Peletak dasar-dasar pendidikan pesantren di Indonesia khususnya di Jawa adalah Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. Asal kata pesantren dari kata santri-cantrik-shastri yang diberi imbuhan pe di awal dan an di akhir. Jadilah frase pesantren. Sejatinya pesantren adalah usaha Walisongo mengislamisasi sistem pendidikan lokal Hindu dan Budha di Nusantara.
Ada beberapa model pesantren. Ada pesantren tradisional, pesantren modern, dan belakangan kita diperkenalkan dengan istilah baru yakni pesantren virtual yang digagas oleh masyai Ulil Abshar Abdalla.
Umumnya santri yang datang ke seorang kiai untuk mendalami ilmu agama. Seiring waktu, santri semakin banyak. Kemudian didirikanlah bangunan-bangunan sederhana untuk menampung para santri. Bangunan atau asrama akan berkembang mengikuti jumlah santri yang ada. Walaupun belakangan ada fenomena yang tidak lazim, bangunan megahnya didirikan terlebih dahulu, santrinya dicari kemudian. Santri tak didapat, pesantren pun gulung tikar.
Pesantren punya ciri khas utama yakni mengajarkan kitab-kitab Islam klasik. Tujuannya adalah mencetak calon-calon ahli agama (ulama) agar paham Islam tradisional tetap lestari. Pesantren yang fokus pada kajian kitab kuning ini umumnya dimiliki oleh pesantren-pesantren NU.
Pengajaran kitab kuning ini adalah salah satu rukun pesantren (rukun pesantren; ada kiai, santri, musholla/masjid, asrama, kitab kuning). Pesantren yang meniadakan kajian kitab kuning, berarti meninggalkan salah satu rukun pesantren. Ruh kepesantrenannya kurang lengkap.
Sekarang ini lagi hangat perdebatan tentang apakah pesantren itu sama dengan boarding school? Ada yang berpendapat keduanya sama saja. Kalau dialihbahasakan pesantren ya boarding school. Bahkan ada yang berpendapat harusnya pesantren itu jadi istilah umum saja untuk sekolah berasrama. Tidak terkait dengan identitas agama tertentu. Bisa pesantren budha, pesantren kristen, atau sekuler.
Tapi tidak sedikit yang mengatakan keduanya berbeda. Ini bukan sekadar soal alih bahasa. Keduanya berbeda pada soal konsep, karakter, dan substansi. Atmosfer keduanya berbeda. Ruhnya beda. Kalau tidak pernah nyantri di pesantren tidak akan bisa merasakan perbedaan itu.