• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Metropolis

Inilah Bahasan Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah di Muktamar NU

Inilah Bahasan Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah di Muktamar NU
Empat Bahasan Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah di Muktamar NU. (Foto: NOJ/ ISt)
Empat Bahasan Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah di Muktamar NU. (Foto: NOJ/ ISt)

Surabaya, NU Online Jatim

Sejumlah permasalahan akan jadi bahasan Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah pada Muktamar ke-34 NU pada 22-23 Desember 2021 di Provinsi Lampung. Beberapa bahasan tersebut meliputi, persoalan tanah atau reforma agraria, perubahan iklim, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (R-KUHP), dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). 

 

Ketua Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah KH Mujib Qulyubi menjelaskan, bahwa hal-hal yang akan dibawa ke Muktamar NU hendaknya berkaitan dengan regulasi tingkat nasional, melibatkan kepentingan orang banyak, dan belum pernah dibahas atau sudah dibahas tetapi belum ada respons positif dari semua pihak.

 

“Inilah peran NU dalam Muktamar, bukan hanya mengurusi diri sendiri atau kontestasi, tetapi kita berpikir keberpihakan kepada rakyat kecil dan persoalan internasional,” terang Kiai Mujib. 

 

Reforma Agraria
Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah Muktamar ke-34 NU Idris Masudi membeberkan, bahwa soal tanah ini sangat krusial karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. 

 

“Bahkan persoalan ini akan dibahas di dua komisi bahtsul masail yang lain, waqi’iyah dan maudhu’iyah,” terangnya. 

 

Dengan ini pihaknya mendorong pemerintah untuk secara konsisten menjalankan amanat konstitusi yang termaktub dalam Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi: bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Bahkan, sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan patut dilakukan.

 

Menurutnya, tingkat ketimpangan alokasi sumber agraria sudah semakin parah. Sebagai langkah antisipasi, pihaknya meminta pemerintah untuk menghentikan pemberian alokasi tanah dalam skala luas kepada korporasi besar. Sebab hal itu mengancam penguasaan tanah oleh rakyat serta menimbulkan ketidakpuasan di daerah. 

 

“Itu rumusan awal draf yang akan kami bawa di Muktamar NU Lampung soal agraria,” jelas Idris. 

 

Perubahan Iklim
Kedua, Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah Muktamar NU juga akan membahas perubahan iklim. Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi sehingga mengakibatkan perubahan iklim itu berkaitan pula dengan persoalan tanah. 

 

Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah Muktamar NU akan merekomendasikan kepada pemerintah untuk menerbitkan landasan hukum yang kuat dan komprehensif yang benar-benar mengatur antisipasi perubahan iklim. 

 

“Tujuannya agar anak cucu kita ke depan tidak mendapatkan warisan musibah yang bernama perubahan iklim itu. Kalau manusia tidak serakah, maka kerusakan-kerusakan yang ada di bumi mungkin tidak parah seperti hari ini, sehingga PBNU melalui komisi qanuniyah merekomendasikan pemerintah agar menerbitkan undang-undang strategi untuk menangani perubahan iklim,” katanya. 

 

R-KUHP
Masalah ketiga yang dibahas adalah soal R-KUHP yang hingga kini masih ditangguhkan. Pembahasan mengenai R-KUHP ini sebenarnya telah dilakukan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Lombok pada 2017. 

 

“Kita sudah menyuarakan dan mendukung 100 persen keberadaan KUHP baru ini. Namun sayang proses itu berhenti ketika terjadi demonstrasi pada 2019, yang akhirnya membuat DPR dan Presiden (Joko Widodo) menunda pengesahannya,” ungkap Anggota Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah Muktamar NU Syamsudin Slawat Pesilette.

 

Syamsudin menjelaskan bahwa di dalam R-KUHP saat ini mengakomodasi tiga kesatuan hukum yang berlaku. Pertama, hukum yang berasal dari Belanda. Kedua, hukum Islam yang berlaku pada masyarakat Muslim di Indonesia. Ketiga, berasal dari hukum adat.

 

“Di R-KUHP ini ditentukan bahwa persetubuhan yang dilakukan di luar nikah itu zina. Artinya sudah merangkum nilai-nilai hukum Islam dan adat yang berlaku. Itulah kenapa kita perlu mendukung bahkan mendesak R-KUHP ini segera disahkan,” katanya. 

 

RUU PPRT
Sementara anggota Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah Muktamar NU Abdullah Anik Nawawi mengatakan, Indonesia saat ini belum memiliki undang-undang khusus yang berfungsi melindungi hak-hak para PRT. Karena itu, NU akan mendorong pemerintah segera mengesahkan RUU PPRT ini.  

 

“Selama ini kita hanya punya peraturan menteri, tetapi itu tidak cukup karena tidak bisa dijadikan landasan hukum. Misalnya ketika PRT mengalami tindakan kekerasan dan pelecehan,” katanya.

 

Melalui komisi, pihaknya hendak memberikan penjelasan kepada publik terkait pengakuan kepada PRT. Selama ini PRT itu selalu identik dengan pembantu dan kita ingin mengubah cara pandang itu. Sebab dalam pandangan fikih, PRT disebut sebagai al-ajir al-khos atau seorang pekerja profesional dengan kemampuan khusus. 

 

“Jadi PRT itu di dalam Islam justru ditempatkan pada posisi sejajar dengan pekerja-pekerja yang lainnya. Karena ditempatkan di sana maka tidak boleh dianggap sebagai subordinat seperti selama ini, seperti hanya bawahan dan asisten,” tegasnya.

 

Ia berharap, pembahasan yang secara detail itu ditambah dengan memberikan banyak landasan keagamaan yang kuat di dalam draf bahasan, mampu mendorong berbagai pihak termasuk pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PPRT ini.


Metropolis Terbaru