• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Matraman

Tradisi Gunungan Ketupat di Nganjuk Berlangsung Meriah, Ini Filosofinya

Tradisi Gunungan Ketupat di Nganjuk Berlangsung Meriah, Ini Filosofinya
Tradisi kirab gunungan ketupat oleh warga usun Kepuhbener, Desa Kedungrejo, Kecamatan Tanjunganom, Nganjuk, Sabtu (29/04/2023). (Foto: NOJ/ Haafidh NS Yusuf)
Tradisi kirab gunungan ketupat oleh warga usun Kepuhbener, Desa Kedungrejo, Kecamatan Tanjunganom, Nganjuk, Sabtu (29/04/2023). (Foto: NOJ/ Haafidh NS Yusuf)

Nganjuk, NU Online Jatim

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tradisi kirab ketupat gunungan atau gunungan ketupat di Kabupaten Nganjuk kembali digelar tahun ini. Yakni, di Dusun Kepuhbener, Desa Kedungrejo, Kecamatan Tanjunganom, Nganjuk. Terdapat kurang lebih seribu ketupat yang dibentuk gunungan ini diserbu warga.

 

Pantauan NU Online Jatim, kirab gunungan dimulai pukul 06.00 WIB, keliling kampung dan kemudian berhenti di Masjid Al-Huda, didoakan dan dibagikan ke semua pengunjung. Tradisi turun-temurun itu dihadiri sekitar 500 orang, termasuk Muspika, kepala desa, dan tokoh masyarakat setempat.

 

“Alhamdulillah, seluruhnya guyub rukun ikut serta menyelenggarakan dalam kegiatan kirab ketupat gunungan ini,” ungkap panitia penyelenggara acara, Zuhal Ahmadi, Sabtu (29/04/2023).

 

Zuhal menceritakan, sejarah awal tradisi ketupat itu bermula saat masing-masing warga membuat ketupat namun hanya untuk dibagikan sendiri. Hal itu membuat tokoh agama dan masyarakat menyepakati agar warga mengumpulkan ketupat buatannya menjadi satu dan ditradisikan menjadi gunungan ketupat.

 

“Masyarakat sangat senang dengan satu kesakralan punden, maka tempat punden dusun ini adalah Masjid  Al-Huda, karena di sini merupakan cikal bakal penyebaran agama Islam di Dusun Kepuhener,” terangnya.

 

Disampaikan, ikhtiar tersebut bertujuan untuk melestarikan tradisi jawa Islam, yaitu tradisi sedekahan, mencintai shalawat, dan lainnya dengan guyub rukun antar warga tanpa terkecuali.

 

Adapun filosofinya bermakna ketupat sebagai simbol pengakuan atas kesalahan yang telah dilakukan kepada Allah SWT dan sesama manusia. Ketupat menjadi simbol “maaf” bagi masyarakat Jawa. Tak heran, hari raya Idul Fitri maupun lebaran ketupat identik dengan makanan tersebut.

 

“Tercatat sudah 6 tahun berturut-turut tradisi ketupat gunungan ini berjalan. Semoga tahun-tahun berikutnya akan lebih meriah lagi,” tuturnya.

 

Sementara seorang warga yang ikut berebut gunungan ketupat, Zaky Alfaizin mengaku senang karena acara berlangsung seru. Apalagi menurutnya masyarakat bisa kompak dan guyub dalam momen kebersamaan Idul Fitri.

 

"Tadi seru sekali. Alhamdulillah, senang bisa ikut berkumpul," pungkasnya.


Matraman Terbaru