Sejarah Pesantren MQ Jombang, Lokasi Rakernas Pagar Nusa 2024
Selasa, 20 Agustus 2024 | 13:00 WIB
M Rufait Balya B
Kontributor
Jombang, NU Online Jatim
Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng Jombang atau yang dikenal Pesantren MQ Tebuireng merupakan salah satu pesantren yang berfokus pada pendidikan Al-Qur’an dan mencetak kader huffadz. Pondok pesantren ini dipilih sebagai lokasi pelaksanaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa, Selasa (20/08/2024).
Rakernas ini akan memjadi titik temu para pendekar, dengan pembahasan yang detail tentang program kerja dan peran strategis Pagar Nusa sebagai pagarnya NU dan bangsa.
Terkait Pesantren MQ, dilansir disperpusip.jatimprov, Madrasatul Qur’an ada sejak masa Hadratussyeikh KH M Hasyim Asy'ari. Kiai Hasyim punya keinginan besar untuk mendirikan lembaga pendidikan Al-Qur’an, karena ia sangat mencintai orang yang hafal Al-Qur’an (hafidz).
Masa Pendirian
Konon, pada bulan Ramadhan tahun 1923, para santri Pesantren Tebuireng secara bergiliran menjadi imam shalat tarawih dengan bacaan Al-Qur’an bil hifdzi (dihafalkan) sampai khatam. Sayangnya, sistem hafalan Al-Qur’an di Tebuireng saat itu belum terorganisir dengan baik karena belum ada lembaga khusus yang menanganinya. Kondisi ini terus berlangsung sampai masa kepemimpinan KH Kholik Hasyim.
Pada masa kepemimpinan KH Muhammad Yusuf Hasyim (Pak Ud), tepatnya tahun 1971, rencana pendirian lembaga pendidikan Al-Qur’an dimatangkan. Ada 9 orang kiai yang dilibatkan dalam rencana tersebut. Hasilnya, pada tanggal 27 Syawal 1319 H atau 15 Desember 1971 M, lembaga itu secara resmi berdiri dengan nama Madrasatul Huffadz.
Pada tahun pertama, santrinya berjumlah 42 orang dan diasuh oleh Kiai Yusuf Masyhar, menantu Kiai Ahmad Baidhawi. Sesuai dengan namanya, lulusan lembaga ini diarahkan untuk menjadi kader penghafal Al-Qur’an sekaligus mendalami ilmunya.
Semula, Madrasah Huffadz bertempat di rumah Kiai Wahid, bagian barat Pesantren Tebuireng (sekarang kediaman KH Musta’in Syafi’i). Kemudian mulai tahun 1982, lokasinya dipindah ke belakang rumah peninggalan Kiai Baidhawi dengan tanah wakaf dari beliau.
Dari tahun ke tahun madrasah ini berkembang cukup pesat. Setelah dilakukan pemekaran, Madrasatul Huffadz secara struktural terpisah dari Yayasan Hasyim Asy’ari Pesantren Tebuireng. Kini, jenjang pendidikannya meliputi Madrasah I’dadiyah (Persiapan), Tsanawiyah, SMP Al-Furqon, dan Madrasah Aliyah, dan berganti nama menjadi Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ) Tebuireng.
Kini, Pesantren MQ telah mengelola sejumlah unit-unit. Yakni, meliputi Unit Tahfidz, Unit Sekolah, Unit Pondok, Unit Perpustakaan, Biro Santunan, Unit Sarana dan Keuangan.
Program Tahfidz non-Hafalan
Program ini dikhususkan bagi mereka yang belum dapat mengambil program tahfidz karena belum memenuhi syarat. Di dalamnya terdapat empat tingkatan:
1) Tingkat Mubtadi' (pemula); yakni mereka yang belum mampu membaca Al-Qur’an dan atau belum mempunyai dasar-dasar fashahah.
2) Tingkat Mutawassith (menengah); sudah lancar membaca dan menguasai dasar- dasar fashahah, namun belum bisa membedakan ciri-ciri huruf dan cara melafalkannya.
3) Tingkat Muntadbir; sudah lancar membaca dan fasih, namun kurang menguasai waqof, ibtida, serta musykilat ayat.
4) Tingkat Maqbul; tingkat dimana santri tinggal menempuh qira’ah muwahhadah (standar MQ).
Program Tahfidz hafalan Al-Qur’an
Program ini dibagi menjadi dua fase, yakni Qira’ah Masyhurah (bacaan Al-Qur’an populer) dan Qira’ah Sab’ab (tujuh bacaan Al-Qur’an riwayat dari tujuh orang imam). Kedua fase ini terlebih dahulu harus melewati fase dasar (qira’ah muwahhadah) bagi yang belum memenuhi syarat untuk menghafal.
Qira’ah Masyhurah, yakni bacaan umum Al-Qur’an yang diriwayatkan oleh sepuluh orang Imam. Untuk sampai pada fase ini, santri diwajibkan baik bacaan Al-Qur’annya, sesuai dengan qira’ah muwahhadah standar MQ.
Sistem pembinaannya meliputi setoran hafalan, pembinaan fashahah, dan mudarasah kelompok. Setoran hafalan dilakukan setiap hari, dengan memperdengarkan hafalan kepada instruktur masing-masing. Setoran fashahah dilakukan dengan memperdengarkan bacaan kepada pembina masing-masing sesuai dengan kelompok dan jadwal yang telah ditentukan.
Sedangkan mudarasah kelompok dilakukan dengan membagi santri tiga-tiga dan setiap hari memperdengarkan hafalannya kepada teman sekelompoknya secara bergilir. Bagi yang telah menyelesaikan program ini akan diwisuda dengan predikat Wisudawan Qira’ah Masyhurah (S.Q.I).
Qira’ah Sab’ah, fase ini dikhususkan bagi mereka yang telah menyelesaikan hafalan 30 Juz Qira’ah Masyhurah dengan baik dan memenuhi syarat-syarat tertentu. Pada fase ini, santri mempelajari ilmu qira’ah yang variatif riwayat tujuh orang imam (Imam Nafi, Ashim, Hamzah, al-Kisa’i, Ibn Amir, Ibn Amr, dan Ibnu Katsir), serta pendalaman kajian makna dan perbedaan bacaan.
Mushaf yang dipakai adalah Utsmani riwayat Imam Hafs dari Imam Ashim. Santri harus hafal 30 juz Al-Qur’an selama 3 tahun. Bagi yang lulus program ini berhak diwisuda dengan predikat Wisudawan Qira’ab Sab’ah (S.Q.2).
Terpopuler
1
Kisah As'ad, Tukang Cukur Naik Haji Asal Pasuruan
2
Berbagai Keutamaan Kota Makkah dan Madinah, Dua Kota Suci Umat Islam
3
Pesantren Nurul Ulum Malang Gelar Makesta, Siapkan Kader Unggul-Visioner
4
Bacaan Doa Sunnah Setiba di Kota Makkah
5
Ketua Rijalul Ansor Sidoarjo, Gus Bahron: Kita Patut Bangga Berkhidmat di NU
6
Ketua PCNU Pasuruan: Pendidikan Adalah Benteng Penguatan Aswaja
Terkini
Lihat Semua