• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Madura

Pernah 'Dibayar' Sarung Setahun Sekali, Guru Madrasah Ini Tetap Mengabdi

Pernah 'Dibayar' Sarung Setahun Sekali, Guru Madrasah Ini Tetap Mengabdi
K Sholehuddin guru di Sumenep yang pernanya hanya digaji sarung setahun sekali. (Foto: NOJ/ Firdaus).
K Sholehuddin guru di Sumenep yang pernanya hanya digaji sarung setahun sekali. (Foto: NOJ/ Firdaus).

Sumenep, NU Online Jatim

Di momen Hari Guru yang jatuh pada tanggal 25 November atas keputusan Keppres Nomor 78 tahun 1994 disambut hangat oleh segenap guru di Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep.

 

Menurut Sahuri, hari guru merupakan penghargaan terhadap kinerja guru yang memiliki peran dalam pembangunan nasional, terutama peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia.

Kepala Madrasah (MA) Annajah 1 Karduluk tersebut mengutarakan bahwa kinerja guru lebih memfokuskan pada tujuan luhurnya. Yakni, menciptakan generasi muda atau SDM yang berkualitas dan siap pakai di masa yang akan datang sesuai dengan zamannya.

 

"Ini penghargaan yang sangat besar bagi kita selaku guru dalam menjalani profesi keguruan," ujar Sahuri, Rabu (25/11/2020).

 

Gurunya Guru yang Sempat Dibayar Sarung

Untuk memperingati hari guru, alumni Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan (saat ini IAIN Madura) tersebut menegaskan bahwa seluruh guru di Yayasan Annajah 1 Karduluk mengidolakan K M Sholehuddin. Karena beliau salah satu guru paling senior, bahkan seluruh guru yang mengabdi di Annajah 1 mulai tingkat PAUD, TK, MI, MTs, dan MA pernah berguru kepada sosok inspiratif tersebut.

 

"Sejak Annajah berdiri, mulai dari MI 1970an, MTs 1980an, dan MA 1995, Kiai Sholeh tetap ikhlas mengajar hingga saat ini dengan honor yang minim," curahnya sambil menundukkan kepala.

 

Bahkan dulu, Kiai Sholeh hanya mendapat gaji sebuah sarung setahun sekali. Namun ia tetap disiplin menjalankan amanah tersebut. Pendidikan terakhirnya memang tingkat Mu'allimin di Pondok Pesantren Al-Is'af Kalabaan Guluk-Guluk, namun ia menjadi teladan sebagai sosok yang ikhlas, tawadlu, ramah, rajin, dan disiplin saat menjalankan amanahnya.

 

"Justru guru-guru muda tidak seperti beliau. Dan wajib hukumnya bagi guru muda mencontoh  beliau yang menurut kami bisa memompa dan memberi motivasi agar terus berkhidmat dan mengabdi di pesantren. Jika guru masa kini hanya bisa mengajar dalam 1 home base saja, tapi beliau bisa mengajar diseluruh tingkatan kecuali PAUD dan TK,” jelasnya.

 

Di kesempatan yang sama, Subairi menjelaskan biodatanya. Guru yang diteladaninya itu lahir di Sumenep, 10 Juli 1960. Dan mengampu materi FIA, Aswaja An-Nahdliyah, Tasawuf, dan Standar Kompetensi Ubudiyah dan Amaliyah (SKUA).

 

"Kami rasa, mulai tingkat MI sampai MTs, tidak jauh beda dengan di MA. Perlu diketahui, beliau adalah gurunya guru,” ungkap Waka Kurikulum MA Annajah 1 Karduluk..

 

Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk tersebut menjelaskan bahwa K Sholeh memang tidak memiliki gelar akademik. Namun secara keilmuan dan pengalamannya, lebih luas di bandingkan dengan guru kekinian.

 

"Saat posisi kami sebagai murid, beliau lebih sering menggunakan metode pesantren. Sementara saat ini pendekatannya lebih mengacu pada model Barat. Apalagi yang diamanatkan oleh K 13, guru harus menggunakan model problem based learning, project based learning, discovery, inquiry dan lainnya. Namun beliau tetap kokoh menggunakan metode klasik," sargasnya.

 

 

Walaupun metode klasik tersebut dikatakan jadul oleh guru-guru masa kini. Tetapi yang kami rasakan hingga saat ini, mampu merubah tingkah laku atau perilaku siswa. "Walaupun beliau tidak tersertifikasi, beliau tetap semangat, bahkan melebihi dari guru yang tersertifikasi," tegasnya.

 

Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut menegaskan bahwa K Sholeh adalah produk pesantren. Yang mana, bisa mengevaluasi pembelajaran dengan mengikuti perkembangan kurikulum.

 

"Walaupun kita punya emas 1 gunung. Emas tersebut tidak cukup diberikan kepada beliau. Karena jasanya begitu besar terhadap bangsa," pungkas Subairi.

 

Editor: Romza


Editor:

Madura Terbaru