• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Matraman

Menyoal Salah Paham Ayat Jihad dalam Peristiwa Bom Bunuh Diri di Bandung

Menyoal Salah Paham Ayat Jihad dalam Peristiwa Bom Bunuh Diri di Bandung
Ilustrasi bom bunuh diri. (Foto: NOJ/ ISt)
Ilustrasi bom bunuh diri. (Foto: NOJ/ ISt)

Trenggalek, NU Online Jatim
Aksi bom bunuh diri di Indonesia terulang kembali, kali ini menyasar Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (07/12/2022) saat anggota melakukan apel pagi. Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jatim, Agus H Zahro Wardi merespons hal itu dan mengatakan banyak ekstremis yang salah paham atau keliru memaknai ayat jihad dalam Al-Qur'an.


Di dalam Surat Al-Baqarah ayat 190 menjelaskan agar memerangi di jalan Allah orang-orang yang memerangi. Artinya yakni: Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, tetapi jangan melewati batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.


"Nah, di dalam ayat ini ada perintah jihad di jalan Allah. Namun, yang boleh diperangi ialah kafir harbi. Mereka ialah golongan non-Muslim yang memerangi umat Islam," ungkap Agus H Zahro Wardi saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.


Gus Zahro menggaris bawahi bahwa tindakan tersebut hendaknya tidak melampaui batas, karena Allah tidak suka terhadap orang-orang yang melampaui batas. Selain syarat Kafir Harbi harus memerangi kaum Muslim agar bisa diperangi, syarat lainnya ialah harus ada keputusan dari pemerintah setempat.


"Kalau tidak memenuhi dua syarat itu tidak diperbolehkan. Sehingga para radikalis yang memahami ayat ini dengan memerangi bangsa sendiri atas nama perang menghadapi non-Muslim bertentangan dengan fiqih, apalagi yang terjadi pada bom bunuh diri," imbuhnya.


Dirinya pun menyayangkan, orang-orang yang terpapar paham dimaksud mayoritas mempunyai sifat yang tidak terbuka dan cenderung tertutup. Sehingga sulit untuk dikembalikan jiwa nasionalisme, khususnya dalam konteks pemahaman tentang jihad.


“Padahal sebenarnya sikap terbuka dapat meminimalisir sekaligus menghindarkan dari provokasi yang negatif,” ucap anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim ini.


Bahkan, doktrin-doktrin yang diajarkan di lingkaran jaringan radikalisme diakui atau tidak cukup insklusif dan sistematis, serta masih banyak di antara mereka yang salah dalam menafsirkan Al-Qur’an, khususnya ayat jihad. "Sehingga dalam pandangan fiqih, pemaknaan mereka atas hadits dan Al-Qur’an cenderung radikal," katanya.


Ketua Badan Wakaf Indonesia Kabupaten Trenggalek itu pun mendorong peran besar pemerintah dalam menanggulangi radikalisme. Menurutnya, sesungguhnya radikalisme berkembang di Indonesia karena ustadz-ustadz banyak berpaham radikal.


Di antaranya, yakni dengan menertibkan ustadz-ustadz kerap keliru dalam melakukan tafsir terhadap sumber pokok ajaran agama Islam. Tujuannya supaya radikalisme dan terorisme tidak berkembang.


“Jadi, sel-sel ini selalu berhubungan dengan banyak hal, dengan semua jaringan. Oleh sebab itu, program deradikalisasi itu harus menyasar sel-sel inti kehidupan masyarakat,” tandasnya.


Matraman Terbaru