• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Pendidikan

Dosen FIP Unesa Jelaskan Cara Memilih Teman yang Sehat

Dosen FIP Unesa Jelaskan Cara Memilih Teman yang Sehat
Dosen FIP Unesa jelaskan cara memilih teman yang sehat. (Foto: NOJ/humas)
Dosen FIP Unesa jelaskan cara memilih teman yang sehat. (Foto: NOJ/humas)

Surabaya, NU Online Jatim
Nurchayati, S.Psi., M.A., Ph.D., Dosen Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengatakan, pertemanan sehat melibatkan perilaku saling respek, saling bantu, dan saling mendukung. Namun, pada kenyataannya, tidak sedikit orang terjebak dalam pertemanan berat sebelah. Di satu sisi, mereka dimanfaatkan dan bahkan disakiti oleh teman. Namun, di sisi lain, mereka tidak tahu bagaimana melepaskan diri dari pertemanan yang merusak.


“Kondisi ini dikenal sebagai toxic friendship atau pertemanan toksik. Pertemanan toksik bukan saja tidak sehat, tetapi juga berbahaya,” katanya.


Menurutnya, ciri-ciri teman toksik yaitu suka merendahkan, mempermainkan dan menjadikan teman sebagai bahan gosip serta senang bikin jiwa kurang tenang dan nyaman. Teman toksik juga tak segan menyakiti, membanding-bandingkan dan memperlakukan teman di sekitarnya sebagai sekadar alat untuk mencapai tujuan pribadinya.


“Mereka bahkan meracuni pertemanan dengan kebohongan,” ungkapnya.


Kalau sudah telanjur terjebak dalam toxic friendship, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, batasi pergaulan dengan mereka dan minimalkan interaksi dengannya. Kedua, beri dia saran perbaikan secukupnya. Ketiga, secara langsung dan santun, bicarakan dengannya ketidaksehatan dalam relasi. Keempat, harus berani berkata ‘tidak’ kepadanya. Kelima, utamakan berkawan dengan orang non-toksik.


“Intinya, kita terapkan pembatasan. Jauhkan si teman toksik dari zona privacy kita. Dengan dia, kita jangan pernah berbagi urusan pribadi, problem keluarga, dan informasi apa pun yang bukan bahan konsumsi umum,” terangnya.


Agar teman-teman terhindar dari pertemanan toksik, Nurchayati merekomendasikan empat solusi. Pertama, pelajari dulu karakter umum lingkar pertemanan dan pola perilaku di dalamnya. Kedua, jangan buru-buru dan terlalu gampang melibatkan teman dalam ranah intim kehidupan, seperti urusan pribadi dan keluarga. Ketiga, jauhi ‘tongkrongan’ atau lingkar pertemanan yang memperlakukan persyaratan keanggotaan.


“Misalnya sebelum boleh bergaul dengan teman-teman itu, kita diharuskan membeli dulu barang tertentu, ini indikator ketoksikan. Maka, hindari berteman dengan mereka,” jelasnya.


Keempat, bangun dan rawat rasa percaya diri, misalnya dengan melakukan berbagai kegiatan positif, yang kiranya dapat meningkatkan kualitas hidup di masa kini dan di masa depan. Dalam menangkal toxic friendship, orang tua memainkan peran strategis, yaitu menjadikan rumah sebagai zona nyaman bagi si anak untuk mencurahkan segala aspirasi, unek-unek, dan keluh-kesah, termasuk tentang pertemanan.


“Komunikasi lancar dua-arah memungkinkan ayah dan ibu memantau sehat tidaknya pergaulan anak mereka di luar rumah. Misalnya, kalau cerita si anak tentang teman-temannya mengindikasikan gejala ketoksikan, maka orang tua bisa lekas menyarankan dia melakukan pencegahan dini,” tandasnya.


Diperlukan kolaborasi kompak dan komunikasi sehat antara orang tua dan anak. Kedua benteng psikologis ini harus dibangun sejak dini dan dirawat selamanya. Kolaborasi dan komunikasi dengan orang tua membantu si anak melindungi diri dari bahaya toxic friendship.


Pendidikan Terbaru