Nganjuk, NU Online Jatim
Pengurus Cabang (PC) Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Nganjuk menggelar Ngaji Bebrayan. Kegiatan yang dilaksanakan di Gedung Serbaguna Desa Tempel Wetan, Loceret, Nganjuk ini dimaksudkan untuk membekali kalangan muda tentang kesiapan sebelum menikah.
“Banyaknya kasus kehamilan di luar nikah memantik keprihatinan mendalam LKKNU Nganjuk untuk menyikapinya dengan menghadirkan Ngaji Bebrayan ini,” terang Miftahul Huda, Ketua LKKNU Nganjuk kepada NU Online Jatim, Senin (21/02/2022).
Alumni Pondok Pesantren Miftahul ‘Ula Nglawak tersebut mengatakan, ada pesan khusus yang ingin disampaikan dalam memilih tema bebrayan. Selain untuk membumikan kembali bahasa Jawa, kata bebrayan dalam kosa kata bahasa Jawa memiliki makna berkeluarga dan merupakan kata nikah yang paling sopan dan bermartabat.
“Jadi, dengan kata itu kita berharap bahwa ini akan berimbas pada peghargaan pada sebuah ikatan pernikahan bagi pasangan nikah (tidak menggampangkan ikatan nikah),” ujarnya.
Miftah menyebutkan, kegiatan tersebut bukan bermaksud untuk mendorong agar pemuda segara menikah, akan tetapi guna memberikan kesiapan lahir batin bagi pemuda yang hendak menikah.
“Tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan wawasan dan pengetahuan kepada generasi muda pra nikah agar memahami tujuan dan kapan harus menikah,” sambungnya.
Disampaikan Miftah, bimbingan ini penting bagi masyarakat usia minimal 19 tahun, sebagai bekal sebelum menikah, termasuk bagi para santri. Namun, ia meyakini santri akan mudah memahami kehidupan berumah tangga karena mereka sudah memiliki bekal kehidupan yang disiplin, taat, santun dan memprioritaskan dialog.
“Sehingga diharapkan nantinya dapat membentuk keluarga baru yang mampu mewujudkan tatatan keluarga yang sakinah (ayem) mawaddah (penuh cinta) warahmah (penuh kasih sayang), hingga akhirnya kemaslahatan berkeluarga akan benar-benar terwujud,” jelas Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Wilangan tersebut.
Ia menambahkan, materi yang diberikan dalam kegiatan itu meliputi, tujuan nikah, batas minimal usia nikah menurut agama (fikih) dan undang-undang perkawinan, resiko menikah usia dini, tertib administrasi atau tercatat di KUA, pemenuhan hak dan kewajiban pasangan, serta mengenal nikah sah dan tercatat dan yang tidak tercata atau nikah siri.
Miftah berharap, gagasan Ngaji Bebrayan ini dapat menjadi bagian kecil solusi dan ikhtiar atas problematika kehidupan berumah tangga yang banyak terjadi dewasa ini.
“Untuk itu, dibutuhkan dukungan semua pihak dalam mewujudkan lebih banyak keluarga dan generasi berkualitas ini,” pungkasnya.