Oleh: Mamay Muthmainnah *)
Gerakan Perempuan Aswaja (GPA) merupakan gerakan yang menggabungkan perempuan dengan ajaran Islam yang moderat atau yang dikenal sebagai Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja). Gerakan ini berfokus pada pemberdayaan perempuan dalam kerangka ajaran Islam yang inklusif dan progresif.
Adapun ciri khas dari gerakan Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Putri (Kopri) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ternyata telah mengalami problematis baik dalam arus gerakan maupun warna ideologinya. Menurut penulis, Kopri semakin tidak mengenali jati dirinya bahkan mengalami diferensiasi dengan kelompok gerakan perempuan lainnya. Atas dasar itulah, penulis menghadirkan buku ini untuk para pembaca sekalian.
Landasan cara berfikir, bersikap dan bertindak sesuai 4 pilar Aswaja itu yang dimiliki oleh Perempuan Aswaja An-Nahdliyah, tentunya menjadi pedoman yang utuh bagi Kopri untuk menjalankan visi dan misinya dalam memperjuangkan kesetaraan keadilan yang inklusif dan bebas dari segala bentuk kekerasan.
Sikap dasar itulah yang menjadi watak Kopri, sehingga berbeda dengan kelompok Islam lainnya, dengan watak keislaman yang mendalam dan dengan watak ke-Indonesiaannya yang matang. Cara pandang, tafsir, dan sejarah yang diturunkan dari nilai-nilai yang ada.
Perspektif tersebut juga bukan sekadar memberikan basis nilai, namun juga paradigma dan strategi perubahan sejarah. semuanya itu kemudian direfleksikan dalam berfikir, bersikap dan bertindak. Meski demikian, tidak semua kader Kopri memahami bagaimana sejatinya implementasi Aswaja untuk gerakan Kopri dalam memperjuangkan kesetaraan perempuan.
Cara berpfikir perempuan Aswaja An-Nahdliyah tentu berdasarkan refleksi Aswaja dengan cara dialektis yang memudahkan antara dalil naqli (doktrin) dengan dalil aqli (rasio) dan dalil waqi’ (empiris). Maka, di sini Kopri menolak rasionalisme murni sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir liberal dan positivisme ortodoks seperti yang dikembangkan kelompok materialisme. Demikian juga KOPRI menolak secara tekstual pemahaman agama dan realitas sosial yang tidak mendalam.
Tidak hanya sekadar cara berfikir, Aswaja juga menjadi pedoman, cara bersikap serta bertindak. Kedua hal ini dimaknai bahwa kiprah gerakan perempuan Aswaja An-Nahdliyah memandang dunia sebagai realitas yang plural, karena itu pluralitas diterima sebagai kenyataan serta bersikap aktif, yakni menjaga dan mempertahankan pluralitas tersebut agar kehidupan menjadi harmoni, saling mengenal (litaa’rofu) dan memperkaya secara budaya. Sikap moderat dan toleran menjadi spirit utama dalam mengelola pluralitas. Dengan demikian, gerakan perempuan Aswaja An-Nahdliyah juga menolak semua sikap yang mengganggu keanekaragaman atau pluralitas yang ada.
Dunia ibu, dunia perempuan, adalah dunia perlawanan dalam diam, dunia pemberontakan dalam kepatuhan, dunia hening di tengah keramaian dan kekacauan hidup, dunia kesendirian dalam riuh dan sunyi, dunia penyerahan dalam ketakutan dan ketidakberdayaan.
Dengan demikian, Gerakan Perempuan Aswaja dapat memainkan peran yang signifikan dalam membangun peradaban dunia yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan melalui pemberdayaan perempuan dan penghapusan ketidaksetaraan gender.
*) Pengurus Besar Kopri PMII