• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 27 April 2025

Metropolis

Ning Uswah Syauqi Paparkan Hadist Larangan Bersumpah

Ning Uswah Syauqi Paparkan Hadist Larangan Bersumpah
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar, Mojokerto, Ning Uswah Syauqi. (Foto: NOJ/Screenshoot Youtube @Faqih Abdul Qadir)
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar, Mojokerto, Ning Uswah Syauqi. (Foto: NOJ/Screenshoot Youtube @Faqih Abdul Qadir)

Mojokerto, NU Online Jatim

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar, Mojokerto, Ning Uswah Hasanah yang familiar dengan Ning Uswah Syauqi menjelaskan terkait hadist larangan bersumpah. Larangan bersumpah sangat penting, karena ada narasi ‘Demi Allah’.


Menurut Ning Uswah, jika dilihat dalam literatur fikih, larangan bersumpah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’idah ayat 89.


“Jadi hadist dan Al-Qur’an ini saling berkesinambungan. Jika ditinjau dari fikih, hukum asal sumpah ini makruh,” katanya saat mengisi tadarus Shubuh di kanal Youtube @Faqih Abdul Qadir, Ahad (18/08/2024).


Oleh karenanya, seorang muslim akan lebih baik tidak bersumpah. Menurutnya, bersumpah boleh pada dua hal. Pertama dalam hal ketaatan dan yang kedua sumpah yang diucapkan ketika dalam pengadilan. Sumpah bisa dihukumi wajib apabila kepada saksi-saksi tindak pidana kriminal.  


“Allah itu sangat membenci terhadap aib-aib yang disampaikan atau narasi-narasi negatif kecuali memang narasi atau kesaksian itu diperuntukkan kepada orang yang sedang terdzalimi,” ujarnya.


Ia melanjutkan, misalkan ada orang yang terlanjur bersumpah kemudian dilanggar maka ada beberapa hukum. Pertama sumpah akan melakukan maksiat atau meninggalkan kewajiban, sumpah seperti ini wajib dilanggar dan tidak boleh dilakukan. Meski demikian wajib dilanggar, namun tetap membayar kafarat. Pendapat ini menurut Imam Syafi’i.


“Namun jumhur ulama, Imam Malik dan Imam Hambali berpendapat tidak perlu membayar kafarat untuk sumpah yang maksiat atau meninggalkan kewajiban,” terangnya.


Jika melanggar sumpah terkait hal yang mubah, maka sumpahnya sunnah untuk tidak dilanggar. Ketiga, sumpah untuk hal yang makruh hukumnya sunnah untuk dilanggar. Prinsipnya sumpah baik dalam hal yang sunnah, wajib atau haram maka wajib hukumnya untuk membayar kafarat.


Kafarat yang melanggar sumpah adalah memerdekakan budak atau memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian.


“Jika orang yang melanggar sumpah tidak bisa membayar kafarat dengan bentuk memerdekakan budak atau memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian, maka diganti dengan puasa selama tiga hari,” pungkas mahasiswa program doktor Universitas KH Abdul Chalim Pacet, Mojokerto itu.


Metropolis Terbaru