Malang Raya

KH Baidhowi Muslich Sosok Istiqamah Ngaji dan Produktif Menulis Wafat

Rabu, 30 April 2025 | 20:00 WIB

KH Baidhowi Muslich Sosok Istiqamah Ngaji dan Produktif Menulis Wafat

Almarhum KH Baidhowi Muslich semasa hidupnya. (Foto: NOJ/ Madchan Jazuli)

Malang, NU Online Jatim

Kabar duka menyelimuti Nahdliyin dan pesantren Kota Malang. Kiai kharismatik KH Baidhowi Muslich selaku Pengasuh Pondok Pesantren Anwarul Huda (PPAH) dan Penasihat Pondok Pesantren Miftahul Huda (PPMH) Gading Malang dikabarkan wafat.

 

Salah satu abdi ndalem Pondok Gading, Abdullah, mengatakan bahwa selama tujuh tahun menjadi sopir Kiai Baidhowi, banyak kenangan yang tidak bisa diceritakan, namun selalu membekas dalam ingatan.

 

"Selama di pondok saya hanya bagian nyetir saja. Kalau di kediamannya, ada mbak-mbak. Ketemu yai (Kiai Baidhowi) hanya pas di mobil saja. Beliau tidak pernah lepas dari dzikir," ujar Abdullah kepada NU Online Jatim, Rabu (30/04/2025).

 

Dirinya mengaku, beberapa kali ia pernah membatin tentang apa yang dilakukan oleh Kiai Baidhowi. Namun, tak berselang lama, ia mendapati wejangan (pesan) mendalam dari almarhum.

 

"Selain itu, misalnya saya batin kok begini ya, maka timbal baliknya ke saya langsung duko (kurang enak) dari yai. Biasanya yai ngendikan (berkata), misalnya, ‘sampean ada gurunya yang begini jangan di batin. Itu sepengetahuan saya langsung berkata, sering kejadian seperti itu," ungkapnya.

 

Pria asal Kecamatan Dampit, Malang ini mengatakan bahwa keistimewaan Kiai Baidhowi salah satunya adalah tepat waktu. Selama ini perihal mengaji selalu tepat waktu.

 

Hal yang tak terlupakan bagi Abdullah adalah pesan Kiai Baidhowi saat dirinya sowan untuk pulang. Kala itu, Kiai Baidhowi menekankan agar selalu mengamalkan ijazah yang sudah diberikan, serta menjaga keluarga sebagaimana kewajiban kepala keluarga. 

 

"Dijaga (keluarga) dan juga istiqamah sampean jalani ijazah yang saya berikan itu dilakukan. Itu saja pesan dari Yai," tuturnya.

 

Sementara Dwi Romadony, seorang alumnus asal Purbalingga yang kini domisili di Malang, menceritakan bahwa salah satu doa setelah membaca Yasin yang dikumpulkan di buku Durrotul Huda, berasal dari Kiai Baidlowi berdasarkan saran dari KH Ahmad Muhammad Arif Yahya.

 

Ia menambahkan, Kiai Baidhowi merupakan sosok ulama yang menyejukkan. Menurutnya, hal itu bisa dilihat dari keluasan ilmu dari kitab yang dibaca, bukan hanya pada tafsir jalalain melainkan juga kitab hadist, tasawuf, sejarah, serta hikayat.

 

Ia pun turut mengakui bahwa Kiai Baidhowi merupakan sosok yang produktif dalam menulis, baik menerbitkan buku sampai menulis dalam majalah maupun buletin. "Untuk buku memang iya, salah satu yang melegenda adalah buku pegangan Toriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah," katanya Dony, sapaan karibnya.

 

Sekilas Profil dan Karya
Mengutip dari laman resmi PPAH, KH Baidhowi Muslich lahir di Desa Parijatah Kulon, Srowo, Banyuwangi, pada 17 Juli 1944. Ayahnya bernama KH Muslich Hanafy, sementara ibundanya ialah Hj Walijah Thoyib. Ia merupakan putra kelima dari tujuh bersaudara.

 

Kiai Baidhowi adalah seorang mursyid thoriqoh, sehingga sampai ia wafat masih berkhidmat di Jam'iyyah Thoriqah Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) Idarah Syu'ubiyah Kota Malang. Selain itu, ia pernah aktif di Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang. 

 

Adapun karya-karya Kiai Baidhowi cukup banyak. Di antaranya, buku Butir-butir Mutiara 1, Butir-butir Mutiara 2, Ahlussunnah wal Jamaah, Tertib Ibadah Haji & Umrah, Gerakan Infaq, Qolbun Salim, dan At Tasawwuf.

 

Selanjutnya, karya buku lainnya yaitu, Masjid & Manajemen Zakat, Makna Etos Kerja Islami, Arogansi–Radikalisme, dan Persaudaraan – Cara Hidup Umat Islam. Kiai Baidhowi juga menerbitkan buku Kumpulan khutbah Jumat, yaitu Ad-Dzikra 1 dan Ad-Dzikra 2. 

 

Sebagai informasi, almarhum dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Anwarul Huda, Karangbesuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang.