keluarga, tetangga dan warga secara umum memanfaatkan bulan Dzulhijjah ini antara lain dengan melangsungkan akad dan resepsi pernikahan.

 

Namun bagi kalangan yang masih dalam masa menunggu atau mencari pasangan hidup, ada baiknya memperhatikan yang dipesankan KH Bisri Mustofa Rembang. Hal tersebut terdapat dalam kitab tafsir Al-Ibriz li Ma’rifati Tafsiri Al-Qur’an al-Aziz.

 

Penjelasan dimulai dari ayat berikut ini:

 

فيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ اِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَ لَا جَآنٌّ

 

Artinya: Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang membatasi pandangan, yang tidak pernah disentuh manusia maupun jin sebelumnya. (QS. Al Rahman: 56)

 

Dalam menafsiri ayat tersebut, KH Bisri Musthofa Rembang, berkata dalam kitab tafsirnya sebagai berikut: Ana ing suwarga, ana ing panggung-panggunge lan gedung-gedunge, ana wadon-wadon kang ngeringkes paningal (ateges wadon-wadon kang tresna banget marang kakunge. Ora wadon-wadon kang mata keranjang). Selawase ora tahu kagepok dening menungsa sadurunge ahli suwarga, lan ora kagepok dening jin.

 

Ya, tafsir Nusantara yang berbahasa Jawa bertuliskan Arab pegon itu berbunyi: Di surga, di panggung-panggung dan gedung-gedungnya, ada wanita-wanita (bidadari) yang membatasi pandangannya (maksudnya, wanita-wanita yang sangat mencintai suaminya, tidak wanita yang mata keranjang). Selama-lamanya (wanita itu) tidak pernah tersentuh oleh manusia sebelum ahli surga, dan tidak (pernah) tersentuh oleh jin.

 

Kiai Bisri menafsiri bahwa para bidadari-bidadari surga itu saking cintanya yang besar dan tulus terhadap suaminya. Maka mereka semua membatasi pandangannya, tidak pernah melirik sedikit pun terhadap suami ahli surga yang lainnya.  Tidak pernah tergiur akan kegantengan suami ahli surga lainnya. Dan kesucian wanita-wanita surga itu pun juga terjamin, karena mereka sebelumnya tak pernah tersentuh oleh satu makhluk pun, baik dari golongan manusia maupun jin.

 

Yang menarik dari tafsir ini, adalah tentang pendapat Kiai Bisri tentang wanita di dunia yang dipaparkan kemudian dalam kalam muhimmatun (penting) selanjutnya: Wong-wong wadon dunya iku biasane lan umume yen banget ayune iku cok bisa gampang kepincut marang wong lanang kang den anggep bagus utawa luwih bagus katimbang kakunge.

 

Bahwa wanita-wanita dunia itu biasanya dan bahkan umumnya, jika kecantikannya di atas rata-rata terkadang mudah terpikat kepada laki-laki lain yang menurutnya ganteng, atau lebih rupawan dari pada suaminya sendiri.

 

Lebih lanjut dijelaskan: Sebab wadon kang banget ayune iku sasat angger wong kepingin nyawang, mengko yen kebeneran penyawange wong lanang bagus iku bisa pas tatapan karo panglirike wadon, biasane banjur kaya ana setrume

 

Wanita yang cantiknya di atas rata-rata, sewajarnya setiap manusia memiliki keinginan untuk memandang elok wajahnya. Nah, nanti jika kebetulan bersamaan antara pandangan laki-laki rupawan dengan lirikan mata wanita itu biasanya akan timbul getaran yang menyerupai aliran listrik.

 

Kalau sudah begitu, apa yang terjadi? Mula wadon nuli arang-arang kang kuat naggulangi coba, mula banjur kedadean kang ora bagus.


Jika sudah seperti demikian. Sudah timbul getaran nafsu antara laki-laki rupawan dengan wanita yang cantik pula. Sangat jarang sekali di dunia ini, didapati wanita yang kuat menanggulangi cobaan berupa getaran nafsu tersebut. 

 

Maka dari itu, di kemudian hari sering ditemui hal yang kurang baik. Bisa jadi hubungan di luar pernikahan, bagi yang masih perawan. Atau bahkan perselingkuhan bagi wanita yang sudah bersuami. Na'udzubillah

 

Ulama kenamaan asal Rembang yang juga ayahanda dari KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) tersebut, kemudian memberikan anjuran kepada para pria dalam tafsirnya: Mulane para kakung yen milih bojo, aja namung rupa. Senajan mungguhing rupa bijine namung nenem utawa pitu kurang, nanging yen atine patut dibiji songo, sak ora-orane wolu utawa pitu, mungguh aku luwih utama katimbang rupane bijine songo, nanging atine biji lima utawa papat, utawa katimbang rupane biji sepuluh, nanging mata keranjang. Wallahu a'lam.

 

Oleh karena itu, para lelaki jika memilih seorang istri jangan hanya menilai tingkat kecantikannya saja. Jika dikalkulasikan, andai ada seorang wanita kecantikannya hanya bernilai enam atau tujuh kurang, tapi jika hatinya patut dinilai sembilan atau setidaknya delapan atau tujuh, menurutnya lebih utama.  Daripada kecantikannya bernilai sembilan, tapi hatinya bernilai lima atau empat. Atau bahkan kerupawanannya bernilai sempurna, sepuluh misalnya, tapi mata keranjang. (itu lebih hina), wallahu a'lam.

 

Hal tersebut ternyata juga senada dengan hadits Rasulullah berikut ini:

 

 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعِ خِصَالٍ : لِمَالِهَا وَجَمَالِهَا وَحَسَبِهَا وَدِينِهَا

 

Rasulullah menjelaskan bahwasanya wanita itu dinikahi atas empat perkara: Adakalanya karena hartanya, karena kecantikannya, ada juga karena nasabnya, dan karena agamanya. Namun dalam hadits lanjutannya beliau bersabda:

 

 فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

 

Artinya: Maka nikahilah wanita karena agamanya, maka tanganmu akan dipenuhi dengan debu.

  

Wanita memang memiliki sejuta daya tarik terhadap pria. Setiap jengkal sisi tubuhnya, memiliki tingkat ketertarikan bagi kaum Adam. Tidak hanya itu, kehidupannya yang penuh warna pun menjadikan daya tarik tersendiri bagi pria.  Meskipun demikian, tetap para pria hanya dianjurkan untuk memilih wanita atas dasar agama sebagai kesimpulannya, tidak berdasar kecantikannya. Bagaimanapun, kecantikan akan pudar pada masanya. 


Editor:

Keislaman Terbaru