• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Metropolis

Gus Dhofir Zuhry: Hijrah Tak Sekadar Mengubah Penampilan

Gus Dhofir Zuhry: Hijrah Tak Sekadar Mengubah Penampilan
Gus Dhofir Zuhry. (Foto: NOJ/ ISt)
Gus Dhofir Zuhry. (Foto: NOJ/ ISt)

Surabaya, NU Online Jatim

Pendiri Pondok Pesantren Luhur Baitul Hikmah Malang, Gus Dhofir Zuhry menegaskan bahwa hijrah bukan hanya sekadar mengubah penampilan, tetapi dibarengi dengan perubahan pola pikir dan sikap.

 

“Hijrah itu bukan hanya sekadar retorika saja, namun juga harus bermodal ilmu dan pemahaman,” ujar Gus Dhofir dalam tayangan di kanal youtube NU Online, ditonton pada Kamis (13/07/2023).

 

Kiai muda pendiri Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Al-Farabi, Kepanjen, Malang, ini pun mengurai dua jenis hijrah yang terdapat dalam kehidupan manusia, yaitu hijrah maknawi dan hijrah makani. Hijrah maknawi adalah berpindah dari sebuah nilai yang kurang baik menuju nilai yang lebih baik.

 

“Sedangkan, hijrah makani yaitu hijrah secara fisik dengan artian berpindah dari tempat yang kurang baik menuju tempat yang lebih baik lagi,” terangnya.

 

Lulusan University Queensland, Australia itu juga menyampaikan, hijrah bukan hanya alat untuk menyalahkan orang lain yang belum melakukan perubahan dalam hidupnya. Akan tetapi merupakan sebuah proses yang memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam.

 

Menurut Gus Dhofir, hijrah itu memiliki visi dan misi. Visi hijrah yaitu harus merasa fakir ilmu, meninggalkan pola pikir lama, dan berharap mendapatkan ridha dari Allah SWT. “Sedangkan misi hijrah itu membela Allah SWT dan nabi, serta beragama dan bernegara,” tekannya.

 

Sebab itu, dirinya mewanti-wanti agar hijrah tidak disalahgunakan sebagai alat untuk mencari keuntungan materi. Ia pun menyinggung praktik komersialisasi hijrah yang saat ini marak terjadi, seperti penjualan pernak-pernik penumbuh jenggot atau penghitam jidat dan sebagainya.

 

“Hijrah ya tidak seperti itu, hijrah seharusnya menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Al-Qur’an dan memperdalam pemahaman,” ujar alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo ini.

 

Gus Dhofir pun berharap agar pemaknaan tentang hijrah dimaknai sebagai perubahan dari pola pikir lama menuju pola pikir baru. Tentu, agar dapat menjalani kehidupan yang lebih baik di masa depan.

 

“Hijrah harus dimaknai peralihan pola pikir lama ke yang baru, bukan untuk hal yang atributif,” tandasnya.

 

Penulis: Larasati


Metropolis Terbaru