Metropolis

Kreativitas yang Menyesatkan, MUI Soroti Konten AI Hari Pertama di Neraka

Kamis, 19 Juni 2025 | 10:00 WIB

Kreativitas yang Menyesatkan, MUI Soroti Konten AI Hari Pertama di Neraka

Ilustrasi. (Foto: NOJ/detik)

Surabaya, NU Online Jatim

Media sosial tengah diramaikan oleh perbincangan seputar konten berbasis kecerdasan buatan (AI) yang menggambarkan aktivitas di hari pertama di ‘neraka’. Konten ini memicu beragam reaksi dan kontroversi dari warganet.

Menanggapi hal tersebut, Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi, Kiai Masduki, menyayangkan adanya kreativitas yang justru berujung pada polemik dan menuai respons negatif dari publik.

 

“Isu mengenai Artificial Intelligence (AI) yang di dalamnya ada gambaran mengenai hari pertama di neraka, saya kira cukup membuat heboh di masyarakat dan bisa menimbulkan kontroversi hingga rasa permisif terhadap agama,” ungkap Kiai Masduki, dikutip dari MUIDigital di Jakarta, Kamis (19/6/25).

 

“Neraka merupakan salah satu punishmen, sebuah ancaman yang berat dari ajaran agama. Di dalam video tersebut digambarkan seolah-olah neraka tersebut di gampangkan dengan seolah-olah bersuka ria di dalamnya, saya kira itu sangat berbahaya,” imbuhnya.

 

Sebelum video tentang ‘hari pertama di neraka’ menjadi viral, sempat beredar pula konten AI yang menggambarkan Ka'bah sebagai tempat kaum LGBT. Konten semacam ini jelas menimbulkan keresahan dan tergolong sebagai bentuk penistaan terhadap agama.

“Berbicara mengenai AI, menurut saya hal tersebut merupakan sisi gelap,” kata Kiai Masduki.

 

Dalam wawancara tersebut, Kiai Masduki juga menjelaskan bahwa AI sebenarnya memiliki dua sisi dalam penggunaannya, yakni sisi terang dan juga sisi gelap.

 

Sisi terang yang dimaksud di sisni adalah, bahwa AI mampu menjawab banyak hal. “Mahasiswa, pelajar maupun orang awam yang banyak tidak tahu terhadap masalah-masalah umum maupun masalah keagamaan, pertanyaan-pertanyaan yang timbul banyak dijawab oleh AI tersebut,” tuturnya.

 

Akan tetapi Kiai Masduki menegaskan bahwa AI memiliki sisi gelapnya, yakni AI tidak bisa membedakan mana sisi agama yang benar dan tidak benar.

 

“AI tidak bisa membedakan mana yang ekstrim dan mana yang moderat, mana islam yang tawasut, mana islam yang berlebihan. Jadi semuanya masuk saja di AI,” ujarnya.

 

Menurut Kiai Masduki, sangat penting bagi seseorang dalam beragama untuk memiliki guru yang bisa membimbing, dan bisa bertanya lebih lanjut terkait substansi konten yang ada di AI tersebut.

 

“Penting bagi kita belajar agama itu bersanad, artinya ada silsilah keguruannya. Karena kalau hanya belajar melalui AI maka agama itu seperti hutan belantara,”ungkapnya.

 

“Sebagai penikmat AI harus pandai menimbang-nimbang, mengkritisi konten-konten yang ada,” tuturnya menambahkan.