• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Madura

Kiai Pandji: Tanpa Ranting NU, di Atasnya Laksana Boneka Padi

Kiai Pandji: Tanpa Ranting NU, di Atasnya Laksana Boneka Padi
Kiai Pandji Taufiq, Ketua Tanfidziyah PCNU Sumenep. (Foto: NOJ/Firdausi)
Kiai Pandji Taufiq, Ketua Tanfidziyah PCNU Sumenep. (Foto: NOJ/Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim

KH A Pandji Taufiq, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep, menyampaikan bahwa untuk membesarkan NU maka harus dimulai dari pengurus, terutama di tingkat ranting dan anak ranting. Karena tanpa Ranting NU, struktur di atasnya hingga pusat hanyalah baying-bayang. Seperti boneka padi yang hanya bisa menakut-nakuti burung.


Hal itu disampaikan Kiai Pandji saat menghadiri acara Silaturahmi PCNU pada Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU), Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) dan Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama (PARNU) se-Kecamatan Pragaan di Aula MWCNU Pragaan, Ahad (27/03/2022).


“Syuriyah senantiasa mengingatkan pada kami, bagaimana ranting betul-betul ada. Bukan hanya ada, tetapi hidup dan bermanfaat pada warga. Karena sejatinya pusatnya NU ada di ranting. Jika ranting tidak ada, maka NU yang ada di pusat hanya menjadi bayang-bayang saja. Ibarat boneka padi yang menakut-nakuti burung di sawah,” ungkapnya.


Jika dikaji lebih dalam dengan menggunakan pendekatan filsafat, lanjutnya, akar akan sakit jika pohon akan mati. Kemungkinan para muassis mengistilahkan ranting seperti pohon ini. “Kalian adalah penyadap dan penghisap nutrisi NU. Bagi kami, merawat ranting adalah dalam rangka membesarkan struktur di atasnya dan memperlebar syiar Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah,” tegas Kiai Pandji.


Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk ini mengutarakan, MWCNU Pragaan sengaja ditaruh di paling akhir karena di sana MWCNU rasa cabang. “Kegiatan taaruf ini hakikatnya ingin mengecek keberadaan MWCNU, PRNU dan PARNU. Karena setiap kata-kata pengurus dan warga NU harus menjadi kerja nyata,” ujar Kiai Pandji.


Menurutnya, setiap MWCNU, PRNU dan PARNU memiliki kearifan dan keunggulan tersendiri. Pihaknya sengaja memandu dan memberi arahan pada pengurus untuk membentuk PARNU berbasis masjid-mushala. Karena ekosistem paham Aswaja ada di dua tempat itu.


“PARNU harus berpusat pada ekosistem sosio kultural yang ada di pedesaan. Tidak hanya ada namanya, tetapi memberi manfaat, seperti menggerakan i’anah syahriyah yang memang benar-benar ada di dalam AD/ART,” pinta Kiai Pandji.


Mengutip KH Muchit Muzadi, Kiai Pandji menuturkan bahwa seorang anggota NU dikatakan sah jika membayar i’anah syahriyah.


“Ketika ia nyantri di pesantren Tebuireng, Jombang, ia sowan kepada Hadratussykeh KH Hasyim Asy’ari. Tujuannya adalah ingin masuk NU. Apa kata Mbah Hasyim? Kamu masih anak-anak, karena menjadi anggota NU harus membayar i’anah syahriyah,” tandasnya.


Dari kisah tersebut, Kiai Pandji menyatakan bahwa NU harus besar dari warga, untuk warga dan oleh warga. Membesarkan NU itu dimulai dari pengurus dan warganya. Aktif di NU bukan untuk memperbaiki orang lain, tetapi memperbaiki diri sendiri.


Madura Terbaru