Mojokerto, NU Online Jatim
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar, Mojokerto Ning Uswah Syauqi memaparkan cara menumbuhkan cinta Allah kepada anak sejak dini. Menurut Ning Uswah, hal tersebut adalah salah satu cara melawan hoaks, fitnah dan ujaran kebencian yang marak terjadi saat ini.
“Mengenalkan cinta Allah sejak dini bukan hanya tugas orang tuanya saja, namun juga menjadi tugas kita yang merupakan seorang guru, penggerak sosial atau sebagai support system untuk menyebarkan kasih sayang,” katanya saat mengisi kajian online melalui zoom meeting pada Jum’at (01/11/2024).
Banyak yang mengatakan untuk memumbuhkan cinta Allah dimulai sebelum anak umur lima tahun. Namun menurut Ning Uswah, menumbuhkan cinta Allah dimulai sejak anak belum lahir atau masih di dalam kandungan. Bahkan lebih dari itu, sejak pasangan memutuskan untuk menikah.
“Kalau ingin memiliki anak yang shalih dan shalihah ketika akan melakukan hubungan seksual yang pertama harus tirakat dahulu. Kemudian harus sama-sama senang, jangan sampai ada pemerkosaan dalam keluarga. Artinya kalau suami sedang capek maka istri tidak boleh meminta, begitupun sebaliknya,” ujarnya.
Salah satu tirakat yang bisa dilakukan sebelum melakukan hubungan suami istri adalah wudhu terlebih dahulu, kemudian shalat sunah dua rakaat dan berdoa. Hal ini merupakan bentuk tirakat untuk menumbuhkan cinta Allah kepada anak.
“Jadi ada unsur spiritual bahkan sebelum menjadi embrio atau janin. Begitupun setelah menjadi janin, seorang ibu harus melakukan tirakat,” ungkapnya.
Dijelaskan Sayyidah Maryam yang tidak pernah melakukan kemaksiatan, hingga melahirkan tanpa sperma laki-laki, saat hendak melahirkan mengeluh kepada Allah karena susah hingga ingin mati.
“Seorang ibu yang melahirkan tentu merasakan sakit, namun ada baiknya diiringi dengan dzikir,” ungkapnya.
Ketika dalam proses mengandung sudah terbiasa berzikir, maka ketika akan melahirkan juga akan terbiasa berzikir. Selanjutnya yang tidak kalah penting dalam menumbuhkan cinta Allah sejak dini adalah peran seorang ayah.
“Ayah harus kharismatik dan berwibawa. Marah boleh, yang tidak boleh mengeluarkan kata-kata kotor untuk menyumpahi seorang anak,” tandasnya.