Dosen FKK Unusa Ulas Kelainan Refraksi Mata Miopia bagi Anak
Selasa, 13 Mei 2025 | 13:00 WIB

Kelainan refraksi mata miopia bagi anak akibat terlalu lama penggunaan gawai. (Foto: NOJ/Humas Unusa)
A Habiburrahman
Kontributor
Surabaya, NU Online Jatim
Pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu masih meninggalkan jejak bagi dunia kesehatan. Bukan hanya karena gangguan kesehatan pada saluran pernapasan, namun juga pada mata. Terbatasnya aktivitas di luar ruangan dan segala aktivitas pekerjaan dan kegiatan belajar mengajar (KBM) dilakukan secara daring dan terus menerus. Hal ini menimbulkan permasalahan pada mata seperti kelainan refraksi mata.
Berdasarkan data dari International Agency for the Prevention of Blindness pada 2021, sekitar 165 juta anak di seluruh dunia mengalami rabun jauh. Jumlah itu diperkirakan akan terus bertambah dan ada sekitar 275 anak pada 2050.
Sedangkan, di Indonesia setidaknya 3 dari 4 anak yang mengalami refraksi belum mendapat penanganan dengan kacamata. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI juga menyebutkan sekitar 3,6 juta anak di Indonesia mengalami refraksi.
Dosen Fakultas Keperawatan dan Kebidanan (FKK) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Siti Damawiyah, S. Kep., Ns., M.Kep., mengatakan, kelainan refraksi mata terbagi menjadi miopia, hipermetropia, dan astigmatisme. Miopia menjadi kelainan refraksi mata yang sering terjadi pada anak-anak saat ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor.
“Hal ini bisa karena faktor genetik atau faktor lingkungan,” ujarnya.
Menurutnya, faktor genetik sendiri yaitu kondisi kelainan refraksi mata miopia diturunkan oleh orang tua kepada anak, sehingga keturunannya juga cenderung berisiko mengalaminya. Sedangkan faktor lingkungan disebabkan oleh kebiasaan aktivitas dengan jarak pandang yang terlalu dekat dalam waktu lama.
“Seperti membaca buku dalam waktu yang lama, membaca sambil tidur, dan membaca di tempat gelap,” terangnya.
Selain itu, terpapar televisi hingga layar gawai seperti komputer, laptop, maupun telepon genggam terlalu lama juga menjadi penyebab lainnya. “Mengingat kita hidup di tengah kemajuan teknologi yang begitu pesat, tentunya penggunaan gawai dalam kehidupan sehari-hari sulit untuk dihindari,” ungkapnya.
Meskipun demikian, kontrol diri dan orang dewasa kepada anak-anak begitu penting dalam penggunaan gawai, sehingga risiko kemungkinan terkena miopia menjadi lebih rendah. Ia menyebut, pemeriksaan mata akan lebih baik dilakukan sejak dini, sehingga kelainan terhadap mata dapat diketahui lebih awal dan penangannya bisa lebih cepat dan tepat.
Terpopuler
1
Innalillahi, KH Taufik Ketua PCNU Pamekasan Wafat
2
Kronologi Kecelakaan yang Menimpa KH Taufik Hasyim Ketua PCNU Pamekasan
3
Yusak, Kader GP Ansor Trenggalek Istiqamah Berkhidmat 25 Tahun Berpulang
4
Bacaan Doa Sambut Kepulangan Jamaah Haji ke Tanah Air
5
Kader Fatayat NU di Mojokerto Raih Gelar Doktor Predikat dengan Pujian
6
Membanggakan, Prodi PAI Unugiri Raih Akreditasi Unggul
Terkini
Lihat Semua